“Lilian, apa yang kau lakukan!” Rave refleks berseru saat melihat Lilian menampar wajah Levana. Diraihnya tangan Lilian, tetapi pandangannya fokus ke arah Levana yang tertunduk, terluka baik secara fisik maupun emosional. “Bukan begini caranya! Kita bisa membicarakan ini dengan tenang tanpa kekerasan.”
“Tenang? Kau pergi menemui wanita lain di belakangku, dan kau ingin aku bersikap tenang?” teriak Lilian dengan amarah yang memuncak. Tangannya pun langsung ditarik begitu saja hingga pegangan Rave terlepas.
Levana yang semula terdiam pun kini mengusap pipinya pelan karena tamparan yang diberikan Lilian barusan. Dengan suara tegas, tetapi tetap terdengar lembut, Levana berkata, “Lilian, aku mengerti perasaanmu. Aku mohon jangan salah paham. Aku akan menjelaskan semuanya kepadamu.”
“Apa yang ingin kau jelaskan pada istriku, Levana! Ayo kita pergi dari sini,” ajak Rave pada Lilian yang mana istrinya itu tidak bergerak sama sekali dari tempatnya berdiri.
“Tapi, Rave. Lilian juga berhak tahu alasan sebenarnya,” pinta Levana pada satu-satunya pria di sana.
“Kenapa kau sangat keras kepala, Levana. Sebaiknya kau pergi dari sini!” usir Rave karena ia tahu jika Lilian tidak ingin pergi.
Tatapan Levana kembali fokus ke arah Lilian. “Beri aku izin untuk bicara denganmu, Lilian. Aku mohon.”
“Pulanglah, Levana. Aku tidak mau mendengar penjelasan dari seorang gadis yang hendak merebut suamiku,” ucap Lilian yang beralih dan hendak meninggalkan Levana dan Rave di ruang VIP resto tersebut.
Mendengar ucapan yang keluar dari mulut istrinya, Rave langsung berbalik dan menahan tangan Lilian untuk tidak pergi. “Apa maksud ucapanmu barusan, Lian?”
“Kau tahu apa maksudku, Rave.” Pegangan tangan Rave di lengan Lilian dilepas begitu saja oleh istrinya itu.
“Bagaimana kau tahu? Tidak, dari mana kau tahu masalah ini?” tanya Rave yang tidak sabar mengetahui dari mana Lilian mendapatkan informasi bahwa Levana akan menjadi istri keduanya.
“Pernahkah kau berpikir jika hal penting seperti ini seharusnya aku dapatkan darimu?” Ucapan Lilian barusan berhasil membuat Rave dan Levana terdiam. “Ayahmu meneleponku dan memberi tahu semuanya. Kau tahu, Rave. Ayahmu dengan santainya menyuruhku untuk ikhlas menerima Levana menjadi istri keduamu. Kau pikir aku bisa menerimanya?”
Tangis Lilian pecah begitu saja setelahnya. Levana sendiri hanya bisa diam dan menundukkan kepala, menyesali keputusan yang harus diambilnya dengan mengorbankan perasaan wanita lain.
“Maafkan aku. Ini semua salahku hingga merusak hubungan kau dan Rave,” tutur Levana yang tiba-tiba bersuara dan berhasil mendapat balasan tajam oleh Lilian.
“Kalau kau memang merasa tidak enak sudah merusak hubungan rumah tanggaku dengan Rave, sebaiknya kau batalkan kontrak perjanjianmu, Levana!” teriak Lilian yang terlihat sangat membenci Levana.
“Maafkan aku, Lilian. Maafkan aku, karena aku tidak memiliki pilihan lain," jawab Levana dengan jujur.
“Lebih baik kau diam dan pulang sekarang, Levana,” usir Rave yang mana hendak membawa pergi istrinya, tetapi ditolak oleh Lilian.
“Kau ingin saran dariku, Levana? Saranku cari pria lain yang belum beristri yang bisa menolong hidupmu itu. Jika kau memang tidak bisa mendapatkannya, cari suami orang lain dan jangan mengganggu suamiku!” keluh Lilian yang berhasil membuat Levana merasakan perasaan yang sangat sedih saat mendengar ucapannya.
Levana masih tergugu dengan tangisannya, sementara Lilian kembali melanjutkan ledakan emosinya.
