“Lilian, apa yang kau lakukan!” Rave refleks berseru saat melihat Lilian menampar wajah Levana. Diraihnya tangan Lilian, tetapi pandangannya fokus ke arah Levana yang tertunduk, terluka baik secara fisik maupun emosional. “Bukan begini caranya! Kita bisa membicarakan ini dengan tenang tanpa kekerasan.”
“Tenang? Kau pergi menemui wanita lain di belakangku, dan kau ingin aku bersikap tenang?” teriak Lilian dengan amarah yang memuncak. Tangannya pun langsung ditarik begitu saja hingga pegangan Rave terlepas.
Levana yang semula terdiam pun kini mengusap pipinya pelan karena tamparan yang diberikan Lilian barusan. Dengan suara tegas, tetapi tetap terdengar lembut, Levana berkata, “Lilian, aku mengerti perasaanmu. Aku mohon jangan salah paham. Aku akan menjelaskan semuanya kepadamu.”
“Apa yang ingin kau jelaskan pada istriku, Levana! Ayo kita pergi dari sini,” ajak Rave pada Lilian yang mana istrinya itu tidak bergerak sama sekali dari tempatnya berdiri.
“Tapi, Rave. Lilian juga berhak tahu alasan sebenarnya,” pinta Levana pada satu-satunya pria di sana.
“Kenapa kau sangat keras kepala, Levana. Sebaiknya kau pergi dari sini!” usir Rave karena ia tahu jika Lilian tidak ingin pergi.
Tatapan Levana kembali fokus ke arah Lilian. “Beri aku izin untuk bicara denganmu, Lilian. Aku mohon.”
“Pulanglah, Levana. Aku tidak mau mendengar penjelasan dari seorang gadis yang hendak merebut suamiku,” ucap Lilian yang beralih dan hendak meninggalkan Levana dan Rave di ruang VIP resto tersebut.
Mendengar ucapan yang keluar dari mulut istrinya, Rave langsung berbalik dan menahan tangan Lilian untuk tidak pergi. “Apa maksud ucapanmu barusan, Lian?”
“Kau tahu apa maksudku, Rave.” Pegangan tangan Rave di lengan Lilian dilepas begitu saja oleh istrinya itu.
“Bagaimana kau tahu? Tidak, dari mana kau tahu masalah ini?” tanya Rave yang tidak sabar mengetahui dari mana Lilian mendapatkan informasi bahwa Levana akan menjadi istri keduanya.
“Pernahkah kau berpikir jika hal penting seperti ini seharusnya aku dapatkan darimu?” Ucapan Lilian barusan berhasil membuat Rave dan Levana terdiam. “Ayahmu meneleponku dan memberi tahu semuanya. Kau tahu, Rave. Ayahmu dengan santainya menyuruhku untuk ikhlas menerima Levana menjadi istri keduamu. Kau pikir aku bisa menerimanya?”
Tangis Lilian pecah begitu saja setelahnya. Levana sendiri hanya bisa diam dan menundukkan kepala, menyesali keputusan yang harus diambilnya dengan mengorbankan perasaan wanita lain.
“Maafkan aku. Ini semua salahku hingga merusak hubungan kau dan Rave,” tutur Levana yang tiba-tiba bersuara dan berhasil mendapat balasan tajam oleh Lilian.
“Kalau kau memang merasa tidak enak sudah merusak hubungan rumah tanggaku dengan Rave, sebaiknya kau batalkan kontrak perjanjianmu, Levana!” teriak Lilian yang terlihat sangat membenci Levana.
“Maafkan aku, Lilian. Maafkan aku, karena aku tidak memiliki pilihan lain," jawab Levana dengan jujur.
“Lebih baik kau diam dan pulang sekarang, Levana,” usir Rave yang mana hendak membawa pergi istrinya, tetapi ditolak oleh Lilian.
“Kau ingin saran dariku, Levana? Saranku cari pria lain yang belum beristri yang bisa menolong hidupmu itu. Jika kau memang tidak bisa mendapatkannya, cari suami orang lain dan jangan mengganggu suamiku!” keluh Lilian yang berhasil membuat Levana merasakan perasaan yang sangat sedih saat mendengar ucapannya.
Levana masih tergugu dengan tangisannya, sementara Lilian kembali melanjutkan ledakan emosinya.
“Kau tidak tahu betapa sakitnya menjadi seorang istri yang melihat suaminya akan menikah lagi, Levana.” Ucapan Lilian barusan membuat Rave hendak memotongnya, tetapi Lilian kembali melanjutkan ucapannya. “Kau belum pernah menikah sebelumnya, bagaimana kalau kau menjual dirimu dengan orang kaya di luar sana? Aku yakin kau akan mendapatkan banyak uang yang bisa membantu usaha keluargamu.”
