Home / Romansa / Hati yang Kau Sakiti / Bab 7 : Kepergian Kiran

Share

Bab 7 : Kepergian Kiran

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"K-Kami sedang ... menemani Cleo yang sedang sakit," jawab Arka gugup. Ia berusaha tetap tenang meski tatapan Arga begitu nyalang padanya.

"Huh, jadi dia wanita selingkuhan kamu?" Arga menatap ke arah Lita yang ada di sebelah adiknya.

Lita merasa tersudut, tubuhnya sudah bergetar, wanita yang mengenakan kemeja putih itu merasa gugup ketika Arga menatapnya begitu tajam seakan ingin menelannya hidup-hidup, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Saya Lita, Kak Arga. Saya ... ibu dari Cleo."

"Jadi benar, kamu selingkuh dengan dia, Arka?" selidik Arga mengangkat tagannya, menunjuk ke arah Lita. "Apa kamu sudah gila?"

"Kak, tolong jangan buat keributan di sini. Cleo sedang sakit, dia butuh ketenangan." Arka berusaha menenangkan situasi di mana kakaknya sudah tersulut emosi.

"Aku tidak peduli!" Arga membentak. "Kamu sudah menghancurkan pernikahanmu sendiri, kamu mengkhianati Kiran! Apa kamu tidak punya rasa malu sedikit pun?"

"Aku tahu, Kak. Aku tahu aku sudah melakukan kesalahan besar, tapi tolong! Kakak harus tahu posisi. Ini rumah sakit, jangan membuat kekacauan di sini!"

"Kamu bilang aku membuat kekacauan? Bukannya kamu sendiri yang mengacaukan semua ini?! Kamu melakukan perselingkuhan dengan wanita ini dan membiarkan Kiran menderita! Suami macam apa kamu ini?!"

Arga tak habis pikir dengan adiknya itu, ia pikir Arka sedang bekerja atau apa, tapi ternyata dia sedang bersama dengan wanita lain. Alih-alih menjaga Kiran yang sakit.

Lita mencoba berbicara, "Kak Arga, tolong dengarkan. Kami juga tidak menginginkan ini terjadi. Kami hanya mencoba melakukan yang terbaik untuk Cleo."

"Jangan bicara padaku tentang melakukan yang terbaik! Apa kamu pikir ini yang terbaik? Menghancurkan rumah tangga orang lain?" sergah Arga, sambil menatap nyalang ke arah Lita.

"Kak, aku yang bersalah. Jangan salahkan Lita." Arka mencoba meredakan situasi. "Aku yang membuat keputusan yang salah."

"Ya, kamu memang bersalah, Arka. Dan sekarang, apa yang akan kamu lakukan? Kamu pikir dengan berdiri di sini dan meminta maaf, semuanya akan kembali normal?" Arga menatap adiknya, suaranya terdengar menghina.

"Aku tahu tidak mudah, Kak. Tapi aku ingin memperbaiki semuanya. Aku ingin Kiran memaafkanku, dan aku ingin menjaga Cleo."

"Memperbaiki? Kamu pikir semudah itu? Kiran hampir mati karena perbuatanmu!" Arga semakin marah, wajahnya sudah merah padam karena amarah.

Lita segera menyela perkataan Arga. "Kami sangat menyesal, Kak Arga. Kami hanya ingin mencari jalan keluar dari semua ini."

"Jalan keluar? Jalan keluar apa? Menikah dengan selingkuhanmu dan hidup bahagia? Kamu pikir itu solusi?" Arga mengejek Lita.

"Tidak, Kak. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku hanya tahu aku harus ada untuk Cleo dan mencoba memperbaiki hubungan dengan Kiran." Suara Lita terdengar putus asa.

Arga menghela napas panjang, mencoba meredakan amarahnya yang sudah membara, ia sudah muak melihat Lita, terutama melihat adiknya, Arka.

***

"Ma, bagaimana dengan Kiran? Apa dia sudah siuman?" tanya Arga, tepat ketika ia sudah berada di hadapan ibunya.

Maria mengangguk. "Kiran sudah siuman. Mama mau mengambil minum dulu, kamu tolong jaga Kiran sebentar, ya?"

"Baik, Ma."

Maria hendak melangkah pergi, tapi Arga segera menghentikannya. "Ma .…"

"Ada apa, Arga?" Maria menoleh lagi ke arah anaknya yang ada di belakang.

