Beranda / Romansa / Hati yang Kau Sakiti / Bab 2 : Kenyataan Pahit

Share

Bab 2 : Kenyataan Pahit

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-23 15:07:56

Tangannya sudah bergetar, tapi Kiran mencoba memberanikan diri untuk tetap membuka pesan tersebut. Untung saja, ponsel itu tidak terkunci, sehingga ia bisa membaca semua isi percakapan yang ada. Selama ini, Kiran memang tak pernah membuka ponsel suaminya karena ia percaya sepenuhnya pada Arka. Tapi kepercayaannya kini hancur berkeping-keping ketika ia melihat pesan tersebut.

Tubuh Kiran bergetar hebat, dadanya terasa sesak, kakinya begitu rapuh dalam berpijak hingga ia jatuh ke lantai yang dingin. Semua pesan itu membuatnya begitu terpukul. Bagaimana tidak, kontak yang memiliki foto profil seorang anak kecil yang begitu mirip dengan suaminya itu menyita perhatiannya.

“Siapa anak kecil ini? Kenapa dia begitu mirip dengan Mas Arka?”

Hati Kiran berdenyut nyeri. Terlebih, Arka menyimpan nomor ponsel itu dengan panggilan ‘Ay.’ Kiran merasa dunia di sekitarnya runtuh. Air mata mulai mengalir deras di pipinya, mengaburkan pandangannya. Setiap pesan yang terbaca seolah menambah beban di hatinya.

“Kiran!” Kiran terkesiap ketika Arka memanggilnya.

“Kiran, apa kamu mendengarku? Sabun di kamar mandi habis, bisa kamu ambilkan?!” Arka berteriak dari dalam kamar mandi.

Kiran yang mendengar itu langsung mengusap air matanya dengan kasar. Ia lalu meletakkan ponsel Arka di atas meja lagi. “Iya, sebentar,” jawabnya, suaranya terdengar begitu dingin.

Wanita itu segera beranjak, berjalan menuju lemari tempat penyimpanan sabun. Setelah berada di depan lemari, ia membuka lemari itu dan mengambil sabun cair, lalu menutup lemari itu lagi dan berjalan ke arah kamar mandi. “Ini sabunnya.”

Arka membuka pintu sedikit, lalu meraih sabun yang ada di tangan Kiran. “Terima kasih.”

Setelah Arka menutup pintu lagi, Kiran menyandarkan tubuhnya di tembok. Ia masih memikirkan siapa orang yang mengirim pesan tersebut kepada suaminya. Kiran tak pernah membayangkan bila suaminya itu berselingkuh di belakangnya, terlebih selama ini Kiran selalu percaya kepada suaminya.

Sepuluh menit telah berlalu. Arka keluar dari kamar mandi sembari mengusap rambut basahnya menggunakan handuk. “Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu masih berdiri di situ?” tanya Arka ketika melihat Kiran hanya terdiam sambil bersandar di tembok.

Kiran tak menjawab, ia hanya memperhatikan suaminya yang berjalan ke arah meja. Tiba-tiba suara panggilan dari ponsel Arka terdengar. Arka segera mengambil ponselnya, ia terkesiap ketika tahu siapa yang menghubunginya. “Aku angkat telepon dulu,” kata Arka sambil menoleh ke arah Kiran.

“Kenapa tidak mengangkatnya di sini saja, Mas?” usul Kiran, ketika melihat suaminya hendak pergi.

Arka menoleh sejenak ke arah ponsel itu, lalu ia pun menganggukkan kepalanya. “Baiklah.”

Arka pun mengangkat panggilan telepon tersebut. “Halo.”

“Mas, Cleo sedang demam, kamu harus ke sini sekarang juga.” Suara wanita di seberang telepon terdengar cemas.

“Oh, baiklah, aku akan ke sana sekarang.”

Setelah berkata seperti itu, Arka langsung mematikan sambungan teleponnya.

“Siapa yang menelepon, Mas?” selidik Kiran sambil menatap suaminya tajam.

