Share

Part 04; Rumah Baru

“Kau tidak mau turun?”

Tersadar dari lamunannya, Levana langsung memperhatikan area sekitar. Dirinya tiba di depan salah satu rumah sederhana yang biasa ditemui di London. Bangunan berwarna putih terlihat sangat nyaman dipadukan dengan teras berwarna coklat muda.

“Di mana kita sekarang?” tanya Levana saat keluar dari dalam mobil.

“Richmond,” jawab Rave singkat yang mana berhasil membuat Levana berlari mengikuti pria itu.

“Richmond?” ulang Levana dan tidak mendapat balasan apa pun dari Rave yang sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah baru mereka.

Berbeda dengan keadaan di luar yang tampak tenang dan indah, bagian dalam justru tampak kosong. Hanya ada satu kursi kayu di dalam sana yang mana langsung diduduki oleh Rave. Pria itu kini lebih fokus melihat ponselnya dibandingkan memberi informasi untuk Levana.

“Aku akan tinggal di sini mulai sekarang?” tanya Levana yang berharap Rave akan mengatakan tidak kepadanya.

“Ya.”

Jawaban singkat Rave berhasil membuatnya mengembuskan napas panjang. Rave yang semula fokus pada ponselnya pun kini beralih melihat ke arahnya dengan pandangan tidak suka.

“Kau tidak menyukainya? Bukankah seharusnya kau berterima kasih aku memberikanmu tempat tinggal? Asal kau tahu, Levana. Richmond merupakan tempat tinggal Impian masa tuaku nanti dan kau kubiarkan tinggal di sini secara gratis,” protes Rave yang membuat Levana menyesali pertanyaannya tadi.

“Bukan begitu,” respon Levana cepat dan terlihat berulang kali hendak bicara, tetapi diurungkannya. “Maaf jika membuatmu kesal. Aku hanya terkejut saat mengetahui aku akan tinggal di sini. Kau.. kau tahu kan jarak rumah ini ke klinik tempat aku bekerja cukup jauh.”

“Levana, ada tujuan tersendiri aku memintamu tinggal di sini dan bukan di pusat kota London. Lilian dan kedua orang tuaku tinggal di sana, aku tidak ingin selalu berhadapan dengan masalah jika kau tinggal di lingkungan yang sama dengan mereka. Sudah cukup pernikahan ini menjadi masalah untukku, setelahnya aku tidak ingin menimbulkan masalah baru. Kuharap kau paham maksudku,” jelas Rave yang mana bangkit berdiri dari duduknya dan berjalan ke lantai atas.

Langkah kaki Rave yang terhenti membuat Levana tanpa sengaja menabrak punggung pria yang kini menjadi suaminya itu. Rave tidak bergerak sama sekali walaupun Levana sudah meminta maaf. Pria itu hanya diam memperhatikan ruangan kosong yang lumayan besar di hadapannya.

Cukup lama Levana berdiri di belakang Rave yang tengah memperhatikan ruangan kosong di hadapannya dalam diam. “Kenapa? Kau membutuhkan sesuatu?”

“Kau bisa mengisi perlengkapan rumah ini sesuai yang kau inginkan, tapi biarkan ruangan ini aku yang mengisinya. Aku akan menempati kamar ini nantinya,” ucap Rave singkat yang mana setelahnya kembali turun ke lantai bawah.

“Kau yakin aku boleh mengisi perlengkapan rumah ini sesuai yang kuinginkan?” tanya Levana mengulangi ucapan Rave.

“Ya.”

“Kau yakin?” Levana kembali memastikan dan berhasil membuat Rave mengerang saat mendengarnya. “Bukan begitu, hanya saja selera kita.. sepertinya sangat bertolak belakang,” jelas Levana yang mendadak tidak yakin saat mengatakannya.

“Apa aku peduli dengan seleramu, Levana? Lagi pula aku tidak akan tinggal di sini nantinya. Aku akan datang sesekali jika itu diperlukan.” Jawaban Rave terdengar ketus hingga membuat Levana sedikit sedih mendengarnya.

“Benar, aku melupakan hal itu.”