"Tadi Arga bertemu Arka."

Maria menyipitkan matanya. "Di mana?"

"Di rumah sakit, Ma. Bersama selingkuhannya."

Ketika mendengar itu, Maria sontak membelalakkan mata dan bertanya, "Apa? Sedang ngapain mereka di rumah sakit?"

"Arka hanya bilang sedang menemani anaknya yang sedang sakit."

"Arka benar-benar brengsek, bisa-bisanya dia lebih sayang dengan selingkuhannya itu daripada Kiran. Mama harus bicara dengan dia," maki Maria dengan kesal.

"Ma, Mama tenang dulu, ini rumah sakit. Kita bicarakan ini nanti saja di rumah."

Maria yang masih kesal pun hanya bisa mengangguk. Ia tak habis pikir dengan anak bungsunya itu. "Baik, kita bicarakan nanti di rumah," katanya dengan nada tertahan, lalu melangkah pergi.

Ketika Arga melihat kepergian ibunya, ia pun langsung masuk ke dalam ruangan dan mendapati Kiran yang tengah tidur di atas brankar dengan selang yang menancap pada pergelangan tangannya. Wajah Kiran tampak pucat, tubuhnya terlihat lemah. Arga merasa hatinya tercabik melihat kondisi adiknya.

Tepat ketika di hadapan Kiran, Arga menggeser kursi dengan pelan agar tidak mengganggu Kiran yang sedang beristirahat. Ia kemudian duduk di kursi yang ada di samping Kiran, sambil terus memandangi wajah adiknya yang pucat.

Beberapa saat kemudian, Arga melihat Kiran mulai terbangun. "Kak, kamu di sini?" tanya Kiran dengan suara lemah.

Arga mengangguk. "Mama sedang ambilkan air dulu untuk kamu," jawabnya.

Kiran tersenyum tipis. "Terima kasih, Kak."

"Bagaimana perasaanmu sekarang, Kiran?"

Kiran menghela napas pelan. "Sedikit lebih baik, Kak. Tapi rasanya masih lelah."

"Kamu harus istirahat yang banyak. Jangan pikirkan yang berat-berat dulu," kata Arga sambil mengusap lembut tangan adiknya.

"Aku tidak bisa berhenti memikirkan Arka, Kak. Dia sudah menghancurkan semuanya," ujar Kiran, suaranya terdengar begitu sedih.

"Aku tahu, Kiran. Aku tahu betapa sakitnya kamu. Tapi kamu harus kuat, demi dirimu sendiri." Arga berusaha menguatkan Kiran.

"Aku akan coba, Kak. Tapi rasanya begitu sulit."

Arga menghela napas panjang, mencoba menenangkan Kiran dengan menepuk-nepuk tangannya yang terasa dingin. "Kamu tidak sendirian, Kiran. Aku dan Mama selalu ada untukmu."

Kiran mengangguk pelan, ia merasa sedikit terhibur oleh kata-kata Arga. "Terima kasih, Kak. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan tanpa kalian."

"Tidak usah berpikir seperti itu. Kita keluarga, kita akan selalu saling mendukung."

Ketika mereka sedang berbicara, tiba-tiba dering ponsel Arga terdengar. "Maaf, Kiran. Aku harus angkat telepon ini dulu," pamit Arga sambil berdiri dan mengambil ponselnya. "Aku akan segera kembali."

Kiran mengangguk. "Tidak apa-apa, Kak."

Arga keluar dari ruangan dan menjawab panggilan tersebut. Setelah beberapa saat berbicara di telepon, ia kembali ke kamar Kiran. Namun, ia tidak mendapati Kiran di kamarnya. Arga pun menjadi panik.

"Kiran? Kiran, kamu di mana?" teriak Arga sambil mencari ke setiap sudut ruangan. Tapi tidak ada jawaban dari Kiran. Arga semakin cemas, ia keluar dari ruangan dan bertanya kepada perawat yang lewat. "Maaf, apakah kalian melihat pasien dari kamar ini keluar?"

Perawat itu menggeleng. "Tidak, saya tidak melihat siapa pun keluar dari kamar itu."

Arga merasa semakin gelisah. "Tolong bantu saya mencari adik saya. Dia baru saja siuman dan tidak mungkin pergi sendiri."