“Kau tidak tahu betapa sakitnya menjadi seorang istri yang melihat suaminya akan menikah lagi, Levana.” Ucapan Lilian barusan membuat Rave hendak memotongnya, tetapi Lilian kembali melanjutkan ucapannya. “Kau belum pernah menikah sebelumnya, bagaimana kalau kau menjual dirimu dengan orang kaya di luar sana? Aku yakin kau akan mendapatkan banyak uang yang bisa membantu usaha keluargamu.”
“Lilian!”
Baik Levana maupun Lilian sama-sama terkejut saat mendengar teriakan Rave.
Berbeda dengan Lilian yang menatap tajam ke arah Rave karena tidak menyukai fakta suaminya itu membentak dirinya, Levana justru kembali terdiam dan mendongakkan kepala menahan air matanya agar tidak keluar.
“Kau membentakku karena membela gadis itu, Rave? Demi Tuhan, dia akan menghancurkan rumah tangga kita!!” Lilian yang terbawa emosi karena tidak percaya dengan teriakan yang ditujukan Rave padanya, menyahut dengan teriakan juga.
“Hentikan Lilian, aku tidak ingin mendengarnya lagi.” Rave mencoba menghentikan pertikaian. Kepalanya sudah berdenyut nyeri karena permasalahan ini.
Pria itu kemudian menatap Lavena. “Dan kau Levana, sudah kukatakan padamu untuk diam! Ini adalah urusan rumah tanggaku. Kenapa kau tidak mau mendengarkanku sedikit pun!” bentak Rave. “Sebaiknya kau pulang sekarang. Aku sudah muak melihat wajahmu.”
Bukan Levana yang bereaksi mendengar ucapan Rave barusan, tetapi justru Lilian yang terlihat semakin marah pada suaminya itu. “Kau sudah pernah bertemu dengan Levana sebelum ini?”
“Dengarkan aku, Lian. Aku tidak-”
“Hentikan, Rave! Kau tahu apa yang paling menyakitkan daripada mengetahui informasi bahwa kau akan menikahi Levana dari orang lain? Tentang pertemuanmu dengan Levana, Rave. Entah apa yang kau bicarakan dengannya di belakangku. Dan sepertinya kau juga menyetujui masalah pernikahan ini, benar begitu?”
Levana yang semula hanya diam merasa kekacauan ini disebabkan olehnya pun tidak bisa tinggal diam. Ia tahu memang dirinya penyebabnya, tetapi ia tidak ingin masalah ini membuat hubungan Rave dan Lilian menjadi rusak. Dirinya hanya ingin berpura-pura menikah dengan Rave saja dan selebihnya tidak ada yang berubah.
“Sepertinya kau salah paham, Lilian. Aku tidak berniat merusak rumah tanggamu dengan Rave. Tujuanku datang ke sini ingin mengajak kalian bekerja sama dan berpura-pura menikah dengan Rave, selebihnya tidak ada yang akan berubah. Rave tetap menjadi milikmu selamanya, Lilian,” ucap Levana dengan suara yang sangat lembut menjelaskannya kepada Lilian.
“Bukankah kau sudah kuminta untuk tetap diam, Levana? Kau juga mungkin lupa, ayahku bukan tipikal orang yang bisa kau bodohi!” Amarah Rave kembali memuncak mendengar penjelasan Levana.
“Sedari tadi kuperhatikan kau terlihat tidak menentang rencana pernikahanmu dengan Levana. Jangan bilang kalau kau diam-diam menginginkan pernikahan ini terjadi, Rave!” tuduh Lilian.
“Kenapa kau sekarang jadi meragukanku, Lilian. Justru aku yang paling menolak rencana bodoh ini. Aku juga tidak punya pilihan lain selain menerimanya!”
“Kenapa kau tidak punya pilihan padahal kau tidak dirugikan apa pun jika menolaknya, Rave!” teriak Lilian yang tidak mau kalah.
“Karena pilihannya adalah tetap menikah denganmu dan menjadikan Levana sebagai istri keduaku, atau aku harus menceraikanmu dan tetap menikah dengan Levana yang mana akan menjadi istriku satu-satunya!”
