Share

Part 05; Ancaman Seseorang

Selama 30 tahun dirinya hidup, Levana tidak pernah merasa punya musuh sebelumnya. Dirinya selalu bersikap baik kepada siapa saja yang ditemuinya. Saat dirinya menjadi korban perundungan pun, ia tidak pernah sekalipun membalas. Dirinya hanya diam menerima semua perlakuan buruk yang ditujukan kepadanya.

Lalu sekarang, di hari pertama dirinya menikah dengan Rave sudah ada yang mengirimkannya pesan ancaman. Tentu saja hal tersebut membuat Levana sedikit takut sekaligus penasaran siapa pengirimnya. Yang terlintas di pikirannya hanya Lilian karena mau bagaimanapun juga, Levana memang sudah menyakiti wanita itu, jadi menurutnya hal yang wajar jika memang benar Lilian si pengirim pesan ancaman tersebut.

“Kau menikmati pernikahanmu dengan Rave, Levana? Bagaimana kalau aku memberi tahu Rave atau keluarga Maverick lainnya bahwa kau tidak bisa hamil?” ucap seseorang dari seberang telepon saat Levana menghubungi si pengirim pesan ancaman.

Tubuhnya refleks bergetar saat mendengar suara pria di seberang telepon. Dugaan awalnya yang menganggap Lilian di balik semua ini ternyata salah. Ada rasa bersalah bercampur takut yang kini menghampiri dirinya.

“Siapa ini?” tanya Levana dengan suara yang bergetar.

“Kenapa kau ingin tahu, Levana? Apa kau takut rahasiamu terbongkar?” Terdengar nada suara yang sedikit mengancam Levana membuat gadis itu berusaha keras untuk tetap tenang.

“Rahasia apa yang kau bicarakan? Aku bahkan tidak pernah menyimpan rahasia di dalam hidupku,” balas Levana yang sudah pasti berbohong karena faktanya ia menyimpan banyak rahasia dalam hidupnya.

“Ah, ternyata kau mau main-main denganku, Levana? Bagaimana ya nasib perusahaan orang tuamu saat Tuan Maverick tahu kalau kau tidak bisa hamil? Oh sepertinya Rave juga akan marah besar karena dirinya juga merasa dipermainkan olehmu.” Suara dari seberang telepon kembali mengancam Levana.

“Siapa kau sebenarnya? Ada masalah apa kau denganku?” gertak Levana yang sudah tidak tahan mendengar semua ancaman dari pria itu.

“Sudah ya, Levana. Aku masih punya banyak kerjaan,” potong pria di seberang telepon. “Ngomong-ngomong, rumahmu di Richmond bagus. Sederhana, tetapi terlihat nyaman untuk ditinggali.”

Setelah mendengar kalimat terakhir dari seseorang yang mengancamnya, panggilan telepon tersebut dimatikan secara sepihak. Levana pun refleks berlari mendekati jendela dan memperhatikan area sekitar rumah barunya. Tidak ada tanda-tanda orang yang tengah mengintai. Jangankan untuk mengintai, ia bahkan tidak melihat orang yang berlalu-lalang beraktivitas di sana.

“Jangan khawatir karena aku tidak akan menyakitimu sekarang. Nikmati saja hari-harimu sebagai pengantin baru,” gumam Levana ketika dirinya membaca pesan baru yang masuk ke ponselnya.

Untuk sementara Levana mencoba untuk mengabaikan ancaman yang ia terima sebelumnya. Masih banyak yang harus dibereskannya, termasuk membeli berbagai perlengkapan baru untuk rumah yang akan ditinggalinya mulai sekarang. Entah sampai kapan dirinya akan tinggal di rumah tersebut.

Tiga hari sudah berlalu semenjak dirinya menikah dengan Rave dan semuanya perlahan kembali normal. Perusahaan sang ayah kembali berjalan dan kini mendapat tawaran untuk memuat majalah khusus tentang olahraga. Levana juga tidak perlu mengkhawatirkan hidupnya semenjak menikah karena tidak ada yang berubah walau ia menikah dengan Rave. Pria itu punya kehidupannya sendiri. Kehidupan dengan istri pertamanya.

“Mrs. Maverick,” panggil salah seorang karyawan Levana dari balik pintu ruangannya.

“Oh, Nora. Sudah kukatakan panggil aku Levana saja. Dulu kau memanggilku dengan panggilan Levana, lalu kenapa sekarang kau bersikap formal sekali,” protes Levana yang mana kurang menyukai perubahan sikap karyawannya semenjak dirinya menikah.

