Baik Levana maupun Rave hanya bisa terdiam saat pemilik Maverick Group memasuki rumah baru mereka. Pandangannya seolah mengisyaratkan keduanya jika rumah tersebut sangat tidak cocok untuk seseorang yang menyandang status keluarga Maverick.
“Ini yang kau sebut rumah, Rave?” Hinaan yang keluar dari mulut Francis Maverick berhasil membuat Rave langsung bersuara.
“Untuk apa aku membeli rumah mewah jika hanya akan digunakan selama tiga tahun saja? Terlalu berlebihan,” seru Rave yang mana tetap berusaha santai menghadapi ayahnya.
Berbeda dengan Rave yang tetap terlihat tenang, Levana yang duduk di samping suaminya itu semakin menundukkan kepalanya. Tangannya mencengkeram kuat celana bahan yang ia kenakan saat dirinya mendengar balasan Rave barusan. Ada rasa sedih yang seolah langsung menyadarkan statusnya.
Senyum meremehkan masih terlihat jelas di wajah Francis. “Aku tidak peduli kau membeli rumah mewah sekalipun karena selama tiga tahun ini Levana wajib menjadi prioritasmu. Kau harus memperhatikannya sebaik mungkin karena ia wajib menghasilkan keturunan darimu.”
“Dad!” tegur Rave tidak terima dengan ucapan sang ayah barusan.
“Kenapa? Kau tidak menyukainya? Hanya tiga tahun saja, Rave, dan kau akan seutuhnya terlepas dari dirinya.” Francis kini beralih fokus pada Levana. “Jangan pernah lupa akan janji yang kau buat, Levana!”
“Ya, Tuan, aku mengerti maksudmu,” balas Levana dengan suara yang terdengar sedikit serak.
Francis yang semula duduk kini bangkit berdiri dan menyentuh dinding rumah, seolah tengah mengecek sesuatu. “Pindahlah ke Belgravia. Jika kau tidak mau Levana tinggal satu rumah denganmu dan Lilian, beli rumah yang tak jauh dari tempat kau tinggal.”
“Bukankah keterlaluan membiarkan Levana tinggal bersama denganku dan Lilian,” protes Rave. “Lagi pula Levana akan baik-baik saja tinggal di sini.”
“Yang dikatakan Rave benar, Tuan. Aku tidak masalah tinggal di sini. Akan jadi masalah jika aku tinggal di lingkungan yang sama dengan Rave dan Lilian,” tolak Levana yang kini ikut bersuara.
“Dan aku tidak butuh pendapatmu, Levana,” potong Francis cepat.
Mendengar itu Levana mengembuskan napas beratnya sepelan mungkin. Ia bisa melihat Rave yang masih duduk di sampingnya mengepalkan telapak tangannya hingga urat di tangannya terlihat jelas.
“Hentikan, Dad! Berhenti mengontrol hidupku,” ucap Rave dengan penuh penekanan yang justru membuat Francis tertawa mendengarnya.
“Aku akan berhenti mengontrol hidupmu jika kau menjalani hidup yang benar, Rave. Kau masih beruntung kuberi izin untuk tetap menikahi Lilian.” Francis kini mengambil mantelnya yang tergantung dan segera mengenakannya. “Keturunan Maverick tidak boleh terhenti. Pastikan kau sudah membawa Levana pindah ke Belgravia minggu ini.”
Melihat Francis yang hendak pergi membuat Levana langsung mengikutinya dari belakang, membiarkan Rave tetap diam di tempatnya. Walau Levana sendiri merasa sakit hati dengan perlakuan Francis padanya, ia tetap menghormati pria itu karena bagaimanapun dia yang membantu hidup keluarga Levana.
“Hati-hati di jalan, Tuan Maverick. Sampai bertemu besok,” ucap Levana yang mana mendapat gelengan kepala dari Francis.
“Tidak perlu menemuiku. Kita akan bertemu lagi setelah kau pindah di Belgravia,” tolak Francis dan seketika mobil yang membawa ayah mertua Levana itu melaju cepat meninggalkan perkarangan rumah Levana.
“Kau baik-baik saja?” tegur Levana saat melihat Rave yang tengah bersandar dan memejamkan matanya.
“Aku pakai kamarmu sebentar,” ucap Rave yang kemudian menaiki tangga ke lantai dua.
