Saat ini, Winda pasti sangat sedih.Dulu, saat Winda putus cinta, mereka berdua akan pergi ke klub untuk minum-minum, mabuk-mabukan dan menangis.Sekarang Winda sedang hamil. Dia pasti tidak bisa minum. Khawatirnya dia akan melakukan sesuatu yang membahayakan.Dia menatap Sergio dan berkata pelan, "Om, kita antar Winda saja. Kalau nggak, aku nggak akan merasa tenang."Setelah mengatakan itu, dia menoleh ke arah Winda dan berkata, "Winda, nurut saja. Jangan membuatku khawatir."Ketika Winda mendengar ini, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi dan tidak punya pilihan selain menganggukkan kepala tanda setuju.Namun, dia masih diam-diam melirik raut wajah Sergio.Melihat tidak ada ekspresi menakutkan di wajahnya, hatinya menjadi sedikit lebih lega.Sergio mengemudikan mobil sementara kedua gadis itu duduk di belakang dan mengobrol.Hazel menyandarkan kepalanya di bahu Winda dan bertanya, "Apa yang akan kamu lakukan dengan bayi dalam perutmu? Melahirkannya atau ...."Winda sudah putus dengan
Pada akhirnya, Sergio hanya bisa pasrah dan menyetujui permintaan Hazel.Apa lagi yang bisa dia lakukan dengan istri kesayangannya ini?Manjakan saja!Namun sebelum mereka naik ke lantai atas, Sergio mematikan mesin mobil. Dia melepaskan sabuk pengamannya dan keluar dari mobil, berjalan ke arah Hazel.Dia berkata kepada Winda, "Winda, ada yang ingin aku sampaikan sama Hazel sebentar.""Ah, ya. Aku paham. Aku nggak akan mengganggu dunia kalian berdua!"Winda sangat berterus terang, bahkan tanpa menunggu persetujuan Hazel, dia berbalik dan naik ke atas.Hazel berdiri diam, mendongak untuk menatap Sergio dan bertanya dengan curiga, "Om, apa yang mau kamu katakan?"Menatap matanya yang jernih dan polos, tatapan Sergio tiba-tiba berubah kesal."Apa cuma Winda saja yang kamu pedulikan?"Hazel terdiam, lalu menyadari kalau Sergio cemburu.Dia tertawa pelan, nadanya penuh ketidak berdayaan, "Tuan Sergio, rasa cemburumu sudah meluap dan melayang ke mana-mana.""Ini karena ada wanita yang nggak
"Baiklah, aku akan masuk ke dalam.""Hmm." Sergio berdehem mengiakan, tetapi tangan yang berada di pinggang Hazel tidak terlihat akan terlepas.Dia mendekat, napasnya yang panas membasahi pipi Hazel, membanjiri mereka dengan rasa panas yang tak terlukiskan.Hazel tersipu. Kedua tangannya mendorong dada Sergio, mencoba membuatnya sedikit menjauh."Kalau begitu aku pergi?""Ya, pergilah."Sergio melambaikan tangannya ke arah Hazel dan berdiri diam, memperhatikannya pergi.Baru setelah pintu lift tertutup dan sosok Hazel menghilang, dia kembali masuk ke dalam mobilnya dan melaju keluar dari lingkungan perumahan Winda....Hazel menaiki tangga dan melihat kalau Winda membiarkan pintu terbuka khusus untuknya. Dia bergegas masuk ke dalam, berganti pakaian dengan sandal yang biasa dia kenakan dan menuju ke dalam.Tiba-tiba, sebuah tangisan yang tertahan terdengar, tangisan yang membawa rasa sedih dan sakit yang mendalam.Hazel mempercepat langkahnya dan menuju ke kamar Winda. Dia mendapati Wi
Hati Hazel juga penuh dengan ketidak berdayaan. Dia tidak menyangka Yudhis akan bersikap sekejam ini.Dia berpikir sejenak, lalu bertanya, "Winda, apa kamu akan mempertahankan anak ini?"Winda memejamkan mata dan terdiam, dengan air mata yang masih menggantung di sudut matanya. Dia seperti terperangkap dalam belenggu emosi negatif dan tidak bisa melepaskan diri.Dia yang seperti ini membuat Hazel khawatir.Hazel menyentuh wajahnya dan mengulangi pertanyaannya tadi, "Winda, apa yang akan kamu lakukan dengan anak ini?"Winda kembali tersadar dari lamunannya dan menatap Hazel. Kemarahan dan keputusasaan yang dia rasakan masih tersisa di mata indahnya.Ketika dia bereaksi terhadap apa yang ditanyakan Hazel, bibirnya tertarik membentuk senyuman pahit. "Entahlah, sekarang pikiranku sangat berantakan. Aku nggak tahu harus berbuat apa.""Ya, jangan dipikirkan kalau memang kamu sendiri masih belum memutuskan. Bukankah kamu lagi cari kerjaan? Malam ini kita jangan bicarakan masalah percintaan, b