Kepala karyawannya menggeleng cepat. “Aku tidak bisa melakukan itu, apalagi sekarang,” balasnya yang membuat Levana mendadak bingung. “Suami Anda datang, haruskah aku membawanya ke ruangan ini atau Anda sendiri yang akan keluar?”

Ucapan dari karyawan Levana berhasil membuatnya bangkit berdiri. Belum sempat Levana hendak mengatakan bahwa dirinya yang akan keluar menemui Rave, pria itu tiba-tiba datang sendiri ke ruangannya.

“Aku.. permisi dulu,” pamit karyawannya secepat mungkin dan berlalu dari hadapan Levana dan Rave.

Fokus Levana kini pada pria yang tiga hari lalu menikahinya. Dirinya tahu pasti ada yang tidak beres sampai sang suami datang langsung ke klinik tempatnya bekerja, tetapi dirinya tidak bisa berbohong jika sang suami terlihat sangat tampan saat ini. Apakah efek ini muncul dengan sendirinya setelah menikah?

“Duduklah,” ajak Levana yang mempersilakan Rave duduk di sofa yang ada di ruangannya. “Apa yang membawamu datang ke sini?” tanya Levana langsung karena dirinya khawatir ada yang tidak beres saat ini.

“Kau baik-baik saja?” Sebuah pertanyaan yang tak pernah Levana duga sebelumnya keluar dari mulut Rave.

Levana yang kebingungan hanya menganggukkan kepalanya pelan. “Ya, aku baik-baik saja. Ada apa denganmu, kenapa terlihat begitu khawatir? Apa terjadi sesuatu?”

Hanya embusan napas panjang terdengar di dalam ruangan yang tidak terlalu besar itu. Kepala Rave disandarkannya pada sofa yang tengah didudukinya, sedangkan matanya tiba-tiba terpejam seolah tengah memikirkan sesuatu yang cukup berat.

Melihat Rave yang bertingkah aneh membuat Levana semakin khawatir dibuatnya. “Kau baik-baik saja? Jangan hanya diam saja, kau tidak mungkin datang jauh-jauh menemuiku hanya untuk bertanya apa aku baik-baik saja,” keluh Levana yang berhasil membuat Rave meliriknya tajam.

“Diam, Levana. Kau tahu kepalaku hampir pecah memikirkan apa kau baik-baik saja tinggal di Richmond sendirian,” teriak Rave yang kini dibalas senyuman tipis oleh Levana.

“Aku baik-baik saja, kau tak perlu mengkhawatirkan aku. Lagi pula apa yang kau takutkan aku tinggal sendirian di Richmond, di sana sangat aman, kau pasti tahu betul akan hal itu. Kau tidak mungkin ingin tinggal di daerah yang tidak aman, bukan?”

Raut wajah khawatir Rave perlahan mulai hilang. Sebenarnya Levana tidak bisa tenang saat ini, entah kenapa dirinya merasa ada yang coba disembunyikan oleh Rave karena pria itu tidak mungkin khawatir dengan dirinya. Rave tidak akan pernah peduli dengan hidup Levana, lantas kenapa dia terlihat begitu khawatir jika tidak terjadi sesuatu.

“Aku sedang mempertimbangkan kau tinggal di lingkungan yang sama denganku. Bagaimana menurutmu?” tanya Rave tiba-tiba yang berhasil membuat Levana terkejut.

“Kenapa?”

“Tidak ada alasan khusus. Aku hanya khawatir ayahku tahu kau tinggal jauh dari tempatku,” jawab Rave yang semakin membuat Levana bertambah bingung.

“Kau tidak memberi tahu ayahmu di mana aku tinggal?” tanya Levana yang berbalik tanya pada Rave.

“Dengar, terlalu banyak yang harus kuurus, aku bahkan tidak sempat bertemu dengannya di kantor,” keluh Rave yang kini sibuk dengan ponselnya.

“Kalau begitu diamkan saja, tidak usah memberi tahunya jika dia tidak bertanya.” Levana terlihat menarik napasnya cukup panjang. “Dan maafkan aku, sepertinya aku mulai nyaman tinggal di Richmond sendirian. Hal itu juga bagus untuk hubungan kau dan Lilian. Aku tidak mau menambah masalah lagi di hidup kalian berdua.”

Rave terlihat hendak menjawab ucapan yang Levana lontarkan, tetapi dirinya teralihkan pada panggilan masuk ke ponselnya. Raut wajahnya juga kini berubah saat melihat layar di ponselnya itu.

“Jangan pernah main-main denganku. Sedikit saja kau menyentuh Levana, maka aku sendiri yang akan memastikan nyawamu menjadi taruhannya!” tantang Rave yang mana membuat Levana jatuh terduduk saat mendengar ucapan suaminya itu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status