Setelah mendengar pintu kamarnya tertutup, Levana kembali ke dapur untuk melanjutkan masakannya yang terhenti. Sulit bagi Levana untuk berkonsentrasi pada masakannya sekarang, tetapi ia tidak punya pilihan lain selain tetap memasak.
Tidak butuh waktu lama bagi Levana memasak makan malam untuknya dan Rave. Setelah merapikan makanan di atas meja makan, Levana langsung pergi ke kamarnya untuk memanggil Rave agar mereka bisa segera makan bersama.
Levana menarik napas panjang sebelum akhirnya mengetuk pintu kamarnya sendiri. “Rave? Boleh aku masuk?”
Tak ada jawaban dari Rave hingga Levana berinisiatif membuka pintu kamarnya sendiri. Ia tidak mendapati Rave di atas ranjangnya dan membuat dirinya membuka pintu lebih lebar. Rave terlihat tengah berdiri tepat di depan jendela kamarnya yang juga menghadap ke halaman belakang.
“Kau baik-baik saja?” Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Levana.
Tatapan dingin terlihat jelas dari sorot mata Rave. Levana yang semula hendak melangkah mendekati suaminya itu memilih untuk berhenti, terlebih ketika dirinya mendengar embusan napas kasar milik sang suami.
“Aku tidak pernah membayangkan hidupku akan berakhir seperti ini. Terperangkap dalam pernikahan yang tidak pernah aku inginkan sebelumnya.” Kata-kata Rave terdengar sangat pahit.
“Lalu aku harus menerima semua konsekuensinya sekarang,” lanjut Rave dengan tawa getir saat mengatakannya.
Levana sendiri yang merasa sakit saat mendengar ucapan Rave, tetapi ia tetap berusaha terlihat tegar. “Aku tahu ini bukan yang kau inginkan, Rave, karena aku juga begitu. Namun, kita tidak punya pilihan lain. Aku juga tidak punya pilihan selain menerimanya.”
“Tapi kau menerimanya.” Suara Rave kini terdengar meninggi. “Kau memilih untuk berada di sini yang mana membuat semuanya semakin rumit. Kau tahu, Levana, setiap kali aku melihatmu hanya penyesalan saja yang datang menghampiriku.”
Kata-kata Rave barusan benar-benar berhasil membuat Levana tidak sanggup lagi membendung air matanya. “Aku mengerti perasaanmu, Rave. Jauh lebih mengerti dibandingkan orang lain.”
Levana benar-benar tidak sanggup menahan emosinya hingga dirinya berjalan dan mendekati ranjang miliknya. Ia berpegangan kuat pada ranjangnya tersebut seolah tengah mencari kekuatan untuk dirinya menghadapi ini semua.
“Kau pikir aku baik-baik saja saat menerima perjodohan ini? Tidak, Rave, karena aku juga terluka.” Tatapan Levana seolah memaksa Rave untuk balas menatapnya. “Kau pikir aku setuju menikah denganmu karena keinginan pribadi? Aku hanya mencoba untuk bertahan.”
Melihat Levana yang terlihat rapuh semakin membuat Rave memilih untuk mundur beberapa langkah. “Aku tidak tahu bagaimana harus menghadapimu, Levana. Menikah denganmu hanya membuat diriku tersiksa.”
“Aku tidak pernah meminta lebih padamu, Rave. Yang kuinginkan darimu hanya melewati ini bersama-sama tanpa harus saling menyalahkan,” respon Levana dengan suaranya yang bergetar.
Mendengar itu justru membuat Rave tertawa sinis. “Melewatinya secara bersama? Aku bahkan tidak tahu bagaimana caraku harus menghadapimu, apa aku bisa bertahan dalam pernikahan ini atau tidak.”
“Berbeda denganmu, walau ragu aku akan tetap bertahan karena aku rela melakukan apa pun agar orang yang kusayang bisa hidup bahagia dan nyaman.” Levana tertunduk lesu saat mengatakannya.
Rave tidak merespon ucapan Levana dan lebih memilih memandangi gadis itu dengan tatapan sulit diartikan. Sebenarnya ia sangat tahu jika bukan hanya dirinya yang tersakiti, melainkan juga istri barunya itu, tetapi Rave lebih memilih mengabaikannya.
