Beranda / Pernikahan / Hati Wanita yang Tersakiti / Part 01; Pengorbanan Hidup

Share

Hati Wanita yang Tersakiti
Hati Wanita yang Tersakiti
Penulis: Thearraaa

Part 01; Pengorbanan Hidup

“Aku tahu ini tidak adil bagimu, Levana, tapi kau harus meyakinkan Rave agar dia bisa menerimamu menjadi istri kedua. Nasib keluarga kita ada di tanganmu!” Kalimat itu terlontar dari mulut sang ayah sebelum meninggalkan Levana seorang diri di sebuah restoran.

Kepergian sang ayah tidak langsung membuat Levana bangkit dari duduknya. Pertemuannya barusan dengan sang ayah dan ayahnya Rave yang sudah lebih dulu pergi tentu saja tidak berjalan dengan baik. Ditambah Rave yang juga tak kunjung datang membuatnya lebih memilih untuk menunggu sebentar kedatangan pria itu.

Tak lama, pintu ruangan VIP terbuka dan menampilkan sosok Rave yang datang tergesa-gesa. “Jadi, bagaimana keputusannya? Kau tentu saja menolak perjodohan ini kan, Levana?” tanya Rave dengan suara datar dan tatapan penuh harap agar Levana menolaknya.

“Maaf, Rave, tapi ... Aku tidak bisa melakukannya,” ucap Levana dengan raut wajah bersalah.

Mendengar ucapan Levana barusan membuat mata Rave menyiratkan kemarahan. “Aku sudah bilang kepadamu, Levana, aku tidak menginginkan pernikahan ini. Aku sudah menikah dengan Lilian. Kenapa kita masih harus mengulang kembali pembicaraan ini!”

Takut, tentu saja Levana Sullivan tidak pernah mendapati pria di hadapannya yang telah menjadi suami orang itu marah besar.

“Rave, kau... kau tahu jelas aku tidak punya pilihan selain menyetujuinya.” Gadis berambut pirang bergelombang itu mendadak tergagap. Namun, pantang menyerah sebelum dia meyakinkan Rave Maverick untuk menjadikan dirinya istri kedua.

Pria di hadapan Levana sudah cukup frustasi menghadapinya. “Tidak dengan menjual dirimu sendiri, Levana. Kau bukan hanya jadi istri kedua, tetapi kau juga akan dipaksa melahirkan seorang anak.”

Sejenak, Levana termenung. Mendengar omongan Rave, sebenarnya ia sedikit gentar.

Belum lagi, alasan-alasan lain yang sebenarnya pun ia kurang setuju untuk menjadi wanita kedua. Tidak lama, sebuah ide yang dirasa lebih menguntungkan keduanya terbersit di kepala Levana.

“Bagaimana kalau kita pura-pura menikah saja? Aku tahu kalau kau sangat menyayangi Lilian, bukan? Sudah pasti kau tidak mau menyakiti hati istrimu itu,” tawar Levana.

Rave berdecih. “Ayahku bukan tipikal orang yang bisa kau bodohi dengan mudah. Kau hanya diberi waktu selama tiga tahun untuk memiliki anak dariku.”

“Lalu apa yang terjadi padaku setelah tiga tahun?” Sejujurnya, Lavena tidak berpikir panjang. Yang terpenting untuknya saat ini adalah menyelamatkan keluarganya dari kebangkrutan.

Melihat Rave tetap terdiam, dan seolah enggan membahas masalah kontrak pernikahan yang ia tawarkan, Levana kembali memanggil pria itu, “Rave?”

“Kau hanya dimanfaatkan saja, Levana. Apa orang tuamu juga tidak memikirkan hidupmu nanti?” Rave yang sudah terlihat begitu frustrasi menghadap Levana. Ia kembali berteriak, “Begitu kau melahirkan seorang anak untukku, kau akan ditendang begitu saja.”

Levana sendiri memilih diam tak menjawab dan hanya memandangi pengunjung lain di resto tersebut. Tak ada yang bisa mendengar perdebatan di antara mereka karena saat ini keduanya berada di ruang VIP yang mana sengaja dibuat hanya untuk mereka yang biasa membicarakan bisnis.

