Tangannya sudah bergetar, tapi Kiran mencoba memberanikan diri untuk tetap membuka pesan tersebut. Untung saja, ponsel itu tidak terkunci, sehingga ia bisa membaca semua isi percakapan yang ada. Selama ini, Kiran memang tak pernah membuka ponsel suaminya karena ia percaya sepenuhnya pada Arka. Tapi kepercayaannya kini hancur berkeping-keping ketika ia melihat pesan tersebut.Tubuh Kiran bergetar hebat, dadanya terasa sesak, kakinya begitu rapuh dalam berpijak hingga ia jatuh ke lantai yang dingin. Semua pesan itu membuatnya begitu terpukul. Bagaimana tidak, kontak yang memiliki foto profil seorang anak kecil yang begitu mirip dengan suaminya itu menyita perhatiannya.“Siapa anak kecil ini? Kenapa dia begitu mirip dengan Mas Arka?”Hati Kiran berdenyut nyeri. Terlebih, Arka menyimpan nomor ponsel itu dengan panggilan ‘Ay.’ Kiran merasa dunia di sekitarnya runtuh. Air mata mulai mengalir deras di pipinya, mengaburkan pandangannya. Setiap pesan yang terbaca seolah menambah beban di hatin
“Kiran.” Bibir Arka bergetar ketika memanggil nama istrinya.Kiran tersenyum, menatap suaminya yang sudah berada tepat di hadapannya. “Mas, apa kamu sudah bertemu dengan klien-mu? Tadi kamu pamit padaku, kamu bilang kamu ingin bertemu dengan klien, ‘kan?” Kiran menatap ke arah wanita yang ada di samping suaminya. “Apa dia klien-mu, Mas?”“Kiran, aku .…”Kiran segera menyela perkataan Arka, meski hatinya begitu sesak seperti ditusuk ribuan jarum. “Oh iya, Mas, tadi aku juga melihat kamu menggendong seorang anak kecil. Dan kenapa aku mendengar kamu bilang ‘anak papa’? Siapa anak itu, Mas?” Jujur saja, kiran sudah tak mampu lagi untuk menatap suaminya, bibirnya memang tersenyum, tapi hatinya sudah menjerit ingin berteriak. “Ayo jawab aku, Mas. Kenapa kamu hanya diam?”Arka meraih tangan Kiran, rasa bersalah dan ketakutan sudah memenuhi hatinya. Satu hal yang sangat ia takutkan akhirnya terjadi juga.“Kiran ....”“Aku tidak mau kamu terus berbohong kepadaku, Mas. Aku ingin kamu jujur.” K
Kiran berhenti di depan Arka, sambil mengangkat balok itu sedikit, dan menatap Arka dengan intens. “Kamu bilang tagihan-tagihan itu yang membuatmu pusing, kan? Aku akan membuat semuanya lebih mudah untukmu. Kamu tidak perlu memikirkan apa pun lagi.” Arka mundur satu langkah, matanya melebar ketakutan saat melihat Kiran sudah mengangkat balok itu ke arahnya. “Kiran, tenang. Tidak perlu sampai seperti ini. Kita bisa bicara baik-baik.”Kiran tak mendengarkan perkataan Arka, ia tetap mengangkat balok tersebut, dan melayangkannya ke arah Arka. Arka segera menghindar sambil memejamkan matanya, lelaki itu terlihat begitu takut.Crashh!Namun, ternyata Kiran memukul mobil suaminya. Suara kaca yang pecah menggema di malam yang dingin. Kiran meluapkan semua rasa sakit hatinya dengan terus memukul mobil Arka.“Kiran!” Arka berteriak, ia terkejut dan panik ketika Kiran merusak mobil barunya. “Hentikan, apa yang kamu lakukan!”Kiran tidak menggubris teriakan suaminya, ia terus memukul mobil Arka
“Arga, adikmu ... adikmu, Arka ...” Maria tidak bisa melanjutkan kalimatnya, suaranya seakan tersendat di kerongkongan. Arga segera mendekati ibunya, sepasang tangannya terulur menyentuh bahu ibunya yang bergetar hebat. “Ma, tenang dulu. Tolong jelaskan, apa yang sebenarnya terjadi?” Maria mencoba mengangkat wajahnya lagi, menatap ke arah putra sulungnya, Arga, yang sudah ada di hadapannya. “Adikmu, Arka, dia sudah mengkhianati Kiran, dia sudah memiliki anak dengan perempuan lain.” Deg! Mata Arga melebar mendengar pengakuan ibunya. “Apa?” Arga segera menoleh ke arah Arka yang masih berdiri di belakangnya. “Arka, apa yang dikatakan Mama itu benar?” Arka mengangguk perlahan, menatap kakaknya yang sudah menatapnya dengan nyalang. “Iya, aku ... aku telah membuat kesalahan besar.” Arga merasa darahnya mendidih mendengar pengakuan adiknya. Ia tidak percaya bahwa Arka, yang selama ini ia anggap sebagai pria yang bertanggung jawab, bisa melakukan hal sekeji ini. Ia begitu sangat ke