Tanpa pikir panjang Rave pun keluar dari kamar Levana yang mana langsung disusul oleh gadis itu dari belakang. Langkah kaki panjang Rave dengan mudah membawanya melangkah menuju ke ruang tamu yang berada di lantai bawah.
“Rave,” panggil Levana yang mana berhasil membuat langkah Rave terhenti.
Pria itu berbalik dan menatap Levana dalam diam tanpa berniat merespon apa pun. Setelahnya ia keluar dan meninggalkan Levana seorang diri di dalam rumah yang sepi dan dingin itu.
Tanpa keduanya sadari, bayangan seseorang yang tengah mengintai rumah Levana dari kejauhan, memperhatikan setiap gerak-gerik mereka dengan mata yang penuh dengan niat jahat. Sesuatu yang berbahaya tengah menanti Levana, dan keduanya tidak ada yang menyadari ancaman tersebut.
“Senang melihatmu hanya seorang diri di rumah, Levana.”
***
Terakhir kali Levana bertemu dengan kedua orang tuanya di malam pesta pernikahan dirinya dan Rave. Sudah seminggu berlalu dan ia baru berniat untuk menemui orang tuanya. Walau mereka jarang bertemu saat tinggal bersama dulu, Levana tetap merindukan keduanya.“Kau baik-baik saja, sayang?” tanya sang ibu ketika membawakan segelas jus untuk putri satu-satunya.“Ya, Mom. Aku baik-baik saja. Maafkan aku baru sempat berkunjung sekarang,” balas Levana yang sedikit berseru. “Ke mana Dad? Bukankah seharusnya dia libur hari ini?”“Semenjak Maverick Group mengambil alih, ayahmu semakin jarang pulang ke rumah, Levana. Pekerjaannya di kantor semakin padat,” balas sang ibu memberi info.“Kuharap itu berita bagus karena kini banyak investor yang mulai menaruh perhatian lebih, tapi aku khawatir dengan kondisinya yang sekarang.” Levana teringat fisik sang ayah yang mendadak memburuk karena permasalahan utang tempo hari.“Levana, kau tidak perlu memikirkan hal itu. Justru Mom yang sangat khawatir denga
“Kau pria yang baik, Rave. Titip jaga Levana,” pesan sang ibu saat Levana dan Rave hendak pergi.Levana tidak pernah tahu apa tujuan sang ibu berpesan seperti itu pada Rave di saat ibunya tahu betul hubungan antar keduanya. Yang bisa dilakukan Levana kini hanya tersenyum dan bergegas masuk ke dalam mobil dan meninggalkan ibunya seorang diri di rumah.“Ke mana kita akan pergi?” tanya Levana membuka pembicaraan saat keduanya di dalam mobil.Rave tampak memikirkan sesuatu sebelum akhirnya berbicara. “Apa maksud ucapan ibumu tadi? Dia tidak tahu kita.. ah lupakan.” Ucapan Rave dihentikannya begitu saja seolah tidak ingin membahas lebih lanjut.Levana sendiri paham maksud pertanyaan Rave, tetapi melihat pria itu tidak melanjutkan ucapannya, Levana juga memilih untuk tidak membahasnya. Lagi pula pesan tersebut memang seharusnya tidak mereka bahas.“Jadi, kau bilang ada hal penting yang harus kau bicarakan denganku, apa itu?” tanya Levana kembali dan mencoba untuk mengalihkan kecanggungan.M
“Apa kau sudah gila?” teriak seorang pria yang sudah cukup tua keluar dari Audi hitam yang Rave tabrak.Sadar telah salah sasaran, Rave pun langsung keluar untuk meminta maaf dan membicarakannya secara kekeluargaan. Sedangkan Levana memilih untuk tetap diam di dalam mobil sembari menetralkan jantung dan pikirannya yang cukup terguncang karena kejadian barusan.Tiba-tiba ponselnya bergetar dan terlihat nomor asing kembali menghubunginya. Tanpa pikir panjang, Levana segera mengangkat panggilan telepon tersebut dan terdengar suara tawa yang cukup keras dari sambungan telepon.“Menarik sekali melihat suamimu sepertinya sangat khawatir terjadi sesuatu padamu,” seru si penelepon yang berhasil membuat kepala Levana semakin berdenyut.“Kau mengancam Rave?” tanya Levana seolah tidak percaya mendengar pernyataan pria tersebut.“Tidakkah kau bertanya-tanya kenapa akhir-akhir ini dia sepertinya sangat mengkhawatirkanmu, bahkan meminta kau pindah ke rumah utamanya, Levana Sullivan.”“Sebenarnya ap