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
kiran memiliki mundur dan pergi untuk melupakan semuanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 8 : Mencari Kiran

    Maria baru tiba di depan ruang tempat Kiran dirawat dan langsung melihat ke arah Arga yang tampak sangat khawatir. Dia segera menghampiri putranya itu. "Ada apa, Arga?" tanya Maria begitu berada di hadapan anak sulungnya. "Ma, Kiran tidak ada di kamarnya," jawab Arga dengan suara gemetar, wajah tampannya terlihat begitu gelisah. Maria terkejut dan panik mendengar pengakuan putranya. "Bagaimana bisa Kiran tidak ada di kamarnya? Mama sudah menyuruh kamu untuk menjaganya, Arga!" tegas Maria dengan nada tinggi, ia begitu kesal kepada anaknya itu. "Maaf, Ma ...." Arga hanya bisa tertunduk mendengar teguran ibunya. Ia merasa bersalah karena telah lalai menjaga Kiran, yang beberapa hari terakhir ini kondisinya sangat tidak baik. Terutama setelah pengkhianatan yang dilakukan oleh Arka terhadap Kiran. Pengkhianatan itu membuat Kiran terus mencoba menyakiti dirinya sendiri, sampai kini ia kabur entah ke mana. "Dari tadi Mama sudah bilang sama kamu untuk menjaga Kiran. Kenapa kamu begitu

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 9 : Selamat Tinggal

    "Mas, dari tadi aku mencari kamu. Cleo sudah lebih membaik sekarang," kata Lita sambil menghampiri Arka. Maria menatap remeh ke arah wanita yang ada di samping anaknya itu. Sekarang, ia bisa melihat wajah dari wanita yang telah menghancurkan keluarganya. "Oh, jadi kamu wanita pelakor itu!" hardik Maria sambil menatap Lita dengan tajam. Lita terlihat gugup ketika menerima hinaan dari wanita yang ada di depannya. Ia tidak tahu bahwa sedari tadi Arka bersama dengan ibunya, Maria. "Maaf, Bu...," ujarnya dengan suara bergetar. "Maaf? Kamu pikir maafmu itu cukup? Kamu menghancurkan pernikahan anakku, menghancurkan hati menantuku, dan sekarang kamu dengan santainya datang ke sini? Kamu tidak punya rasa malu!" sergah Maria, emosinya sudah tak dapat dibendung lagi. "Ma, tolong jangan seperti ini. Ini bukan salah Lita sepenuhnya. Aku yang bertanggung jawab," Arka mencoba menengahi, ia berdiri di antara ibunya dan Lita. "Jangan membela dia, Arka! Kamu tahu persis apa yang telah kamu l

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 10 : Rasa Takut

    Kiran berdiri di tepi jembatan, memegang erat besi pembatas. Pakaiannya yang masih mengenakan seragam pasien rumah sakit tampak kusut dan rambutnya berantakan. Matanya memandang kosong ke arah sungai yang mengalir deras di bawah. Arga, yang kebetulan melihatnya dari kejauhan, berlari secepat mungkin ke arah adiknya itu. "Kiran! Apa yang kamu lakukan di sana? Ayo, cepat turun!" teriak Arga dengan suara yang begitu panik sambil terus berlari mendekati Kiran. Kiran yang mendengar suara bariton Arga, ia segera menoleh. Tangannya yang menggenggam erat besi pembatas mulai merenggang, namun sebelum ia sempat melepaskan diri, Arga berhasil meraih tangannya."Kiran, apa yang ingin kamu lakukan?!" "Lepasin, Kak! Lepasin aku! Aku ingin mati saja," teriak Kiran sambil mencoba melepaskan genggaman Arga. "Kiran, apa yang ada di dalam pikiranmu? Apa kamu akan membunuh dirimu sendiri hanya karena Arka? Apa kamu akan menyerah begitu saja? Apa kamu akan merelakan Arka untuk wanita itu? Apa kamu