***
Tidak pernah terpikirkan oleh Levana sebelumnya jika pernikahannya akan diadakan dengan begitu mewah. Ia pikir pernikahannya akan diadakan secara tertutup, mengingat dirinya menikah dengan pria yang sudah beristri. Namun, pikirannya itu salah karena pesta tersebut bahkan mengundang media besar dan meliput pesta pernikahannya.“Sampai kapan aku harus menemui mereka semua, aku bahkan tidak mengenal satu orang pun di pesta ini,” bisik Levana saat Rave kembali menghampirinya.“Tentu saja sampai orang yang menjanjikan akan melunasi utang perusahaanmu puas,” balas Rave yang mana arah pandangnya ke arah ayah mertua Levana.“Tidak bisakah kau mencari alasan agar kita bisa pergi dari sini?” tanya Levana yang mana justru membuat sudut bibir Rave terangkat.“Aku punya banyak alasan untuk kabur dari pesta ini, Levana, tapi tidak dengan dirimu. Nikmati saja pesta malam ini dan biar kuberi kau satu tips,” bisik Rave yang kini lebih mendekat ke Levana. “Manfaatkan untuk mencari kenalan yang bisa men
“Kau tidak mau turun?”Tersadar dari lamunannya, Levana langsung memperhatikan area sekitar. Dirinya tiba di depan salah satu rumah sederhana yang biasa ditemui di London. Bangunan berwarna putih terlihat sangat nyaman dipadukan dengan teras berwarna coklat muda.“Di mana kita sekarang?” tanya Levana saat keluar dari dalam mobil.“Richmond,” jawab Rave singkat yang mana berhasil membuat Levana berlari mengikuti pria itu.“Richmond?” ulang Levana dan tidak mendapat balasan apa pun dari Rave yang sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah baru mereka.Berbeda dengan keadaan di luar yang tampak tenang dan indah, bagian dalam justru tampak kosong. Hanya ada satu kursi kayu di dalam sana yang mana langsung diduduki oleh Rave. Pria itu kini lebih fokus melihat ponselnya dibandingkan memberi informasi untuk Levana.“Aku akan tinggal di sini mulai sekarang?” tanya Levana yang berharap Rave akan mengatakan tidak kepadanya.“Ya.”Jawaban singkat Rave berhasil membuatnya mengembuskan napas panjang. R
Selama 30 tahun dirinya hidup, Levana tidak pernah merasa punya musuh sebelumnya. Dirinya selalu bersikap baik kepada siapa saja yang ditemuinya. Saat dirinya menjadi korban perundungan pun, ia tidak pernah sekalipun membalas. Dirinya hanya diam menerima semua perlakuan buruk yang ditujukan kepadanya.Lalu sekarang, di hari pertama dirinya menikah dengan Rave sudah ada yang mengirimkannya pesan ancaman. Tentu saja hal tersebut membuat Levana sedikit takut sekaligus penasaran siapa pengirimnya. Yang terlintas di pikirannya hanya Lilian karena mau bagaimanapun juga, Levana memang sudah menyakiti wanita itu, jadi menurutnya hal yang wajar jika memang benar Lilian si pengirim pesan ancaman tersebut.“Kau menikmati pernikahanmu dengan Rave, Levana? Bagaimana kalau aku memberi tahu Rave atau keluarga Maverick lainnya bahwa kau tidak bisa hamil?” ucap seseorang dari seberang telepon saat Levana menghubungi si pengirim pesan ancaman.Tubuhnya refleks bergetar saat mendengar suara pria di sebe
“Siapa yang meneleponmu?”Tubuh Levana bergetar hebat saat mendengar ancaman Rave pada seseorang di seberang telepon. Dirinya bahkan tidak bisa bangkit seandainya saja sang suami tidak membantunya untuk berdiri.“Apa yang sebenarnya terjadi?” Levana kembali bertanya karena Rave tidak juga menjawab pertanyaannya.Bukannya menjawab, Rave lebih memilih untuk mengitari ruang kerja Levana dan memperhatikan area luar dari balik jendela. “Jam berapa kau biasa pulang kerja?” tanya Rave tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela.“Enam atau tujuh malam. Tidak menentu,” jawab Levana yang masih terpikirkan kejadian sebelumnya.“Sebaiknya mulai sekarang kau tutup pukul lima saja,” saran Rave yang justru semakin membuat Levana bertanya-tanya.“Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau diam saja dan tidak menjawab pertanyaanku?” keluh Levana yang sudah mulai kesal dengan sikap Rave.“Karena itu bukan urusanmu, Levana!” teriak Rave yang berhasil membuat Levana semakin kesal dibuatnya.“Kalau