“Lilian!”
Baik Levana maupun Lilian sama-sama terkejut saat mendengar teriakan Rave.
Berbeda dengan Lilian yang menatap tajam ke arah Rave karena tidak menyukai fakta suaminya itu membentak dirinya, Levana justru kembali terdiam dan mendongakkan kepala menahan air matanya agar tidak keluar.
“Kau membentakku karena membela gadis itu, Rave? Demi Tuhan, dia akan menghancurkan rumah tangga kita!!” Lilian yang terbawa emosi karena tidak percaya dengan teriakan yang ditujukan Rave padanya, menyahut dengan teriakan juga.
“Hentikan Lilian, aku tidak ingin mendengarnya lagi.” Rave mencoba menghentikan pertikaian. Kepalanya sudah berdenyut nyeri karena permasalahan ini.
Pria itu kemudian menatap Lavena. “Dan kau Levana, sudah kukatakan padamu untuk diam! Ini adalah urusan rumah tanggaku. Kenapa kau tidak mau mendengarkanku sedikit pun!” bentak Rave. “Sebaiknya kau pulang sekarang. Aku sudah muak melihat wajahmu.”
Bukan Levana yang bereaksi mendengar ucapan Rave barusan, tetapi justru Lilian yang terlihat semakin marah pada suaminya itu. “Kau sudah pernah bertemu dengan Levana sebelum ini?”
“Dengarkan aku, Lian. Aku tidak-”
“Hentikan, Rave! Kau tahu apa yang paling menyakitkan daripada mengetahui informasi bahwa kau akan menikahi Levana dari orang lain? Tentang pertemuanmu dengan Levana, Rave. Entah apa yang kau bicarakan dengannya di belakangku. Dan sepertinya kau juga menyetujui masalah pernikahan ini, benar begitu?”
Levana yang semula hanya diam merasa kekacauan ini disebabkan olehnya pun tidak bisa tinggal diam. Ia tahu memang dirinya penyebabnya, tetapi ia tidak ingin masalah ini membuat hubungan Rave dan Lilian menjadi rusak. Dirinya hanya ingin berpura-pura menikah dengan Rave saja dan selebihnya tidak ada yang berubah.
“Sepertinya kau salah paham, Lilian. Aku tidak berniat merusak rumah tanggamu dengan Rave. Tujuanku datang ke sini ingin mengajak kalian bekerja sama dan berpura-pura menikah dengan Rave, selebihnya tidak ada yang akan berubah. Rave tetap menjadi milikmu selamanya, Lilian,” ucap Levana dengan suara yang sangat lembut menjelaskannya kepada Lilian.
“Bukankah kau sudah kuminta untuk tetap diam, Levana? Kau juga mungkin lupa, ayahku bukan tipikal orang yang bisa kau bodohi!” Amarah Rave kembali memuncak mendengar penjelasan Levana.
“Sedari tadi kuperhatikan kau terlihat tidak menentang rencana pernikahanmu dengan Levana. Jangan bilang kalau kau diam-diam menginginkan pernikahan ini terjadi, Rave!” tuduh Lilian.
“Kenapa kau sekarang jadi meragukanku, Lilian. Justru aku yang paling menolak rencana bodoh ini. Aku juga tidak punya pilihan lain selain menerimanya!”
“Kenapa kau tidak punya pilihan padahal kau tidak dirugikan apa pun jika menolaknya, Rave!” teriak Lilian yang tidak mau kalah.
“Karena pilihannya adalah tetap menikah denganmu dan menjadikan Levana sebagai istri keduaku, atau aku harus menceraikanmu dan tetap menikah dengan Levana yang mana akan menjadi istriku satu-satunya!”