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 11 : Bukan Suami yang Baik

    Arka terlihat canggung dan sedikit bingung. "Kiran, aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Aku sangat khawatir," katanya pelan. "Khawatir? Kamu khawatir?" Kiran tertawa getir mendengar perkataan Arka. "Setelah semua yang kamu lakukan, kamu berani bilang kamu khawatir? Kamu pikir aku akan percaya omong kosongmu itu?" Maria segera berdiri di antara Kiran dan Arka, ia mencoba menenangkan situasi yang sudah mulai memanas. "Arka, mungkin ini bukan waktu yang tepat. Kiran butuh waktu untuk menenangkan diri." "Tapi, Ma ...." Arga yang berdiri di belakang Maria, menatap Arka dengan tajam. "Sudah cukup, Arka. Kamu seharusnya tidak ada di sini sekarang." Arka tampak terluka oleh kata-kata anggota keluarganya, tetapi ia tetap mencoba mendekati Kiran. "Kiran, aku tahu aku membuat kesalahan besar. Tapi aku benar-benar ingin memperbaikinya. Beri aku kesempatan untuk menjelaskan." Kiran menggelengkan kepala dengan tegas. "Tidak ada yang perlu dijelaskan. Kamu sudah memilih jalanmu

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 12 : Tolong Pergi

    Kiran terbangun dengan tubuh yang masih terasa lemah, namun kesadarannya sudah kembali sepenuhnya. Matanya langsung menangkap sosok Arka yang duduk di samping ranjang, wajahnya tampak begitu cemas. Tanpa pikir panjang, Kiran langsung menghempaskan tangan Arka yang sedang menyentuhnya. "Jangan sentuh aku!" Suara Kiran terdengar dingin. Arka terkejut, namun lebih dari itu, ia merasa panik. Sorot mata Kiran yang membulat sempurna, menatapnya begitu tajam, membuat ia sadar betapa dalam luka yang telah ia torehkan di hati istrinya. "Kiran ..." Arka mencoba membuka mulutnya, tetapi kata-kata itu seakan tersangkut di tenggorokan. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Kiran bertanya dengan nada dingin. Tatapannya begitu tajam. Ia menatap Arka seolah-olah suaminya itu adalah orang asing, seseorang yang tak lagi ia kenal. Arka menelan ludah dengan susah payah, mencoba berusaha untuk tenang, meski Kiran terus menatapnya nyalang. "Aku hanya ingin menjaga kamu," jawab Arka pelan, suaranya hamp

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 13: Menjemput Kiran

    Arga langsung menuju mobil yang terparkir rapi di area khusus eksekutif. Dengan setelan jas hitam yang masih rapi membalut tubuhnya, lengkap dengan dasi berwarna biru gelap yang sedikit longgar, ia tampak sangat gagah. Kemeja putih bersih di balik jasnya masih terlihat tanpa noda, meski seharian penuh ia berkutat dengan pekerjaan. Lelaki itu berjalan sambil membawa map berisi dokumen penting yang dibawanya dari kantor. Setelah membuka pintu mobil dengan tenang, Arga duduk di kursi pengemudi dan menaruh map tersebut di kursi penumpang sebelahnya. Ia menarik napas panjang, mencoba melepaskan sedikit kelelahan yang ia rasakan setelah seharian bekerja. Namun, sebelum ia sempat menyalakan mesin mobil, ponselnya berdering. Ia melihat layar ponselnya dan mendapati nomor ibunya terpampang jelas di sana. Arga segera mengangkat telepon itu. "Halo, Ma," sapanya dengan suara hangat. "Arga, kamu sudah selesai bekerja?" tanya Maria, suaranya terdengar mendesak. "Sudah, Ma. Ada apa?" Arga merasa

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 14: Salah Paham

    "Aku hanya ingin meringankan bebanmu, bukannya akhir-akhir ini pengeluaranmu sudah terlalu banyak?" sindir Arga kepada adiknya. Arka yang mendengar ucapan Arga merasakan amarahnya yang langsung merayap naik. Wajahnya yang semula tegas kini berubah menjadi tegang, rahangnya mengeras menahan kekesalan. Matanya menatap tajam ke arah Arga, seolah tak percaya bahwa kakaknya sendiri berani menyindirnya di depan Kiran dan Lita. "Pengeluaranku banyak atau sedikit itu bukan urusanmu, Kak," jawab Arka dengan nada dingin, sambil menahan emosi yang hampir meledak. "Aku masih bisa mengurus semuanya sendiri. Aku tidak butuh bantuanmu untuk itu." "Aku tahu situasimu. Aku tidak ingin kamu terpuruk hanya karena gengsi. Jangan sampai bebanmu justru membuat keadaan semakin rumit," jawab Arga dengan nada tinggi. Arka mendengkus marah, ia merasa diserang dengan cara yang sangat tidak adil. "Gengsi? Kak, kamu pikir aku tidak mampu mengurus keluargaku sendiri? Hanya karena aku harus bertanggung jaw