Pada dasarnya tubuh Levana masih sangat lemas untuk digerakkan, tetapi dirinya menolak bantuan perawat yang hendak membantunya. Ia lebih memikirkan pekerjaan si perawat yang akan terbengkalai jika membantu dirinya.Dengan tangan yang masih gemetar saat memegang sendok, Levana berusaha keras untuk menyendokkan bubur ke mulutnya. Walau cukup sulit, setidaknya ia masih bisa melakukannya seorang diri.Tak lama derit pintu kembali terdengar, dan kali ini suaranya jauh lebih keras seolah seseorang yang membuka pintu sengaja melakukannya. Mata Levana pun terbuka sempurna saat mengetahui siapa gerangan yang datang.“Lilian? Apa yang kau lakukan di sini?” Pertanyaan yang refleks keluar begitu saja dari mulut Levana.“Seharusnya aku yang menanyakannya padamu. Apa yang kau lakukan di sini?” Lilian berbalik tanya yang membuat kening Levana berkerut.“Apa maksudmu, Lilian?” tanya Levana yang benar-benar tidak paham maksud wanita yang berdiri tepat di samping ranjangnya.Tawa sinis Lilian mendadak
“Keluar!”Teriakan Rave berhasil menghentikan langkah Lilian hendak melukai Levana lebih lanjut. Levana sendiri sudah tidak mampu untuk bersuara karena terlalu shock dan kondisi fisiknya yang sudah sangat lemas.“Ingat, Levana, kau akan membayar semua ini,” ancam Lilian yang mana langsung pergi dari ruang rawat inap Levana.Raut wajah Rave terlihat begitu khawatir saat mendapati kondisi Levana. “Bersabarlah sebentar, aku akan memanggil dokter yang berjaga.”Langkah Rave terhenti ketika Levana menahannya. “Jangan..” Yang mana setelahnya Levana tidak lagi mengingat apa yang terjadi.Saat Levana membuka matanya, hal pertama yang dilihatnya adalah sinar yang cukup menyilaukan mata. Dirinya berusaha mengerjap dan mendapati tengah dirawat di ruang yang berbeda.Selang infus masih terpasang, tetapi bukan di punggung tangan kirinya, melainkan dipindah di punggung tangan kanan. Ia juga merasakan ada yang mengganjal di wajahnya dan baru menyadari jika dirinya dibantu dengan alat bantu pernapasa
Satu minggu dirawat di rumah sakit membuat Levana sangat merindukan udara segar di rumahnya. Walau selama di rumah sakit ia tetap bisa merasakan udara segar ketika berjalan di taman, rasanya tentu saja berbeda.Bunyi sandi yang dimasukkan membuat Levana langsung terduduk dan menatap waspada ke arah pintu yang tengah dibuka. Dirinya baru saja pulang dari rumah sakit dan belum siap mendapatkan ancaman dari seseorang. “Kenapa kau di sini? Bukankah belum waktunya kau pulang?”Levana merasa lega ketika yang datang adalah Rave bukan orang asing yang mencoba masuk ke rumahnya. “Aku sudah pulih, jadi kenapa aku harus tetap tinggal di rumah sakit?” Levana berbalik tanya pada Rave.“Kenapa aku tidak mendapatkan kabar dari rumah sakit jika kau sudah boleh pulang? Seharusnya mereka memberitahuku lebih dulu,” keluh Rave yang masih kesal saat tahu Levana sudah kembali dari rumah sakit.“Aku yang meminta mereka, lagi pula kau tidak harus melakukan apa pun karena aku bisa mengurusnya sendiri,” jawa
