Satu minggu dirawat di rumah sakit membuat Levana sangat merindukan udara segar di rumahnya. Walau selama di rumah sakit ia tetap bisa merasakan udara segar ketika berjalan di taman, rasanya tentu saja berbeda.Bunyi sandi yang dimasukkan membuat Levana langsung terduduk dan menatap waspada ke arah pintu yang tengah dibuka. Dirinya baru saja pulang dari rumah sakit dan belum siap mendapatkan ancaman dari seseorang. “Kenapa kau di sini? Bukankah belum waktunya kau pulang?”Levana merasa lega ketika yang datang adalah Rave bukan orang asing yang mencoba masuk ke rumahnya. “Aku sudah pulih, jadi kenapa aku harus tetap tinggal di rumah sakit?” Levana berbalik tanya pada Rave.“Kenapa aku tidak mendapatkan kabar dari rumah sakit jika kau sudah boleh pulang? Seharusnya mereka memberitahuku lebih dulu,” keluh Rave yang masih kesal saat tahu Levana sudah kembali dari rumah sakit.“Aku yang meminta mereka, lagi pula kau tidak harus melakukan apa pun karena aku bisa mengurusnya sendiri,” jawa
Menghadiri pesta pernikahan yang diadakan pebisnis besar cukup merepotkan. Bukannya Levana tidak pernah menghadiri pesta sebelumnya, ia sudah sering kali hadir, tetapi kali ini rasanya berbeda. Sejak makan siang berakhir, dirinya sudah harus berada di salon kecantikan.“Wajahmu lembut sekali, Nyonya. Mode rambut apa pun yang kau pilih pasti sangat cocok untukmu,” puji penata rambut yang kini sedang menyisir lembut rambut Levana. “Yang mana yang kau pilih, Nyonya?”“Bisa kau berikan penjepit kecil di rambutku? Aku ingin mengurainya saja,” respon Levana sembari menyentuh rambutnya sendiri.“Bukankah terlalu biasa? Kau bisa menunjukkan pada semua orang jika kau memiliki leher jenjang yang sangat cantik,” usul si penata rambut yang mana ditolak oleh Levana.“Aku tidak banyak mengenal orang di pesta ini, jadi untuk menutupi kegugupanku aku bisa menggunakan rambutku nantinya,” bisik Levana sembari tertawa kecil membuat sang penata rambut juga ikut tertawa.“Benar sekali, Nyonya. Tak banyak o
“Freya datang!” tegur Dana yang mana kini fokus mereka pada seorang wanita yang memakai gaun hitam dan terlihat sangat mewah malam itu.“Kenapa kau memakai gaun berwarna putih?” tegur wanita bernama Freya sembari memeluk erat sang sahabat.“Gunakan matamu baik-baik, ini warna krem, bukan putih!” Dana terlihat tidak terima.Fokus Freya pun beralih pada Levana. “Kau manis sekali, Levana! Gaunmu cocok dengan kepribadianmu,” seru Freya yang kini langsung memeluk erat Levana. Levana bisa merasakan Rave melirik ke arahnya.“Terima kasih, dan kau terlihat sangat mewah,” puji Levana yang mana membuat Freya senang mendengarnya.“Rave, aku menyukai istrimu yang ini, sungguh!” seru Freya yang mendadak membuat Levana merasa tak nyaman, apalagi melihat reaksi Rave barusan.“Pertanyaannya siapa yang menyukai Lilian? Hanya Rave yang begitu bodoh saja yang menyukai adikku itu,” tambah Dana yang semakin membuat Levana tidak nyaman.“Kau terlihat begitu santai, apa karena yang menemanimu istri keduamu
“Masa laluku bukan urusanmu, Rave!”Entah kekuatan dari mana yang Levana dapatkan malam itu hingga bisa melepaskan kuncian tangan Rave di lengannya. Matanya yang semula menyiratkan balasan amarah, perlahan mulai kembali tenang.“Maafkan aku, tapi sungguh kau tak perlu tahu akan hal itu. Selamat malam,” bisik Levana yang kemudian pergi ke kamarnya dan meninggalkan Rave seorang diri di sana.Saat hendak pergi bekerja keesokan harinya, Rave sudah tidak ada di rumah. Entah pukul berapa suaminya itu pergi bekerja, atau memang Rave pulang ke rumah utama tadi malam, Levana sama sekali tidak tahu.Setelah sepuluh hari lebih dirinya tidak datang ke klinik, akhirnya Levana kembali bekerja. Kembalinya Levana membuat pelanggannya tiba-tiba membuat janji temu.“Dokter, kudengar kau kecelakaan dan dirawat di rumah sakit. Sayang sekali aku tidak boleh menjengukmu,” ujar seorang wanita tua yang menjadi pelanggan tetap klinik Levana.“Kau tidak perlu repot-repot datang menjengukku, Nyonya. Aku baik-ba