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 15: Keputusan yang Tepat

    Di sebuah cafe yang tenang, Kiran duduk sendiri di pojokan, mengenakan blazer biru yang melindungi tubuhnya dari dinginnya udara luar. Rambutnya yang panjang berwarna coklat tergerai begitu cantik, sebagian menutupi wajahnya yang terlihat sedang merenung. Ia merapikan rambutnya sambil sesekali memandang ke luar jendela, memperhatikan lalu lalang orang-orang yang tidak ia kenal. Secangkir kopi hangat berada di hadapannya, aroma yang khas dari minuman itu menghangatkan suasana hatinya meski hanya sedikit. Ia mencoba menikmati momen sendirinya di tengah hiruk pikuk dunia luar yang terus bergerak tanpa henti. Di depannya, beberapa dokumen dan agenda terlihat, namun pikirannya melayang jauh, memikirkan kejadian-kejadian yang baru saja ia alami. Wanita cantik itu merasa lelah, bukan hanya secara fisik, tetapi juga emosional. Perjuangan menghadapi kenyataan pahit tentang perselingkuhan suaminya, Arka, membuatnya merasa hampa. Tak berselang lama, seorang wanita cantik dengan kemeja mera

Latest chapter

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 125 : Happy Wedding (Tamat)

    Clarissa berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya yang begitu mempesona. Ia mengenakan gaun putih yang elegan, berpotongan simple dengan renda-renda halus yang menghiasi bagian bawah gaun. Rambutnya digelung ke belakang dengan rapi, dihiasi dengan jepit mutiara kecil. Penampilannya pun begitu sangat menawan. Hari ini adalah hari istimewa bagi Clarissa, karena orang tuanya akan menikah. Rasa bahagia tak bisa disembunyikan dari matanya yang berbinar. Ia berputar sedikit di depan cermin, mencoba melihat penampilannya dari segala sisi. "Aku cantik tidak?" tanyanya, sambil tersenyum lebar. Noah dan Cleo yang berada di belakangnya segera mengangguk. "Cantik sekali! Kamu kelihatan seperti bidadari yang sering aku lihat di TV," puji Cleo begitu kagum. "Terima kasih, Cleo," balas Clarissa sambil tertawa kecil. Noah dan Cleo juga tampil tak kalah menarik. Mereka mengenakan setelan jas hitam dengan kemeja putih, lengkap dengan dasi kupu-kupu yang terikat rapi di leher mereka. Cleo me

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 124 : Rencana Clarissa

    Setibanya di kamar, ketiga anak itu duduk di sofa dengan ekspresi bingung. Clarissa menghela napas pelan dan berkata, "Sepertinya Mommy dan Daddy terus saja bertengkar." Cleo mengangguk setuju, lalu bertanya, "Terus, kita harus ngapain?" Clarissa mengangkat bahu dengan polos. "Aku juga nggak tahu." Tiba-tiba, Noah tersenyum. "Gimana kalau kita buat Papa dan Mama baikan lagi?" usulnya. "Gimana caranya?" tanya Cleo bingung. Clarissa menggaruk kepalanya, seolah berpikir keras. "Ayo kita berpikir dulu." Mereka bertiga pun langsung terdiam, memutar otak mencari cara terbaik untuk menyatukan Kiran dan Arga. Setelah beberapa saat, wajah Clarissa tiba-tiba tersenyum lebar. "Aha! Aku punya ide!" "Apa?" tanya Noah dan Cleo serempak. Kedua lelaki itu pun langsung melihat ke arah Clarissa yang ada di tengah-tengah mereka. Clarissa langsung merangkul Noah dan Cleo. "Sini, aku bisikin," katanya sambil berbisik di telinga mereka. Setelah mendengar rencana Clarissa, Noah dan Cleo

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 123 : Pertengkaran Kiran & Arga