Menghadiri pesta pernikahan yang diadakan pebisnis besar cukup merepotkan. Bukannya Levana tidak pernah menghadiri pesta sebelumnya, ia sudah sering kali hadir, tetapi kali ini rasanya berbeda. Sejak makan siang berakhir, dirinya sudah harus berada di salon kecantikan.“Wajahmu lembut sekali, Nyonya. Mode rambut apa pun yang kau pilih pasti sangat cocok untukmu,” puji penata rambut yang kini sedang menyisir lembut rambut Levana. “Yang mana yang kau pilih, Nyonya?”“Bisa kau berikan penjepit kecil di rambutku? Aku ingin mengurainya saja,” respon Levana sembari menyentuh rambutnya sendiri.“Bukankah terlalu biasa? Kau bisa menunjukkan pada semua orang jika kau memiliki leher jenjang yang sangat cantik,” usul si penata rambut yang mana ditolak oleh Levana.“Aku tidak banyak mengenal orang di pesta ini, jadi untuk menutupi kegugupanku aku bisa menggunakan rambutku nantinya,” bisik Levana sembari tertawa kecil membuat sang penata rambut juga ikut tertawa.“Benar sekali, Nyonya. Tak banyak o
“Freya datang!” tegur Dana yang mana kini fokus mereka pada seorang wanita yang memakai gaun hitam dan terlihat sangat mewah malam itu.“Kenapa kau memakai gaun berwarna putih?” tegur wanita bernama Freya sembari memeluk erat sang sahabat.“Gunakan matamu baik-baik, ini warna krem, bukan putih!” Dana terlihat tidak terima.Fokus Freya pun beralih pada Levana. “Kau manis sekali, Levana! Gaunmu cocok dengan kepribadianmu,” seru Freya yang kini langsung memeluk erat Levana. Levana bisa merasakan Rave melirik ke arahnya.“Terima kasih, dan kau terlihat sangat mewah,” puji Levana yang mana membuat Freya senang mendengarnya.“Rave, aku menyukai istrimu yang ini, sungguh!” seru Freya yang mendadak membuat Levana merasa tak nyaman, apalagi melihat reaksi Rave barusan.“Pertanyaannya siapa yang menyukai Lilian? Hanya Rave yang begitu bodoh saja yang menyukai adikku itu,” tambah Dana yang semakin membuat Levana tidak nyaman.“Kau terlihat begitu santai, apa karena yang menemanimu istri keduamu
Sidang perceraian Rave Maverick dan Lilian Flynn menjadi topik pencarian teratas. Tak hanya di sosial media, beberapa stasiun televisi swasta pun menayangkan siaran langsung sidang perceraian tersebut.Tak ingin terganggu dengan apa yang terjadi, Levana memilih untuk tetap pergi ke kampus. Dirinya tidak ingin hanya diam di rumah dan tidak berbuat apa pun, karena ujungnya ia pasti akan penasaran dan menonton tayangan sidang perceraian sang suami.“Kau baik-baik saja, Levana?” tegur asisten lab yang lain.Tangan Levana pun seketika berhenti dan menoleh ke arah rekan kerja. “Ya? Aku baik-baik saja. Apa aku membuat kesalahan?” tanya Levana yang kebingungan karena dirinya merasa tidak melakukan kesalahan.Kepala sang rekan kerja menggeleng cepat. “Kau … tidak terganggu dengan sidang perceraian Rave Maverick?” Kepala Levana langsung beralih kembali ke arah rekan kerja. “Oh, Levana, maafkan aku, tapi aku penasaran karena namamu terus dibawa oleh beberapa media.”Yang dikatakan oleh rekan ker
Tiga hari setelah Freeya datang menemuinya, Levana merasakan kebahagiaan tersendiri. Dirinya seolah terlahir kembali dan semuanya berjalan dengan begitu lancarnya.Pagi ini dirinya hendak berangkat ke kampus, kebetulan ia memiliki jadwal untuk mendampingi para mahasiswa baru dalam meneliti hewan peliharaan. Namun, berita terhangat yang muncul di televisi membuat dirinya tidak bisa meninggalkan rumahnya barang sedikit pun, mengingat para wartawan kini memblokir jalanan menuju ke rumahnya.“Apa yang terjadi?”Tubuh Levana terasa begitu lemas ketika nama dirinya kembali terseret dalam berita terhangat pagi ini. Kedua orang tuanya langsung berusaha menenangkannya mengingat dirinya tengah hamil kembali.“Untuk beberapa hari ke depan, kau tidak boleh keluar dari rumah dahulu, Levana. Akan sangat berbahaya jika kau pergi keluar,” ujar sang ayah yang kini meminta ibunya mengantarkan Levana kembali ke kamar.“Dengar, Levana. Semua berita yang kau dengar pagi ini tidak ada hubungannya denganmu.