“Biar kuperjelas lagi, Levana. Aku dan Lilian sudah menikah dan kau bisa melihat hidup kami sangat bahagia. Aku tidak mungkin menghancurkan pernikahanku sendiri walau aku membutuhkan keturunan. Jalan hidup kami masih panjang, walaupun untuk saat ini Lilian tidak mau memiliki seorang anak, aku bisa menunggu sampai dirinya siap.”

“Bagaimana jika Lilian sampai akhir tidak menginginkan seorang anak?” Levana mengulang pertanyaan yang ia dapatkan semula dari kedua orang tua Rave kala membujuknya tadi.

Kilat amarah kembali terlihat jelas di mata Rave. “Aku tidak peduli aku punya anak atau tidak. Aku juga tidak akan peduli dengan hidupmu yang dikorbankan hanya untuk jadi istri keduaku. Yang aku pedulikan hanya perasaan Lilian. Perasaan istriku.”

Levana tidak lagi merespon ucapan Rave. Terlalu banyak hal yang ada di pikirannya saat ini, masalah utang keluarga, dirinya yang merusak hubungan Rave dan Lilian dengan menjadi orang ketiga di antara mereka, dan yang terakhir memikirkan bagaimana nasib anaknya kelak seandainya ia memang mengandung anak dari Rave. Mereka berdua harus dipisahkan bahkan di umur sang anak masih bayi.

Air mata Levana tiba-tiba menetes tanpa ia sadari. Membayangkan terpisah dengan anak yang ia kandung selama sembilan bulan tentu saja sangat menyakitkan.

“Kau tak perlu mengorbankan hidupmu, Levana. Sungguh.” Suara Rave terdengar melembut, mungkin karena melihat Levana yang menangis dalam diam. “Kutekankan sekali lagi, aku sudah menikah dan hal ini sudah sangat salah dari awal.”

“Aku tahu ini salah. Dari awal aku sudah mengetahuinya dengan jelas. Aku sendiri pun tidak mau menyakiti perasaan wanita lain, aku tidak ingin menyakiti perasaan Lilian.” Ia mendongakkan wajahnya yang telah penuh air mata kepada pria itu. “Tapi Rave, aku benar-benar tidak ada pilihan lain selain melakukannya. Kedua orang tuaku membutuhkanku, dan aku rela hidupku hancur demi orang yang kusayang.” 

Tangis Levana benar-benar pecah saat ini. Tidak ada lagi tangis dalam diam karena isakannya berhasil memenuhi ruangan kecil itu. 

“Dengar, Levana. Aku sudah memperingatkan dan memberimu kesempatan untuk tidak menyetujui pernikahan ini. Jika kau benar-benar ingin melanjutkannya, terserah kau saja. Asal kau ingat satu hal...” Levana mendongak dan menangkap tatapan penuh emosi di mata Rave. “Aku tidak pernah bertanggung jawab untuk hidup yang kau tanggung ke depannya.”

“Kau tidak perlu mencemaskanku, Rave. Aku tau konsekuensinya,” balas Levana dengan suara yang masih bergetar karena tangisannya.

“Lakukan saja yang kau inginkan, aku tidak peduli,” ucap Rave yang bangkit dari duduknya dan hendak pergi meninggalkan Levana sendirian.

“Rave,” panggil Levana saat pria itu hendak membuka pintu. “Bolehkah aku bertemu dengan Lilian?”

Permintaan Levana berhasil membuat Rave mengerang. “Apa lagi yang kau inginkan, Levana? Apa yang sebenarnya tengah kau rencanakan?”

“Bukan begitu, aku hanya ingin—”

“Sekali lagi kutegaskan padamu, kau tidak perlu ikut campur masalahku dengan Lilian. Jalani saja hidupmu sendiri. Urus perusahaanmu itu.”

Tiba-tiba pintu yang berada tepat di belakang Rave terbanting begitu saja dari luar. Terlihat seorang wanita dengan tubuh tinggi dan ramping bagaikan seorang model masuk ke ruangan tersebut, membuat Levana dan Rave sangat terkejut melihat kedatangannya. 

“Lilian? Apa yang kau lakukan di sini?” tegur Rave yang benar-benar tidak tahu apa tujuan sang istri datang ke restoran tersebut. 

“Levana!”

Baru saja Levana hendak menyapa Lilian, justru dirinya mendapat teriakan dari seseorang. “Dasar wanita tidak tahu diri!”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status