    Kiran menghentikan langkahnya dan berjongkok di depan Cleo yang masih menangis. Dengan lembut, ia menghapus air mata anak kecil itu. "Sayang, Mama sedang sakit. Kita doakan saja biar Mama cepat sembuh, ya. Supaya nanti Mama bisa berkumpul lagi dengan kita." Cleo mengangguk kecil sambil sesegukan. "Iya, Tante. Cleo selalu doain Mama pas salat, biar Mama bisa cepat sembuh." Kiran tersenyum dan mengelus kepala Cleo dengan gemas. "Anak pintar. Sudah, jangan nangis lagi, ya. Tante tahu kamu anak yang kuat." Cleo menatap Kiran dengan wajah yang masih terlihat sedih. "Tante, aku mau pulang ke rumah. Papa sudah jarang sekali tinggal di rumah. Aku rindu." Kiran tertegun mendengar permintaan Cleo. Ia tahu bahwa selama ini Arka memang lebih sering tinggal di rumah almarhum orang tuanya, jarang pulang ke rumahnya sendiri. Bahkan, Cleo sering merasa kesepian karena rumah itu hanya menyisakan kenangan masa lalu. "Baiklah, kalau begitu, kita akan pulang ke rumah," jawab Kiran sambil tersen

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 122 : Menemui Lita

    Kiran melihat Cleo berdiri sendirian di balkon apartemen, bocah kecil itu tampak termenung, tatapannya juga terlihat kosong. Ia mulai berjalan ke arah Cleo. "Cleo." Cleo terkesiap mendengar suara Kiran. Ia segera menghapus air mata yang sempat jatuh di pipinya, lalu menoleh ke arah Kiran yang kini berdiri di sampingnya. "Tante …," sahut Cleo pelan. "Kamu sedang apa sendirian di sini? Kenapa tidak main sama Noah dan Clarissa?" Kiran bertanya sambil tersenyum tipis. Cleo menggeleng pelan. "Tidak, Tante. Aku hanya sedang sedih." "Sedih?" Kiran berjongkok agar bisa sejajar dengan Cleo. "Kenapa, Sayang?" Cleo menarik napas panjang sebelum menjawab, "Iya, Tante. Aku sedih … sekarang aku gak punya siapa-siapa lagi. Papa udah gak ada. Nenek udah pulang ke kampung, dan Mama masih di rumah sakit." Kiran merasakan hatinya pilu mendengar kata-kata itu. Bi Sri, neneknya Cleo sekaligus orang yang bekerja di rumah Maria, juga sudah kembali ke kampung halaman karena usianya yang suda

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 121 : Kehilangan

    Air mata Kiran jatuh menggelinding meninggalkan jejak di wajahnya, mengalir begitu saja tanpa permisi. Lututnya terjun bebas mendarat di tanah, dadanya terasa sesak, terasa perih seperti ditusuk ribuan jarum. "Kenapa … kenapa harus kamu?" Hiks! James menghampiri Kiran, lalu meletakkan tangannya di bahu putrinya, memberikan sedikit kekuatan di tengah kesedihannya. Ia tahu, putrinya pasti akan terpuruk melihat seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya kini telah berpulang. "Arka ingin memberikan kesempatan kedua untukmu, Kiran. Dia ingin kamu tetap bisa melihat dunia," ujar James dengan suara yang terdengar berat. "Tapi kenapa Arka … kenapa dia melakukan ini, Pa?" Suara Kiran begitu serak, matanya masih tertuju pada nisan Arka. James menarik napas panjang sebelum menjawab, "Selama ini, Arka memiliki penyakit jantung. Dokter sudah lama memberitahunya bahwa kondisinya semakin memburuk dari hari ke hari. Ia mencoba bertahan sekuat tenaga. Tapi pada akhirnya, ia tahu waktunya tidak

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 120 : Batu Nisan

    Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Kiran dan keluarganya. Setelah beberapa minggu menunggu, akhirnya dokter akan melepas perban di mata Kiran. Mereka semua menanti hasil dari operasi transplantasi yang menentukan penglihatan Kiran kembali. Dokter masuk sambil tersenyum ramah. "Baiklah, Kiran. Kita akan mulai melepas perbanmu sekarang. Cobalah untuk rileks, ya." Kiran mengangguk. Akan tetapi tubuhnya sudah bergetar, ia takut bila semuanya akan sia-sia, tapi ia juga berharap bila penglihatannya kembali normal lagi. Clarissa yang berdiri di samping tempat tidur, menggenggam tangan ibunya dengan erat. Sementara James dan Kinanti berdiri di belakang mereka, wajah mereka begitu gelisah, hanya berharap bila semuanya akan baik-baik saja, dan putrinya kembali bisa melihat. Perban perlahan dilepas, lapis demi lapis, hingga akhirnya dokter berhenti dan menatap Kiran serius. "Coba perlahan buka matamu, Kiran. Jangan khawatir, cahaya mungkin akan terasa sedikit menyilaukan di awal.