"Ya Allah, Kiran, bangun, Sayang. Apa yang terjadi denganmu? Kenapa kamu melakukan ini semua?" Maria begitu panik ketika melihat Kiran menenggelamkan tubuhnya di bathtub. Ia pun mencoba menarik tubuh Kiran agar keluar dari air. "Arga! Arga, cepat kemari!" "Ada apa, Ma?" Arga bertanya ketika sudah berada di dekat Maria. "Tolong bantu mama angkat Kiran!" Arga melihat ke arah Kiran yang masih berada di bathtub. "Kiran kenapa, Ma?" "Kiran tidak sadarkan diri, Arga. Cepat, angkat dia!" Arga yang ikut panik segera mengangkat tubuh Kiran dengan hati-hati agar ia tak terpleset oleh lantai yang licin. Arga meletakkan tubuh Kiran di atas kasur yang empuk, sambil merapikan rambut basahnya yang masih berantakan. "Kiran, bangunlah!" Arga sudah mencoba menepuk wajah Kiran dengan pelan, tapi Kiran tak kunjung bangun. Melihat wajah Kiran yang pucat pasi, Arga menjadi begitu khawatir. Ia takut terjadi apa-apa dengan adik iparnya itu, terlebih Kiran sedang hamil. "Arga, cepat panggil
"K-Kami sedang ... menemani Cleo yang sedang sakit," jawab Arka gugup. Ia berusaha tetap tenang meski tatapan Arga begitu nyalang padanya. "Huh, jadi dia wanita selingkuhan kamu?" Arga menatap ke arah Lita yang ada di sebelah adiknya. Lita merasa tersudut, tubuhnya sudah bergetar, wanita yang mengenakan kemeja putih itu merasa gugup ketika Arga menatapnya begitu tajam seakan ingin menelannya hidup-hidup, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Saya Lita, Kak Arga. Saya ... ibu dari Cleo." "Jadi benar, kamu selingkuh dengan dia, Arka?" selidik Arga mengangkat tagannya, menunjuk ke arah Lita. "Apa kamu sudah gila?" "Kak, tolong jangan buat keributan di sini. Cleo sedang sakit, dia butuh ketenangan." Arka berusaha menenangkan situasi di mana kakaknya sudah tersulut emosi. "Aku tidak peduli!" Arga membentak. "Kamu sudah menghancurkan pernikahanmu sendiri, kamu mengkhianati Kiran! Apa kamu tidak punya rasa malu sedikit pun?" "Aku tahu, Kak. Aku tahu aku sudah melakukan kesalahan b
Maria baru tiba di depan ruang tempat Kiran dirawat dan langsung melihat ke arah Arga yang tampak sangat khawatir. Dia segera menghampiri putranya itu. "Ada apa, Arga?" tanya Maria begitu berada di hadapan anak sulungnya. "Ma, Kiran tidak ada di kamarnya," jawab Arga dengan suara gemetar, wajah tampannya terlihat begitu gelisah. Maria terkejut dan panik mendengar pengakuan putranya. "Bagaimana bisa Kiran tidak ada di kamarnya? Mama sudah menyuruh kamu untuk menjaganya, Arga!" tegas Maria dengan nada tinggi, ia begitu kesal kepada anaknya itu. "Maaf, Ma ...." Arga hanya bisa tertunduk mendengar teguran ibunya. Ia merasa bersalah karena telah lalai menjaga Kiran, yang beberapa hari terakhir ini kondisinya sangat tidak baik. Terutama setelah pengkhianatan yang dilakukan oleh Arka terhadap Kiran. Pengkhianatan itu membuat Kiran terus mencoba menyakiti dirinya sendiri, sampai kini ia kabur entah ke mana. "Dari tadi Mama sudah bilang sama kamu untuk menjaga Kiran. Kenapa kamu begitu
"Mas, dari tadi aku mencari kamu. Cleo sudah lebih membaik sekarang," kata Lita sambil menghampiri Arka. Maria menatap remeh ke arah wanita yang ada di samping anaknya itu. Sekarang, ia bisa melihat wajah dari wanita yang telah menghancurkan keluarganya. "Oh, jadi kamu wanita pelakor itu!" hardik Maria sambil menatap Lita dengan tajam. Lita terlihat gugup ketika menerima hinaan dari wanita yang ada di depannya. Ia tidak tahu bahwa sedari tadi Arka bersama dengan ibunya, Maria. "Maaf, Bu...," ujarnya dengan suara bergetar. "Maaf? Kamu pikir maafmu itu cukup? Kamu menghancurkan pernikahan anakku, menghancurkan hati menantuku, dan sekarang kamu dengan santainya datang ke sini? Kamu tidak punya rasa malu!" sergah Maria, emosinya sudah tak dapat dibendung lagi. "Ma, tolong jangan seperti ini. Ini bukan salah Lita sepenuhnya. Aku yang bertanggung jawab," Arka mencoba menengahi, ia berdiri di antara ibunya dan Lita. "Jangan membela dia, Arka! Kamu tahu persis apa yang telah kamu l