Sebuah pelukan hangat langsung didapatkan oleh Levana begitu dirinya bertemu kembali dengan Freeya. Bukannya sengaja menghindarinya, Levana memang tidak memiliki alasan untuk bertemu dan bicara dengan sang sahabat.“Tidakkah kau merindukanku?” sapa Freeya sembari memegang erat kedua tangan Levana.“Tentu saja aku merindukanmu! Asal kau tahu Freeya, aku sangat merindukanmu,” sahut Levana yang membuat Freeya membuang muka.“Jika kau merindukanku, seharusnya kau menghubungiku, Levana. Setelah aku memberi informasi yang seharusnya tidak kau ketahui, kau langsung menghilang begitu saja tanpa kabar,” ujar Freeya yang berhasil membuat Levana merasa bersalah.“Tunggu sebentar.”Levana pun beralih kecil ke arah parkiran di mana Marcel tengah menunggunya. Ia memberikan pesan kepada Marcel untuk pulang sendiri, tetapi ditolak oleh sang sopir.“Pergilah, Nyonya, tetapi jangan menyruhku untuk pulang. Aku bisa mengikutimu dari belakang, jadi nantinya kau tak perlu meminta temanmu mengantarkan pulan
“Kau baik-baik saja, Ms. Sullivan?” tanya salah seorang mahasiswa yang sedang meneliti, menyadarkan Levana dari lamunannya.“Oh, ya, aku baik-baik saja. Jika kalian membutuhkan bantuanku, bisa panggil aku di dalam ruang kerjaku,” ujar Levana yang kini masuk ke dalam ruang pribadinya.Ia menyandarkan punggungnya di punggung kursi, sedangkan matanya fokus membaca berita yang tengah beredar. Saat ini namanya menjadi topik pencarian paling atas, membuat para dosen dan mahasiswa di kampus bertanya-tanya akan apa yang menimpa dirinya.[Selama setahun pernikahannya, Levana Sullivan mendapat ancaman dari kekasih gelap Lilian Flynn tanpa sepengetahuan Rave Maverick sama sekali.] Tawa pahit terlihat jelas di wajah Levana saat membaca berita yang lewat. Ia hanya menggelengkan kepalanya karena tidak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya itu.“Sebenarnya apa yang tengah kau rencanakan? Membawa serta namaku dan bersikap seolah tidak tahu jika Toby Duggan mengancamku selama ini?”Levana meringi
Seminggu telah berlalu dan Levana tidak pernah merasa tenang saat malam datang. Dirinya selalu merasa gelisah entah apa yang membuat malamnya selalu tidak nyaman.Hubungan Levana dan sang ayah perlahan juga mulai membaik ketika dirinya memaksa untuk bicara empat mata dengan sang ayah. Dirinya baru menyadari jika ayahnya itu juga menyimpan rahasia besar seorang diri.“Maafkan ayahmu ini, Levana. Aku tidak pernah terpikirkan jika pengkhianatan Flynn Group juga berdampak besar untuk hidup kita,” ujar sang ayah saat Levana memaksa untuk bicara.“Kumohon jelaskan semuanya dengan perlahan karena aku tidak paham apa maksud ucapanmu itu, Dad.” Levana memprotes ayahnya sendiri.Terdengar embusan napas kasar keluar dari mulut sang ayah. Matanya terpejam sejenak dan saat terbuka, sang ayah menatapnya dengan tatapan sedih dan merasa bersalah.“Sebagai mantan reporter, aku memiliki banyak kenalan yang menjual berita para orang kaya, Levana. Aku bekerja sama dengan seorang paparazzi yang mana tidak