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 119 : Donor Mata

    "Kita … kita harus segera mencari donor, Dok. Apa pun yang bisa dilakukan, kami akan lakukan. Tolong selamatkan Kiran." James berharap putrinya akan mendapatkan donor mata secepat mungkin, ia tak bisa membayangkan bila Kiran tak bisa melihat. Dokter mengangguk. "Kami akan berusaha sebaik mungkin, Pak. Kami juga akan mulai mencari donor yang cocok untuk segera dilakukan transplantasi mata," katanya sebelum kembali masuk ke dalam ruang gawat darurat. James dan Kinanti berdiri di depan pintu ruang perawatan dengan perasaan yang bercampur aduk, berharap ada keajaiban yang bisa menyelamatkan penglihatan putri mereka. Tubuh James terasa lemas saat mendengar kondisi Kiran yang begitu kritis. Kakinya hampir tak kuat menopang tubuhnya, dan ia terpaksa bersandar pada dinding untuk menahan beban emosinya. Ia berharap putri semata wayangnya akan baik-baik saja, meski situasinya tampak begitu sulit. Di dalam hatinya, James terus berdoa agar ada keajaiban yang bisa menyelamatkan Kiran. Clari

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 118 : Kritis

    Aldo menyeringai dari balik kemudi mobilnya ketika melihat sosok wanita yang dikenalnya, Kiran. Wanita yang selama ini ia benci. "Jadi, kamu sudah kembali lagi, Kiran? Baguslah. Sekarang waktunya aku membalas dendam atas kematian Cintya dan juga atas apa yang terjadi pada Lita," gumamnya, sorot matanya menatap Kiran seperti api yang berkobar. Ia masih kesal ketika mengetahui adik sepupunya, Lita, dimasukkan ke rumah sakit jiwa, dan kondisi mentalnya semakin parah. Lima tahun lalu, Lita tertangkap basah oleh Arga ketika sedang mencoba membekap Maria. Tanpa belas kasih, Arka memasukan Lita begitu saja ke Rumah Sakit Jiwa. Sampai mental Lita sudah terlanjur kacau, terkadang dia menangis tanpa sebab, kadang juga tertawa seperti orang yang kehilangan akal. "Sekarang waktunya kamu untuk mati." Aldo berdesis seraya menancap pedal gas begitu kuat. Kiran yang sedang berjongkok di tepi jalan, ia terlalu sibuk memunguti barang belanjaannya yang berjatuhan, sampai ia tidak menyadari ada

  • Hati yang Kau Sakiti   Ba 117 : Tabrak Lari

    "Ayo, sini! Aku akan kenalkan kamu sama kakakku." Cleo tampak sangat bahagia ketika melihat ayahnya datang bersama seorang gadis kecil yang baru ia temui beberapa hari lalu. Wajah Cleo berseri-seri saat menarik tangan Clarissa menuju tempat kakaknya berada. "Kamu punya kakak?" Cleo mengangguk. "Iya, dia sedang main motor-motoran," jawab Cleo sambil menunjuk ke arah Noah yang sedang asyik bermain di arena permainan. Sesampainya di dekat Noah, Cleo langsung berhenti dan memanggilnya, "Kak Noah!" Noah menoleh saat mendengar suara Cleo dari samping. "Ada apa, Dek?" "Lihat, aku bawa siapa!" Cleo tersenyum lebar, seraya menunjuk seorang gadis mungil yang berdiri di sampingnya. Noah segera turun dari permainan dan melihat ke arah gadis kecil itu. "Dia siapa?" "Dia Clarissa, Kak." "Oh, jadi ini Clarissa yang sempat kamu bilang kemarin, ya?" Clarissa melirik ke arah Cleo. "Kamu ngomong apa tentang aku?" "Aku bilang kamu cantik." Perkataan Cleo membuat Clarissa sedikit tersipu malu.

DMCA.com Protection Status