“Tiba-tiba ada urusan di kantor,” jawab Arka.

“Tapi kamu baru pulang ke rumah, apa kamu akan pergi lagi?”

“Ya, urusannya mendadak, tidak bisa dibatalkan,” kata Arka sembari mengambil jaket dan kunci mobilnya dari gantungan.

Kiran memandang suaminya dengan tatapan penuh curiga. “Apa urusan kantor yang mendadak itu, Mas? Kenapa terdengar begitu mendesak?”

Arka terdiam sejenak, ia mencari kata-kata yang tepat agar istrinya tak curiga. “Ada masalah penting yang harus segera diselesaikan. Aku harus menemui klien yang sedang mengalami situasi darurat. Ini tidak bisa ditunda.”

Kiran hanya mengangguk pelan, meski hatinya masih dipenuhi oleh keraguan. “Baiklah, hati-hati di jalan, Mas.”

Arka mengangguk, sebelum pergi, ia mengecup singkat kening Kiran terlebih dahulu. “Aku pergi dulu. Kamu jangan begadang terus, tidak baik untuk kesehatanmu.”

Setelah Arka pergi dari hadapannya, Kiran kembali merasakan sesak di dadanya. “Kamu sudah berani berbohong kepadaku, Mas.”

Kiran segera berjalan ke arah nakas untuk mengambil kunci mobilnya yang ia simpan di laci nakas. Wanita itu berencana untuk mengikuti ke mana suaminya akan pergi.

Setelah ia berhasil mendapatkan kunci mobilnya, Kiran segera berlari mengejar suaminya yang sudah pergi terlebih dulu, tepat ketika sudah di depan mobil, Kiran langsung memasuki mobil. Tangannya bergetar ketika menyalakan mesin mobil, ia mengintip keluar jendela untuk memastikan bahwa Arka sudah cukup jauh di depan. Perlahan, ia mengikuti mobil suaminya dari belakang, dan berusaha menjaga jarak agar tidak ketahuan.

Selama perjalanan, perasaan Kiran begitu gelisah. Ia berharap apa yang ada dipikirannya itu tidaklah benar. Namun, keraguan dan kecurigaan terus menghantui pikirannya. Air mata kembali mengalir di pipinya saat ia membayangkan kemungkinan terburuk.

“Mas, aku hanya berharap kamu tidak mengkhianatiku.” Kiran mengusap air matanya yang terus mengalir, ia kembali fokus mengendarai mobilnya lagi.

Hatinya berdebar kencang saat melihat Arka berbelok ke jalan yang tak biasa mereka lewati. Kiran mencoba tetap tenang dan fokus, mengikuti setiap gerakan mobil suaminya dengan hati-hati. Ia berharap ini semua hanya mimpi buruk yang akan segera berakhir.

Namun, ketika Arka berhenti di depan sebuah rumah yang asing baginya, Kiran merasa nyeri yang mendalam di hatinya. Ia melihat seorang wanita keluar dari rumah tersebut, sambil menggendong seorang anak kecil yang tampak sakit.

Kiran melihat suaminya, Arka, keluar dari mobil dan segera menghampiri mereka. Wanita itu mencengkram setir mobil begitu erat ketika menyaksikan suaminya berbicara dengan wanita lain begitu akrab. “Siapa wanita itu? Kenapa mereka terlihat begitu dekat?”

Ketika Arka mengambil anak kecil itu dan membawanya masuk ke dalam rumah, Kiran merasa seluruh dunianya runtuh. Air mata tak terbendung lagi. Kenyataan pahit ini begitu menghancurkan hatinya. Semua harapan dan kepercayaannya pada Arka seakan musnah dalam sekejap.

Kiran memberanikan diri untuk keluar dari mobil. Ia hanya ingin memastikan apa yang sebenarnya suaminya lakukan di dalam sana. Setibanya di depan pintu rumah, Kiran mulai menguping pembicaraan mereka.

“Kenapa tubuh Cleo panas sekali?” tanya Arka, yang terlihat begitu khawatir.