“Kau akan tetap diam begitu saja tanpa memberitahuku apa tujuan Newall datang ke klinikmu?” tanya Rave saat keduanya tiba di rumah.“Tidak ada yang perlu kuberitahu padamu, Rave.” Levana berjalan begitu saja menghindari sang suami.“Jangan menghindar, Levana. Apa yang sebenarnya kalian bicarakan di klinik tadi? Bagaimana bisa kau membiarkannya datang menemuimu padahal kau sendiri sudah menikah!” teriak Rave yang membuat Levana membalikkan badannya.“Bukankah kau dengar sendiri jika dia datang karena ayahmu memberitahu klinikku padanya. Bagaimana bisa aku mengantisipasinya untuk tidak datang padahal aku sendiri saja tidak tahu dia akan datang menemuiku!” keluh Levana yang tidak bisa menahan emosinya.Levana bukan tipikal gadis yang mudah tersulut emosi, ia cukup sabar dalam menahan diri. Namun, entah kenapa jika berkaitan dengan Kieran Newall, terlebih saat Rave yang menuntut dirinya untuk bercerita tentang pria itu, Levana mendadak sering terbawa emosi. Dirinya benar-benar kesal sendi
Jari-jarinya yang halus terlihat meremas satu sama lain ketika Levana mendengar pernyataan Francis barusan. Ada rasa kesal yang tentunya tidak bisa diungkapkannya mengingat pria itu orang yang cukup berjasa di hidupnya.“Melihat kedatanganmu ke sini pagi sekali itu artinya ada hal yang menyenangkan terjadi kemarin. Bukan begitu, Levana?” ejek Francis yang kini menyandarkan punggungnya di kursi yang ia duduki.“Kenapa Anda memberitahu klinikku dengan Kieran, Tuan?” tanya Levana yang berusaha tetap tenang.“Apa yang terjadi di klinikmu kemarin, Levana? Apa Rave mengamuk?” Francis berbalik tanya dengan seringai tipis terlihat di wajahnya.“Apa yang sebenarnya Anda inginkan, Tuan?” Sungguh, Levana tidak mengerti jalan pikiran ayah mertuanya itu.“Kecemburuan Rave tentu saja,” jawab Francis singkat yang semakin membuat Levana bertanya-tanya.“Apa maksudnya?”Francis terkekeh pelan dan bangkit berdiri dari kursinya. Terlihat pria itu memilih berjalan mendekati jendela yang berada di ruangan
“Apa sebenarnya yang kau butuhkan dari ayahku?” keluh Rave saat pria itu membawa Levana ke dalam ruang kerja pribadinya.“Kenapa kau membawaku ke sini? Aku harus segera pergi bekerja,” seru Levana yang mana hendak keluar, tetapi ditahan oleh Rave.Tatapan Rave kini menyiratkan amarah yang tertahan. “Jangan main-main denganku, Levana. Apa yang sebenarnya kau bicarakan dengan ayahku?”Levana terlihat mengembuskan napasnya mencoba menenangkan diri sendiri. “Seperti yang Tuan Maverick katakan sebelumnya, tidak semua hal perlu kau ketahui, Rave.”“Semua hal tentangmu kini menjadi urusanku, Levana, dan aku berhak tahu apa yang kau bicarakan dengan ayahku. Katakan apa yang kau bicarakan dengannya?” tuntut Rave yang tak juga membuat Levana bersuara.“Aku berhak punya rahasia, Rave.” Levana kini mengalihkan pandangannya ke arah langit-langit ruang kerja Rave. “Lagi pula kau tidak bisa membantu dengan masalah yang aku alami, untuk apa aku menceritakannya padamu.”Ucapan Levana barusan berhasil
Setelah pertengkaran antara Levana dan Rave tempo hari, Levana menjalankan kehidupannya sendiri. Rave tidak lagi datang ke rumah mereka di Richmond yang mana tidak dipedulikan oleh Levana sama sekali.Pernah suatu hari Levana membuka sosial media miliknya setelah lama sekali tidak pernah dibuka, unggahan milik Lilian entah kenapa tiba-tiba muncul di berandanya. Lilian dan Rave saat ini tengah berada di negara lain, tepatnya di Korea Selatan. Terlihat keduanya sedang berlibur bersama.“Betapa menyenangkannya menjadi orang kaya, bisa berlibur dengan bebas tanpa harus memikirkan bagaimana mereka hidup besok,” keluh Levana yang tiba-tiba merasa iri.Seumur hidupnya ia tidak pernah pergi berlibur ke luar negeri. Berbeda dengan kedua orang tuanya yang hampir setiap minggu pergi ke luar negeri untuk bekerja, Levana hanya bisa berkutat dengan pekerjaannya menjadi dokter hewan. Setidaknya pekerjaannya membuat dirinya bahagia, sehingga tidak ada kata jenuh saat tengah bekerja.“Aku masih bisa h