Beranda / Romansa / Hati yang Kau Sakiti / Bab 11 : Bukan Suami yang Baik

Share

Bab 11 : Bukan Suami yang Baik

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Arka terlihat canggung dan sedikit bingung. "Kiran, aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Aku sangat khawatir," katanya pelan.

"Khawatir? Kamu khawatir?" Kiran tertawa getir mendengar perkataan Arka. "Setelah semua yang kamu lakukan, kamu berani bilang kamu khawatir? Kamu pikir aku akan percaya omong kosongmu itu?"

Maria segera berdiri di antara Kiran dan Arka, ia mencoba menenangkan situasi yang sudah mulai memanas. "Arka, mungkin ini bukan waktu yang tepat. Kiran butuh waktu untuk menenangkan diri."

"Tapi, Ma ...."

Arga yang berdiri di belakang Maria, menatap Arka dengan tajam. "Sudah cukup, Arka. Kamu seharusnya tidak ada di sini sekarang."

Arka tampak terluka oleh kata-kata anggota keluarganya, tetapi ia tetap mencoba mendekati Kiran. "Kiran, aku tahu aku membuat kesalahan besar. Tapi aku benar-benar ingin memperbaikinya. Beri aku kesempatan untuk menjelaskan."

Kiran menggelengkan kepala dengan tegas. "Tidak ada yang perlu dijelaskan. Kamu sudah memilih jalanmu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 12 : Tolong Pergi

    Kiran terbangun dengan tubuh yang masih terasa lemah, namun kesadarannya sudah kembali sepenuhnya. Matanya langsung menangkap sosok Arka yang duduk di samping ranjang, wajahnya tampak begitu cemas. Tanpa pikir panjang, Kiran langsung menghempaskan tangan Arka yang sedang menyentuhnya. "Jangan sentuh aku!" Suara Kiran terdengar dingin. Arka terkejut, namun lebih dari itu, ia merasa panik. Sorot mata Kiran yang membulat sempurna, menatapnya begitu tajam, membuat ia sadar betapa dalam luka yang telah ia torehkan di hati istrinya. "Kiran ..." Arka mencoba membuka mulutnya, tetapi kata-kata itu seakan tersangkut di tenggorokan. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Kiran bertanya dengan nada dingin. Tatapannya begitu tajam. Ia menatap Arka seolah-olah suaminya itu adalah orang asing, seseorang yang tak lagi ia kenal. Arka menelan ludah dengan susah payah, mencoba berusaha untuk tenang, meski Kiran terus menatapnya nyalang. "Aku hanya ingin menjaga kamu," jawab Arka pelan, suaranya hamp

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 13: Menjemput Kiran

    Arga langsung menuju mobil yang terparkir rapi di area khusus eksekutif. Dengan setelan jas hitam yang masih rapi membalut tubuhnya, lengkap dengan dasi berwarna biru gelap yang sedikit longgar, ia tampak sangat gagah. Kemeja putih bersih di balik jasnya masih terlihat tanpa noda, meski seharian penuh ia berkutat dengan pekerjaan. Lelaki itu berjalan sambil membawa map berisi dokumen penting yang dibawanya dari kantor. Setelah membuka pintu mobil dengan tenang, Arga duduk di kursi pengemudi dan menaruh map tersebut di kursi penumpang sebelahnya. Ia menarik napas panjang, mencoba melepaskan sedikit kelelahan yang ia rasakan setelah seharian bekerja. Namun, sebelum ia sempat menyalakan mesin mobil, ponselnya berdering. Ia melihat layar ponselnya dan mendapati nomor ibunya terpampang jelas di sana. Arga segera mengangkat telepon itu. "Halo, Ma," sapanya dengan suara hangat. "Arga, kamu sudah selesai bekerja?" tanya Maria, suaranya terdengar mendesak. "Sudah, Ma. Ada apa?" Arga merasa

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 14: Salah Paham

    "Aku hanya ingin meringankan bebanmu, bukannya akhir-akhir ini pengeluaranmu sudah terlalu banyak?" sindir Arga kepada adiknya. Arka yang mendengar ucapan Arga merasakan amarahnya yang langsung merayap naik. Wajahnya yang semula tegas kini berubah menjadi tegang, rahangnya mengeras menahan kekesalan. Matanya menatap tajam ke arah Arga, seolah tak percaya bahwa kakaknya sendiri berani menyindirnya di depan Kiran dan Lita. "Pengeluaranku banyak atau sedikit itu bukan urusanmu, Kak," jawab Arka dengan nada dingin, sambil menahan emosi yang hampir meledak. "Aku masih bisa mengurus semuanya sendiri. Aku tidak butuh bantuanmu untuk itu." "Aku tahu situasimu. Aku tidak ingin kamu terpuruk hanya karena gengsi. Jangan sampai bebanmu justru membuat keadaan semakin rumit," jawab Arga dengan nada tinggi. Arka mendengkus marah, ia merasa diserang dengan cara yang sangat tidak adil. "Gengsi? Kak, kamu pikir aku tidak mampu mengurus keluargaku sendiri? Hanya karena aku harus bertanggung jaw