“Aku juga tidak tahu, Mas. Aku sudah membeli obat dari apotek, tapi suhu panasnya belum turun juga. Apa sebaiknya kita bawa Cleo ke rumah sakit saja? Aku takut terjadi apa-apa sama Cleo.”

“Baiklah, kita ke rumah sakit sekarang. Kamu siap-siap dulu.”

“Baik, Mas.”

Arka meletakkan anak kecil itu di atas sofa. Ia mengelus wajah anak kecil yang masih berumur sekitar satu tahun itu. “Ada apa dengan anak papa ini? Kenapa suhu tubuhmu panas sekali, hm?”

Deg!

Jantung Kiran terasa diremas hebat ketika mendengar perkataan Arka. Air matanya jatuh membasahi pipinya. Ia tak menyangka semua ini akan terjadi padanya. Kiran begitu terpukul mendengar kenyataan ini, ia merasa begitu rapuh dan hancur secara bersamaan.

“Apa yang aku dengar tadi?” Kiran bertanya dalam kebingungan, ia melangkah mundur. Namun, kakinya tak sengaja menjatuhkan pot yang ada di lantai.

Praakk!

“Mas, suara apa itu?” tanya wanita yang ada di dalam rumah.

“Aku juga tidak tahu, mungkin kucing,” ujar Arka. Ia berdiri dan berjalan ke arah luar, diikuti oleh wanita yang ada di belakangnya.

Ketika pintu berhasil dibuka, Arka terkejut ketika melihat Kiran yang ada di sana. “Kiran ….”

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Rupanya sudah punya anak dari perempuan lain hingga kehamilan kiran disuruh digugurkan
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
suami macam apa km arka, anak dr kiran km suruh gu2rin sedang anak dr wanita lain km sayangi
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
kejam anaknya dgn kiran syruh aborsi punya anak dgn jalangnya semoga ancur karir rezekinya berikut jalangnya dan laki itu sendiri,cerai kiran pergi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 3 : Kehadiran Orang Ketiga

    “Kiran.” Bibir Arka bergetar ketika memanggil nama istrinya.Kiran tersenyum, menatap suaminya yang sudah berada tepat di hadapannya. “Mas, apa kamu sudah bertemu dengan klien-mu? Tadi kamu pamit padaku, kamu bilang kamu ingin bertemu dengan klien, ‘kan?” Kiran menatap ke arah wanita yang ada di samping suaminya. “Apa dia klien-mu, Mas?”“Kiran, aku .…”Kiran segera menyela perkataan Arka, meski hatinya begitu sesak seperti ditusuk ribuan jarum. “Oh iya, Mas, tadi aku juga melihat kamu menggendong seorang anak kecil. Dan kenapa aku mendengar kamu bilang ‘anak papa’? Siapa anak itu, Mas?” Jujur saja, kiran sudah tak mampu lagi untuk menatap suaminya, bibirnya memang tersenyum, tapi hatinya sudah menjerit ingin berteriak. “Ayo jawab aku, Mas. Kenapa kamu hanya diam?”Arka meraih tangan Kiran, rasa bersalah dan ketakutan sudah memenuhi hatinya. Satu hal yang sangat ia takutkan akhirnya terjadi juga.“Kiran ....”“Aku tidak mau kamu terus berbohong kepadaku, Mas. Aku ingin kamu jujur.” K

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-23
  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 4 : Penyesalan Maria