***
Tidak pernah terpikirkan oleh Levana sebelumnya jika pernikahannya akan diadakan dengan begitu mewah. Ia pikir pernikahannya akan diadakan secara tertutup, mengingat dirinya menikah dengan pria yang sudah beristri. Namun, pikirannya itu salah karena pesta tersebut bahkan mengundang media besar dan meliput pesta pernikahannya.“Sampai kapan aku harus menemui mereka semua, aku bahkan tidak mengenal satu orang pun di pesta ini,” bisik Levana saat Rave kembali menghampirinya.“Tentu saja sampai orang yang menjanjikan akan melunasi utang perusahaanmu puas,” balas Rave yang mana arah pandangnya ke arah ayah mertua Levana.“Tidak bisakah kau mencari alasan agar kita bisa pergi dari sini?” tanya Levana yang mana justru membuat sudut bibir Rave terangkat.“Aku punya banyak alasan untuk kabur dari pesta ini, Levana, tapi tidak dengan dirimu. Nikmati saja pesta malam ini dan biar kuberi kau satu tips,” bisik Rave yang kini lebih mendekat ke Levana. “Manfaatkan untuk mencari kenalan yang bisa men
“Kau tidak mau turun?”Tersadar dari lamunannya, Levana langsung memperhatikan area sekitar. Dirinya tiba di depan salah satu rumah sederhana yang biasa ditemui di London. Bangunan berwarna putih terlihat sangat nyaman dipadukan dengan teras berwarna coklat muda.“Di mana kita sekarang?” tanya Levana saat keluar dari dalam mobil.“Richmond,” jawab Rave singkat yang mana berhasil membuat Levana berlari mengikuti pria itu.“Richmond?” ulang Levana dan tidak mendapat balasan apa pun dari Rave yang sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah baru mereka.Berbeda dengan keadaan di luar yang tampak tenang dan indah, bagian dalam justru tampak kosong. Hanya ada satu kursi kayu di dalam sana yang mana langsung diduduki oleh Rave. Pria itu kini lebih fokus melihat ponselnya dibandingkan memberi informasi untuk Levana.“Aku akan tinggal di sini mulai sekarang?” tanya Levana yang berharap Rave akan mengatakan tidak kepadanya.“Ya.”Jawaban singkat Rave berhasil membuatnya mengembuskan napas panjang. R
Selama 30 tahun dirinya hidup, Levana tidak pernah merasa punya musuh sebelumnya. Dirinya selalu bersikap baik kepada siapa saja yang ditemuinya. Saat dirinya menjadi korban perundungan pun, ia tidak pernah sekalipun membalas. Dirinya hanya diam menerima semua perlakuan buruk yang ditujukan kepadanya.Lalu sekarang, di hari pertama dirinya menikah dengan Rave sudah ada yang mengirimkannya pesan ancaman. Tentu saja hal tersebut membuat Levana sedikit takut sekaligus penasaran siapa pengirimnya. Yang terlintas di pikirannya hanya Lilian karena mau bagaimanapun juga, Levana memang sudah menyakiti wanita itu, jadi menurutnya hal yang wajar jika memang benar Lilian si pengirim pesan ancaman tersebut.“Kau menikmati pernikahanmu dengan Rave, Levana? Bagaimana kalau aku memberi tahu Rave atau keluarga Maverick lainnya bahwa kau tidak bisa hamil?” ucap seseorang dari seberang telepon saat Levana menghubungi si pengirim pesan ancaman.Tubuhnya refleks bergetar saat mendengar suara pria di sebe
“Siapa yang meneleponmu?”Tubuh Levana bergetar hebat saat mendengar ancaman Rave pada seseorang di seberang telepon. Dirinya bahkan tidak bisa bangkit seandainya saja sang suami tidak membantunya untuk berdiri.“Apa yang sebenarnya terjadi?” Levana kembali bertanya karena Rave tidak juga menjawab pertanyaannya.Bukannya menjawab, Rave lebih memilih untuk mengitari ruang kerja Levana dan memperhatikan area luar dari balik jendela. “Jam berapa kau biasa pulang kerja?” tanya Rave tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela.“Enam atau tujuh malam. Tidak menentu,” jawab Levana yang masih terpikirkan kejadian sebelumnya.“Sebaiknya mulai sekarang kau tutup pukul lima saja,” saran Rave yang justru semakin membuat Levana bertanya-tanya.“Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau diam saja dan tidak menjawab pertanyaanku?” keluh Levana yang sudah mulai kesal dengan sikap Rave.“Karena itu bukan urusanmu, Levana!” teriak Rave yang berhasil membuat Levana semakin kesal dibuatnya.“Kalau