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 15: Keputusan yang Tepat

    Di sebuah cafe yang tenang, Kiran duduk sendiri di pojokan, mengenakan blazer biru yang melindungi tubuhnya dari dinginnya udara luar. Rambutnya yang panjang berwarna coklat tergerai begitu cantik, sebagian menutupi wajahnya yang terlihat sedang merenung. Ia merapikan rambutnya sambil sesekali memandang ke luar jendela, memperhatikan lalu lalang orang-orang yang tidak ia kenal. Secangkir kopi hangat berada di hadapannya, aroma yang khas dari minuman itu menghangatkan suasana hatinya meski hanya sedikit. Ia mencoba menikmati momen sendirinya di tengah hiruk pikuk dunia luar yang terus bergerak tanpa henti. Di depannya, beberapa dokumen dan agenda terlihat, namun pikirannya melayang jauh, memikirkan kejadian-kejadian yang baru saja ia alami. Wanita cantik itu merasa lelah, bukan hanya secara fisik, tetapi juga emosional. Perjuangan menghadapi kenyataan pahit tentang perselingkuhan suaminya, Arka, membuatnya merasa hampa. Tak berselang lama, seorang wanita cantik dengan kemeja mera

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 16 : Surat Cerai

    Kiran bersembunyi di balik tembok, menguping pembicaraan Lita dan lelaki tersebut. Perasaannya campur aduk antara kaget, marah, dan sedih. Ia menahan napas, berusaha untuk tidak mengeluarkan suara sedikit pun agar tidak ketahuan. "Aku tidak mau tahu, kamu harus menghancurkan mereka," ancam lelaki yang mengenakan jaket berwarna hitam dengan suara tegas. Lita segera menjawab, "Tenang saja, selangkah lagi aku akan mendapatkannya. Sebentar lagi mereka akan berpisah dan aku akan menjadi nyonya Wirasena satu-satunya. Terlebih, Arga sudah tidak memiliki istri lagi. Aku akan menguasai semuanya dan membuat semua orang melihatku sebagai yang berkuasa." Lelaki itu mengangguk, terlihat begitu puas dengan jawaban Lita. "Itu bagus. Kamu harus segera masuk ke rumah itu dan hancurkan semuanya. Aku tidak ingin mereka bahagia setelah apa yang mereka perbuat pada adikku." Lita tertawa kecil, suaranya terdengar licik. "Haa ... kamu tenang saja. Sudah dua tahun aku menantikan hal ini dan sebentar

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 17: Akhir dari Segalanya

    Arka berjalan mendekati meja, ketika langkahnya terhenti di depan meja, ia meraih map yang tergeletak di atasnya, tangannya sudah mulai bergetar ketika membuka map itu. Mata coklatnya mulai berkaca-kaca melihat isi surat cerai tersebut. Tentu saja, ia tak pernah menyangka bila Kiran ingin meminta cerai darinya. "Kiran, aku tahu aku telah berbuat salah. Tapi kita bisa memperbaiki semuanya. Aku tidak mau bercerai," katanya dengan suara memohon. Kiran menatap Arka dengan tatapan tajam. "Memperbaiki? Setelah semua yang kamu lakukan?" Arka menghela napas, ia melihat ke arah Kiran yang masih menatapnya nyalang. "Kiran, aku tahu aku telah mengecewakanmu. Tapi aku tidak mau kehilanganmu. Kita bisa mencoba lagi, memberikan kesempatan kedua untuk pernikahan kita." "Tidak. Kesempatan kedua sudah berlalu. Aku sudah cukup menderita karena pengkhianatanmu. Aku tidak bisa hidup dengan rasa sakit ini lagi," jawab Kiran dengan tegas. Arka mencoba mendekat, tapi Kiran mundur beberapa langkah. "K