    Kiran berhenti di depan Arka, sambil mengangkat balok itu sedikit, dan menatap Arka dengan intens. “Kamu bilang tagihan-tagihan itu yang membuatmu pusing, kan? Aku akan membuat semuanya lebih mudah untukmu. Kamu tidak perlu memikirkan apa pun lagi.” Arka mundur satu langkah, matanya melebar ketakutan saat melihat Kiran sudah mengangkat balok itu ke arahnya. “Kiran, tenang. Tidak perlu sampai seperti ini. Kita bisa bicara baik-baik.”Kiran tak mendengarkan perkataan Arka, ia tetap mengangkat balok tersebut, dan melayangkannya ke arah Arka. Arka segera menghindar sambil memejamkan matanya, lelaki itu terlihat begitu takut.Crashh!Namun, ternyata Kiran memukul mobil suaminya. Suara kaca yang pecah menggema di malam yang dingin. Kiran meluapkan semua rasa sakit hatinya dengan terus memukul mobil Arka.“Kiran!” Arka berteriak, ia terkejut dan panik ketika Kiran merusak mobil barunya. “Hentikan, apa yang kamu lakukan!”Kiran tidak menggubris teriakan suaminya, ia terus memukul mobil Arka

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-23
  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 5 : Ingin Berpisah

    “Arga, adikmu ... adikmu, Arka ...” Maria tidak bisa melanjutkan kalimatnya, suaranya seakan tersendat di kerongkongan. Arga segera mendekati ibunya, sepasang tangannya terulur menyentuh bahu ibunya yang bergetar hebat. “Ma, tenang dulu. Tolong jelaskan, apa yang sebenarnya terjadi?” Maria mencoba mengangkat wajahnya lagi, menatap ke arah putra sulungnya, Arga, yang sudah ada di hadapannya. “Adikmu, Arka, dia sudah mengkhianati Kiran, dia sudah memiliki anak dengan perempuan lain.” Deg! Mata Arga melebar mendengar pengakuan ibunya. “Apa?” Arga segera menoleh ke arah Arka yang masih berdiri di belakangnya. “Arka, apa yang dikatakan Mama itu benar?” Arka mengangguk perlahan, menatap kakaknya yang sudah menatapnya dengan nyalang. “Iya, aku ... aku telah membuat kesalahan besar.” Arga merasa darahnya mendidih mendengar pengakuan adiknya. Ia tidak percaya bahwa Arka, yang selama ini ia anggap sebagai pria yang bertanggung jawab, bisa melakukan hal sekeji ini. Ia begitu sangat ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-23
  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 6 : Rumah Sakit yang Sama

    "Ya Allah, Kiran, bangun, Sayang. Apa yang terjadi denganmu? Kenapa kamu melakukan ini semua?" Maria begitu panik ketika melihat Kiran menenggelamkan tubuhnya di bathtub. Ia pun mencoba menarik tubuh Kiran agar keluar dari air. "Arga! Arga, cepat kemari!" "Ada apa, Ma?" Arga bertanya ketika sudah berada di dekat Maria. "Tolong bantu mama angkat Kiran!" Arga melihat ke arah Kiran yang masih berada di bathtub. "Kiran kenapa, Ma?" "Kiran tidak sadarkan diri, Arga. Cepat, angkat dia!" Arga yang ikut panik segera mengangkat tubuh Kiran dengan hati-hati agar ia tak terpleset oleh lantai yang licin. Arga meletakkan tubuh Kiran di atas kasur yang empuk, sambil merapikan rambut basahnya yang masih berantakan. "Kiran, bangunlah!" Arga sudah mencoba menepuk wajah Kiran dengan pelan, tapi Kiran tak kunjung bangun. Melihat wajah Kiran yang pucat pasi, Arga menjadi begitu khawatir. Ia takut terjadi apa-apa dengan adik iparnya itu, terlebih Kiran sedang hamil. "Arga, cepat panggil

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-08
  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 7 : Kepergian Kiran

    "K-Kami sedang ... menemani Cleo yang sedang sakit," jawab Arka gugup. Ia berusaha tetap tenang meski tatapan Arga begitu nyalang padanya. "Huh, jadi dia wanita selingkuhan kamu?" Arga menatap ke arah Lita yang ada di sebelah adiknya. Lita merasa tersudut, tubuhnya sudah bergetar, wanita yang mengenakan kemeja putih itu merasa gugup ketika Arga menatapnya begitu tajam seakan ingin menelannya hidup-hidup, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Saya Lita, Kak Arga. Saya ... ibu dari Cleo." "Jadi benar, kamu selingkuh dengan dia, Arka?" selidik Arga mengangkat tagannya, menunjuk ke arah Lita. "Apa kamu sudah gila?" "Kak, tolong jangan buat keributan di sini. Cleo sedang sakit, dia butuh ketenangan." Arka berusaha menenangkan situasi di mana kakaknya sudah tersulut emosi. "Aku tidak peduli!" Arga membentak. "Kamu sudah menghancurkan pernikahanmu sendiri, kamu mengkhianati Kiran! Apa kamu tidak punya rasa malu sedikit pun?" "Aku tahu, Kak. Aku tahu aku sudah melakukan kesalahan b