Suasana di rumah itu mendadak canggung, Rave terlihat memandangi Levana dalam diam saat gadis itu fokus memperhatikan halaman belakang dari balik jendela. Seperti ada yang ingin dikatakan oleh Rave, tapi hingga Levana berbalik menatapnya, kata-kata tak sedikit pun keluar dari mulutnya.

“Oh Rave, boleh aku menanyakan sesuatu padamu?” tanya Levana tiba-tiba yang mana membuat pria berambut pirang itu menatapnya dengan tatapan tak bisa dijelaskan.

“Apa yang ingin kau tanyakan?”

“Boleh aku tahu kontak Lilian?” pinta Levana yang terdengar ragu karena takut Rave marah. Benar saja dugaan Levana karena ekspresi suaminya itu mendadak penuh amarah.

“Berhenti mengganggu hidup Lilian, Levana. Apa lagi yang kau inginkan darinya?” keluh Rave dengan nada tinggi yang membuat Levana harus menahan napas mendengarnya.

“Aku berjanji tidak akan menghubunginya, aku hanya ingin menyimpan kontaknya. Siapa tahu suatu saat aku membutuhkannya.” Levana berusaha meyakinkan suaminya itu.

“Tidak. Kau tidak membutuhkannya, begitu juga dengan Lilian,” tolak Rave yang mana kini bergegas hendak pergi meninggalkan Levana seorang diri di rumah barunya.

Belum siap ditinggal seorang diri di rumah barunya, Levana mencoba menghentikan langkah Rave dengan bercerita tentang apa yang terjadi tadi malam. Ia menceritakan tentang seseorang yang memberikannya selamat di pesta.

“Tadi malam temanmu datang dan memberikan selamat padaku,” seru Levana tiba-tiba yang berhasil membuat langkah Rave terhenti.

“Temanku?”

“Ya, seorang wanita berambut hitam pekat. Aku ingat dia temanmu karena sewaktu di reuni sekolah kau pernah datang bersamanya,” cerita Levana yang justru membuat Rave terlihat kebingungan.

“Reuni sekolah?” ulang Rave.

“Ya, reuni sekolah tahun lalu. Itu pertama kalinya aku datang karena kebetulan Ethan memaksaku untuk menemaninya ke sana.” Levana kembali bercerita yang mana membuat ekspresi wajah Rave berubah.

“Ah, aku lupa jika kau teman si bodoh itu,” respon Rave yang terlihat meremehkan sekarang, membuat Levana membenci melihat ekspresinya.

“Dia bukan pria yang bodoh, Rave. Dia temanku,” protes Levana yang mana membuat Rave tidak suka mendengarnya. “Lagi pula aku ingin memberi tahu tentang temanmu. Dia mencarimu tadi malam, kau bisa menghubunginya dan ucapkan terima kasih karena sudah datang.”

“Siapa kau berani menyuruhku seperti itu, Levana?” Suara Rave terdengar seolah mengancam membuat Levana tiba-tiba merinding mendengarnya.

“Dengar, aku hanya memberi tahumu,” balas Levana cepat dan tidak ingin ada kesalahpahaman di antara mereka.

Melihat ekspresi wajah Levana yang terlihat seolah menghindar membuat Rave sadar apa yang dilakukannya. “Lupakan itu. Dan oh, Levana. Ethan Xander termasuk rival bisnisku dan karena kau kini menikah denganku, jangan coba-coba untuk berhubungan dengannya lagi walaupun pernikahan kita hanya pernikahan kontrak sekalipun,” ancam Rave yang mana membuat Levana tidak suka saat mendengarnya. Namun, Levana tidak bisa membela diri karena Rave sudah pergi begitu saja meninggalkan dirinya seorang diri.

Setelah kepergian Rave, Levana tidak melakukan apa pun dan lebih memilih duduk di kursi kayu yang mana satu-satunya barang yang ada di rumah itu. Ia pun mengeluarkan ponselnya dan membalas pesan yang ia terima sebelumnya dari nomor tidak dikenal. Tidak mendapat balasan, Levana pun segera menghubungi nomor tersebut.

“Kau menikmati pernikahanmu dengan Rave, Levana? Bagaimana kalau aku memberi tahu Rave atau keluarga Maverick lainnya bahwa kau tidak bisa hamil?” ucap seseorang dari seberang telepon yang berhasil membuat tubuh Levana bergetar saat mendengarnya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status