Baik Levana maupun Rave hanya bisa terdiam saat pemilik Maverick Group memasuki rumah baru mereka. Pandangannya seolah mengisyaratkan keduanya jika rumah tersebut sangat tidak cocok untuk seseorang yang menyandang status keluarga Maverick.“Ini yang kau sebut rumah, Rave?” Hinaan yang keluar dari mulut Francis Maverick berhasil membuat Rave langsung bersuara.“Untuk apa aku membeli rumah mewah jika hanya akan digunakan selama tiga tahun saja? Terlalu berlebihan,” seru Rave yang mana tetap berusaha santai menghadapi ayahnya.Berbeda dengan Rave yang tetap terlihat tenang, Levana yang duduk di samping suaminya itu semakin menundukkan kepalanya. Tangannya mencengkeram kuat celana bahan yang ia kenakan saat dirinya mendengar balasan Rave barusan. Ada rasa sedih yang seolah langsung menyadarkan statusnya.Senyum meremehkan masih terlihat jelas di wajah Francis. “Aku tidak peduli kau membeli rumah mewah sekalipun karena selama tiga tahun ini Levana wajib menjadi prioritasmu. Kau harus memper
Terakhir kali Levana bertemu dengan kedua orang tuanya di malam pesta pernikahan dirinya dan Rave. Sudah seminggu berlalu dan ia baru berniat untuk menemui orang tuanya. Walau mereka jarang bertemu saat tinggal bersama dulu, Levana tetap merindukan keduanya.“Kau baik-baik saja, sayang?” tanya sang ibu ketika membawakan segelas jus untuk putri satu-satunya.“Ya, Mom. Aku baik-baik saja. Maafkan aku baru sempat berkunjung sekarang,” balas Levana yang sedikit berseru. “Ke mana Dad? Bukankah seharusnya dia libur hari ini?”“Semenjak Maverick Group mengambil alih, ayahmu semakin jarang pulang ke rumah, Levana. Pekerjaannya di kantor semakin padat,” balas sang ibu memberi info.“Kuharap itu berita bagus karena kini banyak investor yang mulai menaruh perhatian lebih, tapi aku khawatir dengan kondisinya yang sekarang.” Levana teringat fisik sang ayah yang mendadak memburuk karena permasalahan utang tempo hari.“Levana, kau tidak perlu memikirkan hal itu. Justru Mom yang sangat khawatir denga
“Kau pria yang baik, Rave. Titip jaga Levana,” pesan sang ibu saat Levana dan Rave hendak pergi.Levana tidak pernah tahu apa tujuan sang ibu berpesan seperti itu pada Rave di saat ibunya tahu betul hubungan antar keduanya. Yang bisa dilakukan Levana kini hanya tersenyum dan bergegas masuk ke dalam mobil dan meninggalkan ibunya seorang diri di rumah.“Ke mana kita akan pergi?” tanya Levana membuka pembicaraan saat keduanya di dalam mobil.Rave tampak memikirkan sesuatu sebelum akhirnya berbicara. “Apa maksud ucapan ibumu tadi? Dia tidak tahu kita.. ah lupakan.” Ucapan Rave dihentikannya begitu saja seolah tidak ingin membahas lebih lanjut.Levana sendiri paham maksud pertanyaan Rave, tetapi melihat pria itu tidak melanjutkan ucapannya, Levana juga memilih untuk tidak membahasnya. Lagi pula pesan tersebut memang seharusnya tidak mereka bahas.“Jadi, kau bilang ada hal penting yang harus kau bicarakan denganku, apa itu?” tanya Levana kembali dan mencoba untuk mengalihkan kecanggungan.M
“Apa kau sudah gila?” teriak seorang pria yang sudah cukup tua keluar dari Audi hitam yang Rave tabrak.Sadar telah salah sasaran, Rave pun langsung keluar untuk meminta maaf dan membicarakannya secara kekeluargaan. Sedangkan Levana memilih untuk tetap diam di dalam mobil sembari menetralkan jantung dan pikirannya yang cukup terguncang karena kejadian barusan.Tiba-tiba ponselnya bergetar dan terlihat nomor asing kembali menghubunginya. Tanpa pikir panjang, Levana segera mengangkat panggilan telepon tersebut dan terdengar suara tawa yang cukup keras dari sambungan telepon.“Menarik sekali melihat suamimu sepertinya sangat khawatir terjadi sesuatu padamu,” seru si penelepon yang berhasil membuat kepala Levana semakin berdenyut.“Kau mengancam Rave?” tanya Levana seolah tidak percaya mendengar pernyataan pria tersebut.“Tidakkah kau bertanya-tanya kenapa akhir-akhir ini dia sepertinya sangat mengkhawatirkanmu, bahkan meminta kau pindah ke rumah utamanya, Levana Sullivan.”“Sebenarnya ap