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-08
  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 8 : Mencari Kiran

    Maria baru tiba di depan ruang tempat Kiran dirawat dan langsung melihat ke arah Arga yang tampak sangat khawatir. Dia segera menghampiri putranya itu. "Ada apa, Arga?" tanya Maria begitu berada di hadapan anak sulungnya. "Ma, Kiran tidak ada di kamarnya," jawab Arga dengan suara gemetar, wajah tampannya terlihat begitu gelisah. Maria terkejut dan panik mendengar pengakuan putranya. "Bagaimana bisa Kiran tidak ada di kamarnya? Mama sudah menyuruh kamu untuk menjaganya, Arga!" tegas Maria dengan nada tinggi, ia begitu kesal kepada anaknya itu. "Maaf, Ma ...." Arga hanya bisa tertunduk mendengar teguran ibunya. Ia merasa bersalah karena telah lalai menjaga Kiran, yang beberapa hari terakhir ini kondisinya sangat tidak baik. Terutama setelah pengkhianatan yang dilakukan oleh Arka terhadap Kiran. Pengkhianatan itu membuat Kiran terus mencoba menyakiti dirinya sendiri, sampai kini ia kabur entah ke mana. "Dari tadi Mama sudah bilang sama kamu untuk menjaga Kiran. Kenapa kamu begitu

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09
  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 9 : Selamat Tinggal

    "Mas, dari tadi aku mencari kamu. Cleo sudah lebih membaik sekarang," kata Lita sambil menghampiri Arka. Maria menatap remeh ke arah wanita yang ada di samping anaknya itu. Sekarang, ia bisa melihat wajah dari wanita yang telah menghancurkan keluarganya. "Oh, jadi kamu wanita pelakor itu!" hardik Maria sambil menatap Lita dengan tajam. Lita terlihat gugup ketika menerima hinaan dari wanita yang ada di depannya. Ia tidak tahu bahwa sedari tadi Arka bersama dengan ibunya, Maria. "Maaf, Bu...," ujarnya dengan suara bergetar. "Maaf? Kamu pikir maafmu itu cukup? Kamu menghancurkan pernikahan anakku, menghancurkan hati menantuku, dan sekarang kamu dengan santainya datang ke sini? Kamu tidak punya rasa malu!" sergah Maria, emosinya sudah tak dapat dibendung lagi. "Ma, tolong jangan seperti ini. Ini bukan salah Lita sepenuhnya. Aku yang bertanggung jawab," Arka mencoba menengahi, ia berdiri di antara ibunya dan Lita. "Jangan membela dia, Arka! Kamu tahu persis apa yang telah kamu l

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09
  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 10 : Rasa Takut

    Kiran berdiri di tepi jembatan, memegang erat besi pembatas. Pakaiannya yang masih mengenakan seragam pasien rumah sakit tampak kusut dan rambutnya berantakan. Matanya memandang kosong ke arah sungai yang mengalir deras di bawah. Arga, yang kebetulan melihatnya dari kejauhan, berlari secepat mungkin ke arah adiknya itu. "Kiran! Apa yang kamu lakukan di sana? Ayo, cepat turun!" teriak Arga dengan suara yang begitu panik sambil terus berlari mendekati Kiran. Kiran yang mendengar suara bariton Arga, ia segera menoleh. Tangannya yang menggenggam erat besi pembatas mulai merenggang, namun sebelum ia sempat melepaskan diri, Arga berhasil meraih tangannya."Kiran, apa yang ingin kamu lakukan?!" "Lepasin, Kak! Lepasin aku! Aku ingin mati saja," teriak Kiran sambil mencoba melepaskan genggaman Arga. "Kiran, apa yang ada di dalam pikiranmu? Apa kamu akan membunuh dirimu sendiri hanya karena Arka? Apa kamu akan menyerah begitu saja? Apa kamu akan merelakan Arka untuk wanita itu? Apa kamu