Baik Levana maupun Rave hanya bisa terdiam saat pemilik Maverick Group memasuki rumah baru mereka. Pandangannya seolah mengisyaratkan keduanya jika rumah tersebut sangat tidak cocok untuk seseorang yang menyandang status keluarga Maverick.“Ini yang kau sebut rumah, Rave?” Hinaan yang keluar dari mulut Francis Maverick berhasil membuat Rave langsung bersuara.“Untuk apa aku membeli rumah mewah jika hanya akan digunakan selama tiga tahun saja? Terlalu berlebihan,” seru Rave yang mana tetap berusaha santai menghadapi ayahnya.Berbeda dengan Rave yang tetap terlihat tenang, Levana yang duduk di samping suaminya itu semakin menundukkan kepalanya. Tangannya mencengkeram kuat celana bahan yang ia kenakan saat dirinya mendengar balasan Rave barusan. Ada rasa sedih yang seolah langsung menyadarkan statusnya.Senyum meremehkan masih terlihat jelas di wajah Francis. “Aku tidak peduli kau membeli rumah mewah sekalipun karena selama tiga tahun ini Levana wajib menjadi prioritasmu. Kau harus memper
Terakhir kali Levana bertemu dengan kedua orang tuanya di malam pesta pernikahan dirinya dan Rave. Sudah seminggu berlalu dan ia baru berniat untuk menemui orang tuanya. Walau mereka jarang bertemu saat tinggal bersama dulu, Levana tetap merindukan keduanya.“Kau baik-baik saja, sayang?” tanya sang ibu ketika membawakan segelas jus untuk putri satu-satunya.“Ya, Mom. Aku baik-baik saja. Maafkan aku baru sempat berkunjung sekarang,” balas Levana yang sedikit berseru. “Ke mana Dad? Bukankah seharusnya dia libur hari ini?”“Semenjak Maverick Group mengambil alih, ayahmu semakin jarang pulang ke rumah, Levana. Pekerjaannya di kantor semakin padat,” balas sang ibu memberi info.“Kuharap itu berita bagus karena kini banyak investor yang mulai menaruh perhatian lebih, tapi aku khawatir dengan kondisinya yang sekarang.” Levana teringat fisik sang ayah yang mendadak memburuk karena permasalahan utang tempo hari.“Levana, kau tidak perlu memikirkan hal itu. Justru Mom yang sangat khawatir denga
“Kau pria yang baik, Rave. Titip jaga Levana,” pesan sang ibu saat Levana dan Rave hendak pergi.Levana tidak pernah tahu apa tujuan sang ibu berpesan seperti itu pada Rave di saat ibunya tahu betul hubungan antar keduanya. Yang bisa dilakukan Levana kini hanya tersenyum dan bergegas masuk ke dalam mobil dan meninggalkan ibunya seorang diri di rumah.“Ke mana kita akan pergi?” tanya Levana membuka pembicaraan saat keduanya di dalam mobil.Rave tampak memikirkan sesuatu sebelum akhirnya berbicara. “Apa maksud ucapan ibumu tadi? Dia tidak tahu kita.. ah lupakan.” Ucapan Rave dihentikannya begitu saja seolah tidak ingin membahas lebih lanjut.Levana sendiri paham maksud pertanyaan Rave, tetapi melihat pria itu tidak melanjutkan ucapannya, Levana juga memilih untuk tidak membahasnya. Lagi pula pesan tersebut memang seharusnya tidak mereka bahas.“Jadi, kau bilang ada hal penting yang harus kau bicarakan denganku, apa itu?” tanya Levana kembali dan mencoba untuk mengalihkan kecanggungan.M
“Apa kau sudah gila?” teriak seorang pria yang sudah cukup tua keluar dari Audi hitam yang Rave tabrak.Sadar telah salah sasaran, Rave pun langsung keluar untuk meminta maaf dan membicarakannya secara kekeluargaan. Sedangkan Levana memilih untuk tetap diam di dalam mobil sembari menetralkan jantung dan pikirannya yang cukup terguncang karena kejadian barusan.Tiba-tiba ponselnya bergetar dan terlihat nomor asing kembali menghubunginya. Tanpa pikir panjang, Levana segera mengangkat panggilan telepon tersebut dan terdengar suara tawa yang cukup keras dari sambungan telepon.“Menarik sekali melihat suamimu sepertinya sangat khawatir terjadi sesuatu padamu,” seru si penelepon yang berhasil membuat kepala Levana semakin berdenyut.“Kau mengancam Rave?” tanya Levana seolah tidak percaya mendengar pernyataan pria tersebut.“Tidakkah kau bertanya-tanya kenapa akhir-akhir ini dia sepertinya sangat mengkhawatirkanmu, bahkan meminta kau pindah ke rumah utamanya, Levana Sullivan.”“Sebenarnya ap