Topik pembicaraan yang terjalin di antara ketiganya cukup beragam, tetapi tidak ada yang dibicarakan sampai tuntas dan utuh.Sergio menggelengkan kepalanya tanpa daya. Melihat Rafael terus menenggak minumannya, dia langsung merebut gelas di tangannya. "Jangan minum lagi. Mana puas minum sendirian.""Sergio, hatiku sakit!" Rafael bersandar di sofa, menunjukkan ekspresi sedih di wajahnya.Hati Sergio melunak dan dia bertanya lagi, "Apa yang terjadi sampai membuat seorang Rafael yang selalu optimis jadi seterpuruk ini?"Kepala Rafael perlahan terkulai ke bawah, jarang-jarang rambutnya tidak ditata rapi. Penampilannya yang seperti ini terlihat kalem, tetapi pada saat yang sama, entah kenapa malah membuatnya terlihat lebih menyedihkan.Vexal dan Sergio sama-sama menatapnya, menunggu jawabannya dengan sabar.Siapa pun yang mengenal Rafael dengan baik pasti tahu kalau dia adalah orang yang paling tidak bisa menyembunyikan apa pun.Jadi, jika mereka ingin mengetahui sesuatu, yang harus mereka
Sergio sedikit mengerutkan kening, lalu bertanya, "Wanita seperti apa? Apa kita berdua pernah bertemu dengannya? Kenapa aku nggak pernah dengar kamu bahas soal dia?"Mata Rafael berkilat. Dia tergagap, tidak berani menyebutkan nama wanita itu. "Kamu ... sepertinya nggak kenal sama dia. Intinya aku lagi patah hati dan hatiku sakit. Aku nggak akan pulang kalau belum mabuk."Sergio terdiam cukup lama, lalu bertanya, "Selama ini kamu terus gonta-ganti pasangan, tapi aku belum pernah lihat kamu kayak gini."Vexal mengangguk setuju, "Ya, aku juga belum pernah lihat kamu sampai begini."Setelah itu, Vexal mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, lalu mengarahkannya ke Rafael.Rafael menyadari niat Vexal, lalu mendongak sambil bertanya bingung, "Kamu mau apa?"Vexal menjawab, "Foto buat kenang-kenangan. Jarang-jarang kamu sampai begini, jadi harus diabadikan."Sahabat yang baik adalah sahabat yang menyimpan banyak hal buruk tentang sahabatnya, lalu menertawakannya sampai puas.Rafael, "..."Apa V
Benar-benar biadab!Tidak bisa! Dia tidak bisa membiarkan masalah ini berlalu tanpa membalaskan dendam!Sergio melirik Rafael dengan penuh pemikiran....Hazel dan Winda terjaga hampir sepanjang malam. Sudah lama sekali mereka tidak berbaring di ranjang yang sama. Mereka mengobrol sepanjang malam, mulai dari pekerjaan hingga drama terbaru yang mereka sukai, gosip hiburan, tas dan perhiasan baru ....Hingga subuh, keduanya akhirnya tidak bisa menahan kantuk dan beristirahat sejenak.Begitu alarm jam berbunyi, dia pun terbangun, tidak lupa membangunkan Winda yang masih tertidur. "Winda, bangun! Nanti kamu telat ke kantornya."Dia sendiri juga harus menghadiri rapat pagi!Winda mengiakan pelan dan tubuhnya sedikit bergerak, tetapi tertidur kembali.Hazel tertawa getir, lalu menariknya dengan paksa. "Jangan tidur lagi, kamu harus kerja! Jangan sampai gajimu dipotong karena terlambat!"Begitu mendengar kata gaji, Winda langsung membuka matanya dan pergi mandi. Dia membawa tasnya dan bergega
Sergio yang mendengar itu langsung menoleh ke arah Hazel, lalu bertanya dengan alis terangkat, "Bicara apa?""Bicara soal pekerjaan. Kemampuannya memang di atas rata-rata, tapi akan sangat bahaya kalau tetap mempertahankannya."Hingga kini, Hazel tidak tahu apa yang diinginkan Yudhis sebenarnya.Kehadirannya adalah sebuah bom waktu.Bom waktu yang bisa meledak kapan saja.Daripada terus menerus berada dalam keadaan waspada setiap hari, lebih baik mengambil inisiatif dan memaksa Yudhis untuk mengungkapkan niat dan tujuannya yang sebenarnya.Sergio mengangguk mengizinkan, "Boleh saja. Kamu bisa putuskan apa pun yang kamu inginkan, tapi usahakan jangan cuma berdua saja. Orang ini punya kepribadian yang nggak bisa ditebak.""Ya, aku akan mengingatnya."Hazel mengangguk pelan.Ketika melewati toko yang menjual sarapan, Sergio menghentikan mobilnya dan keluar untuk membeli sarapan, menyerahkannya kepada Hazel untuk dimakan.Hazel yang diperlakukan seperti ini hatinya langsung menghangat, mer