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-10

Bab terbaru

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 125 : Happy Wedding (Tamat)

    Clarissa berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya yang begitu mempesona. Ia mengenakan gaun putih yang elegan, berpotongan simple dengan renda-renda halus yang menghiasi bagian bawah gaun. Rambutnya digelung ke belakang dengan rapi, dihiasi dengan jepit mutiara kecil. Penampilannya pun begitu sangat menawan. Hari ini adalah hari istimewa bagi Clarissa, karena orang tuanya akan menikah. Rasa bahagia tak bisa disembunyikan dari matanya yang berbinar. Ia berputar sedikit di depan cermin, mencoba melihat penampilannya dari segala sisi. "Aku cantik tidak?" tanyanya, sambil tersenyum lebar. Noah dan Cleo yang berada di belakangnya segera mengangguk. "Cantik sekali! Kamu kelihatan seperti bidadari yang sering aku lihat di TV," puji Cleo begitu kagum. "Terima kasih, Cleo," balas Clarissa sambil tertawa kecil. Noah dan Cleo juga tampil tak kalah menarik. Mereka mengenakan setelan jas hitam dengan kemeja putih, lengkap dengan dasi kupu-kupu yang terikat rapi di leher mereka. Cleo me

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 124 : Rencana Clarissa

    Setibanya di kamar, ketiga anak itu duduk di sofa dengan ekspresi bingung. Clarissa menghela napas pelan dan berkata, "Sepertinya Mommy dan Daddy terus saja bertengkar." Cleo mengangguk setuju, lalu bertanya, "Terus, kita harus ngapain?" Clarissa mengangkat bahu dengan polos. "Aku juga nggak tahu." Tiba-tiba, Noah tersenyum. "Gimana kalau kita buat Papa dan Mama baikan lagi?" usulnya. "Gimana caranya?" tanya Cleo bingung. Clarissa menggaruk kepalanya, seolah berpikir keras. "Ayo kita berpikir dulu." Mereka bertiga pun langsung terdiam, memutar otak mencari cara terbaik untuk menyatukan Kiran dan Arga. Setelah beberapa saat, wajah Clarissa tiba-tiba tersenyum lebar. "Aha! Aku punya ide!" "Apa?" tanya Noah dan Cleo serempak. Kedua lelaki itu pun langsung melihat ke arah Clarissa yang ada di tengah-tengah mereka. Clarissa langsung merangkul Noah dan Cleo. "Sini, aku bisikin," katanya sambil berbisik di telinga mereka. Setelah mendengar rencana Clarissa, Noah dan Cleo

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 123 : Pertengkaran Kiran & Arga

    Kiran menghentikan langkahnya dan berjongkok di depan Cleo yang masih menangis. Dengan lembut, ia menghapus air mata anak kecil itu. "Sayang, Mama sedang sakit. Kita doakan saja biar Mama cepat sembuh, ya. Supaya nanti Mama bisa berkumpul lagi dengan kita." Cleo mengangguk kecil sambil sesegukan. "Iya, Tante. Cleo selalu doain Mama pas salat, biar Mama bisa cepat sembuh." Kiran tersenyum dan mengelus kepala Cleo dengan gemas. "Anak pintar. Sudah, jangan nangis lagi, ya. Tante tahu kamu anak yang kuat." Cleo menatap Kiran dengan wajah yang masih terlihat sedih. "Tante, aku mau pulang ke rumah. Papa sudah jarang sekali tinggal di rumah. Aku rindu." Kiran tertegun mendengar permintaan Cleo. Ia tahu bahwa selama ini Arka memang lebih sering tinggal di rumah almarhum orang tuanya, jarang pulang ke rumahnya sendiri. Bahkan, Cleo sering merasa kesepian karena rumah itu hanya menyisakan kenangan masa lalu. "Baiklah, kalau begitu, kita akan pulang ke rumah," jawab Kiran sambil tersen