“Oh, Levana! Mum tidak tahu jika kau sudah pulang,” sahut sang ibu yang kini melangkah mendekat ke arahnya.“Aku tidak ada hubungannya dengan mereka, Dad. Sungguh!” ucap Levana yang mengabaikan sang ibu dan mendekati ayahnya sendiri.Sang ayah terlihat frustasi sendiri saat ini dan memilih untuk duduk membelakangi Levana. “Ya, aku tahu itu. Aku tahu jika kau tidak ada hubungannya dengan masalah ini, Levana. Aku hanya marah, marah pada semuanya yang selalu mengaitkanmu dan marah pada diriku sendiri.”Sejujurnya Levana tidak tahu apa yang tengah ayahnya bicarakan, tetapi jika ia mengaitkan dengan berita yang beredar, dirinya bisa paham dan mengerti apa yang membuat sang ayah terlihat begitu marah.Ibu Levana pun melangkah mendekati sang suami dan memeluknya erat dari belakang. “Sama seperti sebelumnya, kita juga bisa melewati ini semua bersama-sama.”Yang bisa Levana lakukan hanya diam saja di tempatnya berdiri. Rasa lelah yang semula menghampirinya kini seakan lenyap begitu saja.“Tuan
Merasa bodoh dan kesal pada dirinya sendiri, Levana memilih bangkit dan berendam di dalam bath tub. Ia mencoba menghilangkan pikirannya tentang Rave dengan sebegitu kerasnya.“Bodoh. Lagi pula bisa-bisanya kau memikirkan pria yang tidak mungkin memikirkanmu?” keluh Levana yang kini memejamkan matanya.Dirinya berjanji akan memulai hidupnya yang baru dan melupakan semua masalah yang pernah menghampirinya. Ia akan hidup kembali menjadi Levana Sullivan, toh dari awal namanya tidak pernah berubah karena negara tidak pernah memberi restu pada pernikahannya.Keesokan harinya, Levana sudah mulai bekerja di laboratorium salah satu universitas di daerahnya. Saat itu proses belajar mengajar sudah selesai, tetapi para mahasiswa yang melakukan penelitian tetap meneliti di dalam lab, dan sudah menjadi tugas Levana untuk membantu mereka.“Ms. Sullivan, aku dengar Anda pernah bekerja di konservasi hewan milik Newall Group. Apa benar begitu?” tanya seorang mahasiswa yang sedang meneliti di dalam lab.
Terakhir kali saat Levana bertemu dengan ayah mertuanya—Francis Maverick, dirinya sudah menekankan jika ia tidak ingin diganggu oleh Rave. Levana juga meminta jika Francis membantunya agar Rave mau menceraikan dirinya.Sebenarnya pernikahan Levana dan Rave tidak terikat hukum apa pun, pernikahan keduanya dianggap tidak sah di mata hukum karena memang peraturan negara yang tidak diperbolehkan memiliki lebih dari satu pasangan di saat yang bersamaan. Perceraian yang diinginkan Levana tidak lain hanya agar Rave melepaskan dirinya. Terkait masalah urusan di media, ia tidak peduli.“Anda bisa langsung bekerja mulai besok, Nona,” ujar seorang wanita yang kini mengantar Levana berkeliling.Pandangan Levana mulai memandangi area sekitar laboratorium yang mana tampak asri dan nyaman. Dirinya berharap dengan pekerjaan barunya ini, ia bisa memulai hidupnya kembali dan melupakan semua masa lalunya yang buruk.“Ngomong-ngomong, Nona, kenapa Anda berhenti bekerja dengan Newall Group? Bagi para lulu
Tidak ada pembicaraan di antara Levana dan Rave hingga keesokan paginya. Levana hanya meminta Rave memeluknya erat di pagi hari sebelum mereka terbang ke London.Begitu tiba di bandar udara Kota London, Levana dan Rave bagaikan orang yang tidak saling mengenal. Levana sudah meminta jika dirinya akan pulang sendiri dijemput oleh sopir pribadi ayahnya.Tidak ada kecurigaan apa pun di pikiran Rave tentang Levana, pria itu justru sibuk sendiri karena begitu melihat berita, dirinya pertama kali menemukan gosip tentangnya dan juga Levana. Berita lain yang membuatnya terkejut adalah kabar tentang Toby Duggan yang sudah dilaporkan dengan berbagai tindak pidana, salah satunya kasus suap yang dilakukan agar dirinya bisa menjadi model internasional.“Terima kasih untuk waktunya, aku harap kau sehat selalu,” bisik Levana sebelum kedua berpisah.“Aku akan menghubungimu nanti,” pesan Rave yang langsung masuk ke mobil lain bersama dengan Max.“Kita pulang sekarang, Nyonya?” tegur sopir pribadi kelua