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 18: Aku Memang Bodoh

    Arka terpaku di tempat, telinganya berdengung seiring dengan suara sirene ambulans yang semakin mendekat. Semua terasa seperti mimpi buruk yang tak pernah ia bayangkan. Suara mobil ambulans terus berbunyi, semakin mengingatkan pada kenyataan pahit yang ada di depan mata. Mobil Kiran terjebak di antara deretan mobil lainnya, dan Arka merasa waktu seakan berjalan lambat, menyaksikan setiap detik yang menyiksa baginya. Dengan segera, Arka membuka pintu mobil dan berlari ke arah mobil Kiran. "Kiran …!" teriaknya dengan suara serak yang begitu panik. Ketika ia sudah dekat, pemandangan itu semakin jelas. Mobil Kiran ringsek parah, dengan kaca depan yang pecah dan pintu yang terjepit. Orang-orang yang ada di sekitar mobil mencoba membantu, menarik seorang wanita keluar dari reruntuhan kendaraan. Arka berusaha mendorong kerumunan orang yang berkumpul. "Tolong, tolong keluarkan istriku dari mobil itu! Aku mohon!" teriaknya. Tubuhnya bergetar hebat, napasnya tersengal-sengal. Ia merasa l

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 19: Rencana Gagal

    Kiran terbaring di atas tempat tidur, hampir seluruh tubuhnya tersembunyi di balik selimut putih yang tebal. Hanya bagian atas wajahnya yang terlihat, dengan mata yang tertutup, memberikan kesan bahwa dia sedang terlelap. Rambut coklatnya yang terurai sedikit berantakan, kontras dengan kerapian selimut di sekitarnya. Suasana di kamar terasa tenang, memberikan kesan damai dan nyaman, seolah dunia di luar tidak ada. Kiran merasakan kehangatan yang memeluk tubuhnya. Meskipun pikirannya masih dipenuhi oleh berbagai perasaan campur aduk, mulai dari kesedihan hingga kebingungan, Kiran mencoba untuk menemukan ketenangan. Setiap helaan napas yang ia ambil tampak membawa sedikit demi sedikit ketenangan, meskipun dalam tidur. Wanita cantik itu pun segera bangun dari tidurnya, ketika mendengar suara ponsel berbunyi. Tapi ketika ia hendak mengangkat panggilan telepon tanpa membuka mata, tiba-tiba ponselnya sudah berhenti berdering. "Siapa yang nelpon pagi-pagi gini sih? Ganggu aja!" gerut

Bab terbaru

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 125 : Happy Wedding (Tamat)

    Clarissa berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya yang begitu mempesona. Ia mengenakan gaun putih yang elegan, berpotongan simple dengan renda-renda halus yang menghiasi bagian bawah gaun. Rambutnya digelung ke belakang dengan rapi, dihiasi dengan jepit mutiara kecil. Penampilannya pun begitu sangat menawan. Hari ini adalah hari istimewa bagi Clarissa, karena orang tuanya akan menikah. Rasa bahagia tak bisa disembunyikan dari matanya yang berbinar. Ia berputar sedikit di depan cermin, mencoba melihat penampilannya dari segala sisi. "Aku cantik tidak?" tanyanya, sambil tersenyum lebar. Noah dan Cleo yang berada di belakangnya segera mengangguk. "Cantik sekali! Kamu kelihatan seperti bidadari yang sering aku lihat di TV," puji Cleo begitu kagum. "Terima kasih, Cleo," balas Clarissa sambil tertawa kecil. Noah dan Cleo juga tampil tak kalah menarik. Mereka mengenakan setelan jas hitam dengan kemeja putih, lengkap dengan dasi kupu-kupu yang terikat rapi di leher mereka. Cleo me

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 124 : Rencana Clarissa

    Setibanya di kamar, ketiga anak itu duduk di sofa dengan ekspresi bingung. Clarissa menghela napas pelan dan berkata, "Sepertinya Mommy dan Daddy terus saja bertengkar." Cleo mengangguk setuju, lalu bertanya, "Terus, kita harus ngapain?" Clarissa mengangkat bahu dengan polos. "Aku juga nggak tahu." Tiba-tiba, Noah tersenyum. "Gimana kalau kita buat Papa dan Mama baikan lagi?" usulnya. "Gimana caranya?" tanya Cleo bingung. Clarissa menggaruk kepalanya, seolah berpikir keras. "Ayo kita berpikir dulu." Mereka bertiga pun langsung terdiam, memutar otak mencari cara terbaik untuk menyatukan Kiran dan Arga. Setelah beberapa saat, wajah Clarissa tiba-tiba tersenyum lebar. "Aha! Aku punya ide!" "Apa?" tanya Noah dan Cleo serempak. Kedua lelaki itu pun langsung melihat ke arah Clarissa yang ada di tengah-tengah mereka. Clarissa langsung merangkul Noah dan Cleo. "Sini, aku bisikin," katanya sambil berbisik di telinga mereka. Setelah mendengar rencana Clarissa, Noah dan Cleo