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 122 : Menemui Lita

    Kiran melihat Cleo berdiri sendirian di balkon apartemen, bocah kecil itu tampak termenung, tatapannya juga terlihat kosong. Ia mulai berjalan ke arah Cleo. "Cleo." Cleo terkesiap mendengar suara Kiran. Ia segera menghapus air mata yang sempat jatuh di pipinya, lalu menoleh ke arah Kiran yang kini berdiri di sampingnya. "Tante …," sahut Cleo pelan. "Kamu sedang apa sendirian di sini? Kenapa tidak main sama Noah dan Clarissa?" Kiran bertanya sambil tersenyum tipis. Cleo menggeleng pelan. "Tidak, Tante. Aku hanya sedang sedih." "Sedih?" Kiran berjongkok agar bisa sejajar dengan Cleo. "Kenapa, Sayang?" Cleo menarik napas panjang sebelum menjawab, "Iya, Tante. Aku sedih … sekarang aku gak punya siapa-siapa lagi. Papa udah gak ada. Nenek udah pulang ke kampung, dan Mama masih di rumah sakit." Kiran merasakan hatinya pilu mendengar kata-kata itu. Bi Sri, neneknya Cleo sekaligus orang yang bekerja di rumah Maria, juga sudah kembali ke kampung halaman karena usianya yang suda

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 121 : Kehilangan

    Air mata Kiran jatuh menggelinding meninggalkan jejak di wajahnya, mengalir begitu saja tanpa permisi. Lututnya terjun bebas mendarat di tanah, dadanya terasa sesak, terasa perih seperti ditusuk ribuan jarum. "Kenapa … kenapa harus kamu?" Hiks! James menghampiri Kiran, lalu meletakkan tangannya di bahu putrinya, memberikan sedikit kekuatan di tengah kesedihannya. Ia tahu, putrinya pasti akan terpuruk melihat seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya kini telah berpulang. "Arka ingin memberikan kesempatan kedua untukmu, Kiran. Dia ingin kamu tetap bisa melihat dunia," ujar James dengan suara yang terdengar berat. "Tapi kenapa Arka … kenapa dia melakukan ini, Pa?" Suara Kiran begitu serak, matanya masih tertuju pada nisan Arka. James menarik napas panjang sebelum menjawab, "Selama ini, Arka memiliki penyakit jantung. Dokter sudah lama memberitahunya bahwa kondisinya semakin memburuk dari hari ke hari. Ia mencoba bertahan sekuat tenaga. Tapi pada akhirnya, ia tahu waktunya tidak

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 120 : Batu Nisan

    Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Kiran dan keluarganya. Setelah beberapa minggu menunggu, akhirnya dokter akan melepas perban di mata Kiran. Mereka semua menanti hasil dari operasi transplantasi yang menentukan penglihatan Kiran kembali. Dokter masuk sambil tersenyum ramah. "Baiklah, Kiran. Kita akan mulai melepas perbanmu sekarang. Cobalah untuk rileks, ya." Kiran mengangguk. Akan tetapi tubuhnya sudah bergetar, ia takut bila semuanya akan sia-sia, tapi ia juga berharap bila penglihatannya kembali normal lagi. Clarissa yang berdiri di samping tempat tidur, menggenggam tangan ibunya dengan erat. Sementara James dan Kinanti berdiri di belakang mereka, wajah mereka begitu gelisah, hanya berharap bila semuanya akan baik-baik saja, dan putrinya kembali bisa melihat. Perban perlahan dilepas, lapis demi lapis, hingga akhirnya dokter berhenti dan menatap Kiran serius. "Coba perlahan buka matamu, Kiran. Jangan khawatir, cahaya mungkin akan terasa sedikit menyilaukan di awal.

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 119 : Donor Mata

    "Kita … kita harus segera mencari donor, Dok. Apa pun yang bisa dilakukan, kami akan lakukan. Tolong selamatkan Kiran." James berharap putrinya akan mendapatkan donor mata secepat mungkin, ia tak bisa membayangkan bila Kiran tak bisa melihat. Dokter mengangguk. "Kami akan berusaha sebaik mungkin, Pak. Kami juga akan mulai mencari donor yang cocok untuk segera dilakukan transplantasi mata," katanya sebelum kembali masuk ke dalam ruang gawat darurat. James dan Kinanti berdiri di depan pintu ruang perawatan dengan perasaan yang bercampur aduk, berharap ada keajaiban yang bisa menyelamatkan penglihatan putri mereka. Tubuh James terasa lemas saat mendengar kondisi Kiran yang begitu kritis. Kakinya hampir tak kuat menopang tubuhnya, dan ia terpaksa bersandar pada dinding untuk menahan beban emosinya. Ia berharap putri semata wayangnya akan baik-baik saja, meski situasinya tampak begitu sulit. Di dalam hatinya, James terus berdoa agar ada keajaiban yang bisa menyelamatkan Kiran. Clari

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 118 : Kritis

    Aldo menyeringai dari balik kemudi mobilnya ketika melihat sosok wanita yang dikenalnya, Kiran. Wanita yang selama ini ia benci. "Jadi, kamu sudah kembali lagi, Kiran? Baguslah. Sekarang waktunya aku membalas dendam atas kematian Cintya dan juga atas apa yang terjadi pada Lita," gumamnya, sorot matanya menatap Kiran seperti api yang berkobar. Ia masih kesal ketika mengetahui adik sepupunya, Lita, dimasukkan ke rumah sakit jiwa, dan kondisi mentalnya semakin parah. Lima tahun lalu, Lita tertangkap basah oleh Arga ketika sedang mencoba membekap Maria. Tanpa belas kasih, Arka memasukan Lita begitu saja ke Rumah Sakit Jiwa. Sampai mental Lita sudah terlanjur kacau, terkadang dia menangis tanpa sebab, kadang juga tertawa seperti orang yang kehilangan akal. "Sekarang waktunya kamu untuk mati." Aldo berdesis seraya menancap pedal gas begitu kuat. Kiran yang sedang berjongkok di tepi jalan, ia terlalu sibuk memunguti barang belanjaannya yang berjatuhan, sampai ia tidak menyadari ada

  • Hati yang Kau Sakiti   Ba 117 : Tabrak Lari

    "Ayo, sini! Aku akan kenalkan kamu sama kakakku." Cleo tampak sangat bahagia ketika melihat ayahnya datang bersama seorang gadis kecil yang baru ia temui beberapa hari lalu. Wajah Cleo berseri-seri saat menarik tangan Clarissa menuju tempat kakaknya berada. "Kamu punya kakak?" Cleo mengangguk. "Iya, dia sedang main motor-motoran," jawab Cleo sambil menunjuk ke arah Noah yang sedang asyik bermain di arena permainan. Sesampainya di dekat Noah, Cleo langsung berhenti dan memanggilnya, "Kak Noah!" Noah menoleh saat mendengar suara Cleo dari samping. "Ada apa, Dek?" "Lihat, aku bawa siapa!" Cleo tersenyum lebar, seraya menunjuk seorang gadis mungil yang berdiri di sampingnya. Noah segera turun dari permainan dan melihat ke arah gadis kecil itu. "Dia siapa?" "Dia Clarissa, Kak." "Oh, jadi ini Clarissa yang sempat kamu bilang kemarin, ya?" Clarissa melirik ke arah Cleo. "Kamu ngomong apa tentang aku?" "Aku bilang kamu cantik." Perkataan Cleo membuat Clarissa sedikit tersipu malu.

DMCA.com Protection Status