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 123 : Pertengkaran Kiran & Arga

    Kiran menghentikan langkahnya dan berjongkok di depan Cleo yang masih menangis. Dengan lembut, ia menghapus air mata anak kecil itu. "Sayang, Mama sedang sakit. Kita doakan saja biar Mama cepat sembuh, ya. Supaya nanti Mama bisa berkumpul lagi dengan kita." Cleo mengangguk kecil sambil sesegukan. "Iya, Tante. Cleo selalu doain Mama pas salat, biar Mama bisa cepat sembuh." Kiran tersenyum dan mengelus kepala Cleo dengan gemas. "Anak pintar. Sudah, jangan nangis lagi, ya. Tante tahu kamu anak yang kuat." Cleo menatap Kiran dengan wajah yang masih terlihat sedih. "Tante, aku mau pulang ke rumah. Papa sudah jarang sekali tinggal di rumah. Aku rindu." Kiran tertegun mendengar permintaan Cleo. Ia tahu bahwa selama ini Arka memang lebih sering tinggal di rumah almarhum orang tuanya, jarang pulang ke rumahnya sendiri. Bahkan, Cleo sering merasa kesepian karena rumah itu hanya menyisakan kenangan masa lalu. "Baiklah, kalau begitu, kita akan pulang ke rumah," jawab Kiran sambil tersen

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 122 : Menemui Lita

    Kiran melihat Cleo berdiri sendirian di balkon apartemen, bocah kecil itu tampak termenung, tatapannya juga terlihat kosong. Ia mulai berjalan ke arah Cleo. "Cleo." Cleo terkesiap mendengar suara Kiran. Ia segera menghapus air mata yang sempat jatuh di pipinya, lalu menoleh ke arah Kiran yang kini berdiri di sampingnya. "Tante …," sahut Cleo pelan. "Kamu sedang apa sendirian di sini? Kenapa tidak main sama Noah dan Clarissa?" Kiran bertanya sambil tersenyum tipis. Cleo menggeleng pelan. "Tidak, Tante. Aku hanya sedang sedih." "Sedih?" Kiran berjongkok agar bisa sejajar dengan Cleo. "Kenapa, Sayang?" Cleo menarik napas panjang sebelum menjawab, "Iya, Tante. Aku sedih … sekarang aku gak punya siapa-siapa lagi. Papa udah gak ada. Nenek udah pulang ke kampung, dan Mama masih di rumah sakit." Kiran merasakan hatinya pilu mendengar kata-kata itu. Bi Sri, neneknya Cleo sekaligus orang yang bekerja di rumah Maria, juga sudah kembali ke kampung halaman karena usianya yang suda

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 121 : Kehilangan

    Air mata Kiran jatuh menggelinding meninggalkan jejak di wajahnya, mengalir begitu saja tanpa permisi. Lututnya terjun bebas mendarat di tanah, dadanya terasa sesak, terasa perih seperti ditusuk ribuan jarum. "Kenapa … kenapa harus kamu?" Hiks! James menghampiri Kiran, lalu meletakkan tangannya di bahu putrinya, memberikan sedikit kekuatan di tengah kesedihannya. Ia tahu, putrinya pasti akan terpuruk melihat seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya kini telah berpulang. "Arka ingin memberikan kesempatan kedua untukmu, Kiran. Dia ingin kamu tetap bisa melihat dunia," ujar James dengan suara yang terdengar berat. "Tapi kenapa Arka … kenapa dia melakukan ini, Pa?" Suara Kiran begitu serak, matanya masih tertuju pada nisan Arka. James menarik napas panjang sebelum menjawab, "Selama ini, Arka memiliki penyakit jantung. Dokter sudah lama memberitahunya bahwa kondisinya semakin memburuk dari hari ke hari. Ia mencoba bertahan sekuat tenaga. Tapi pada akhirnya, ia tahu waktunya tidak

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 120 : Batu Nisan

    Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Kiran dan keluarganya. Setelah beberapa minggu menunggu, akhirnya dokter akan melepas perban di mata Kiran. Mereka semua menanti hasil dari operasi transplantasi yang menentukan penglihatan Kiran kembali. Dokter masuk sambil tersenyum ramah. "Baiklah, Kiran. Kita akan mulai melepas perbanmu sekarang. Cobalah untuk rileks, ya." Kiran mengangguk. Akan tetapi tubuhnya sudah bergetar, ia takut bila semuanya akan sia-sia, tapi ia juga berharap bila penglihatannya kembali normal lagi. Clarissa yang berdiri di samping tempat tidur, menggenggam tangan ibunya dengan erat. Sementara James dan Kinanti berdiri di belakang mereka, wajah mereka begitu gelisah, hanya berharap bila semuanya akan baik-baik saja, dan putrinya kembali bisa melihat. Perban perlahan dilepas, lapis demi lapis, hingga akhirnya dokter berhenti dan menatap Kiran serius. "Coba perlahan buka matamu, Kiran. Jangan khawatir, cahaya mungkin akan terasa sedikit menyilaukan di awal.

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 119 : Donor Mata

    "Kita … kita harus segera mencari donor, Dok. Apa pun yang bisa dilakukan, kami akan lakukan. Tolong selamatkan Kiran." James berharap putrinya akan mendapatkan donor mata secepat mungkin, ia tak bisa membayangkan bila Kiran tak bisa melihat. Dokter mengangguk. "Kami akan berusaha sebaik mungkin, Pak. Kami juga akan mulai mencari donor yang cocok untuk segera dilakukan transplantasi mata," katanya sebelum kembali masuk ke dalam ruang gawat darurat. James dan Kinanti berdiri di depan pintu ruang perawatan dengan perasaan yang bercampur aduk, berharap ada keajaiban yang bisa menyelamatkan penglihatan putri mereka. Tubuh James terasa lemas saat mendengar kondisi Kiran yang begitu kritis. Kakinya hampir tak kuat menopang tubuhnya, dan ia terpaksa bersandar pada dinding untuk menahan beban emosinya. Ia berharap putri semata wayangnya akan baik-baik saja, meski situasinya tampak begitu sulit. Di dalam hatinya, James terus berdoa agar ada keajaiban yang bisa menyelamatkan Kiran. Clari

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 118 : Kritis

    Aldo menyeringai dari balik kemudi mobilnya ketika melihat sosok wanita yang dikenalnya, Kiran. Wanita yang selama ini ia benci. "Jadi, kamu sudah kembali lagi, Kiran? Baguslah. Sekarang waktunya aku membalas dendam atas kematian Cintya dan juga atas apa yang terjadi pada Lita," gumamnya, sorot matanya menatap Kiran seperti api yang berkobar. Ia masih kesal ketika mengetahui adik sepupunya, Lita, dimasukkan ke rumah sakit jiwa, dan kondisi mentalnya semakin parah. Lima tahun lalu, Lita tertangkap basah oleh Arga ketika sedang mencoba membekap Maria. Tanpa belas kasih, Arka memasukan Lita begitu saja ke Rumah Sakit Jiwa. Sampai mental Lita sudah terlanjur kacau, terkadang dia menangis tanpa sebab, kadang juga tertawa seperti orang yang kehilangan akal. "Sekarang waktunya kamu untuk mati." Aldo berdesis seraya menancap pedal gas begitu kuat. Kiran yang sedang berjongkok di tepi jalan, ia terlalu sibuk memunguti barang belanjaannya yang berjatuhan, sampai ia tidak menyadari ada

  • Hati yang Kau Sakiti   Ba 117 : Tabrak Lari

    "Ayo, sini! Aku akan kenalkan kamu sama kakakku." Cleo tampak sangat bahagia ketika melihat ayahnya datang bersama seorang gadis kecil yang baru ia temui beberapa hari lalu. Wajah Cleo berseri-seri saat menarik tangan Clarissa menuju tempat kakaknya berada. "Kamu punya kakak?" Cleo mengangguk. "Iya, dia sedang main motor-motoran," jawab Cleo sambil menunjuk ke arah Noah yang sedang asyik bermain di arena permainan. Sesampainya di dekat Noah, Cleo langsung berhenti dan memanggilnya, "Kak Noah!" Noah menoleh saat mendengar suara Cleo dari samping. "Ada apa, Dek?" "Lihat, aku bawa siapa!" Cleo tersenyum lebar, seraya menunjuk seorang gadis mungil yang berdiri di sampingnya. Noah segera turun dari permainan dan melihat ke arah gadis kecil itu. "Dia siapa?" "Dia Clarissa, Kak." "Oh, jadi ini Clarissa yang sempat kamu bilang kemarin, ya?" Clarissa melirik ke arah Cleo. "Kamu ngomong apa tentang aku?" "Aku bilang kamu cantik." Perkataan Cleo membuat Clarissa sedikit tersipu malu.

DMCA.com Protection Status