“Setelah mempertimbangkan seluruh bukti persidangan, Vincent Sullivan selaku Tergugat dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan pencemaran nama baik yang diajukan oleh Penggugat, Jacob Flynn. Informasi yang diberikan Tergugat kepada Francis Maverick merupakan fakta, yaitu adanya penggelapan dana, pemalsuan data, dan pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh Penggugat. Oleh karena itu, gugatan Penggugat resmi ditolak dan pengadilan membebankan seluruh biaya dan ganti rugi kepada Penggugat. Putusan persidangan ini dinyatakan selesai.”Ketukan palu sebanyak tiga kali berturut-turut pun terdengar, menandakan jika sidang benar-benar dianggap telah selesai. Perasaan Levana sendiri begitu lega setelah mendengar sang ayah dinyatakan tidak bersalah, sedangkan sang ibu menangis haru dalam pelukan Yara Maverick.Levana langsung mendongak ke arah samping kanannya begitu ia merasakan tangannya digenggam seseorang. Dirinya mendapati Rave tengah tersenyum tulus menatap ke arahnya dan dibalas senyuman yan
Pandangan Levana kini tak beralih sedikit pun dari pria di hadapannya. Ia dan Rave kini berada di dalam kamar Levana, duduk berhadapan dengan beberapa tumpuk berkas di hadapan mereka.“Jadi, bagaimana keputusanmu?” tegur Rave yang membuka pembicaraan lebih dulu.Embusan napas berat Levana kini terdengar dan mulai membuka salah satu berkas di hadapannya. Sebelumnya ia sempat berbicara langsung dengan ayahnya, menanyakan perihal kepergian kedua orang tuanya kemarin malam.“Semua perbuatanku di masa lalu itu memang benar, Levana. Walaupun semua informasi yang aku berikan pada Francis Maverick terkait Flynn Group benar adanya, pihak Flynn Group tetap saja bisa menjebloskanku ke dalam penjara dengan undang-undang pencemaran nama baik,” ujar sang ayah yang membuat Levana menggenggam erat ujung kemejanya.“Lalu, apa yang kau inginkan sekarang?” Suara Levana terdengar begitu dingin saat menanyakannya kepada sang ayah, membuat raut wajah sang ayah terlihat begitu sedih.Sebenarnya Levana meras
Seharian ini semua pekerjaan Levana mendadak terganggu karena ia terpikirkan dengan ucapan Rave sebelumnya. Ia tidak bisa bekerja dengan baik hingga rekan kerjanya sesama asisten lab menyarankan Levana untuk istirahat di ruangannya sebentar.“Berhenti memikirkannya, Levana. Hidupmu baik-baik saja sebelum dia datang kembali,” keluh Levana yang kini memejamkan matanya sembari bersandar di balik lemari.Sekuat apa pun Levana berusaha menepis pikirannya tentang Rave, ia tidak bisa melupakannya begitu saja. Pertemuannya kemarin malam seolah menghancurkan bentuk pertahanan Levana yang ia bangun sejauh ini.“Dari mana dia tahu jika aku sedang mengandung? Yang tahu tentang kehamilanku hanya mum dan dad saja,” gumam Levana yang mendadak bingung sendiri.“Mungkinkah ada orang lain yang mengetahuinya? Tapi siapa?”Keraguan mengenai kedua orang tuanya tiba-tiba mendatanginya. Ia penasaran dengan apa yang dilakukan kedua orang tuanya kemarin malam hingga membuatnya berada seorang diri di rumah.Ke
“Levana! Apa yang terjadi di rumah semalam? Kenapa bajumu berantakan di ruang keluarga? Dan baju siapa ini?” teriak sang ibu yang langsung membuka pintu kamar Levana tanpa permisi.Baik Levana maupun sang ibu sama-sama terkejut ketika pintu terbuka. Levana yang terbangun karena suara teriakan sang ibunya hanya bisa mematung saat menyadari posisinya saat ini. Begitu juga dengan sang ibu yang langsung membungkam mulutnya sendiri seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan.“Rave?” gumam sang ibu yang mana hanya gerakan bibir saja yang terlihat.Mata Levana refleks terpejam saat mengingat memorinya tadi malam. “Mum, ini tidak seperti yang kau bayangkan!” teriak Levana yang berhasil membangunkan pria di sampingnya.“Oh, Levana, jangan bergerak dan sebaiknya kau pakai bajumu dahulu,” sahut sang ibu yang langsung menutup pintu kamarnya. “Mum tunggu di bawah.”Tangan kanan Levana hanya bisa memijat keningnya saat menyadari apa yang terjadi tadi malam. Rave yang perlahan bangun pun
Tubuh Levana seketika membeku ketika dirinya membuka pintu dan mendapati Rave berdiri di hadapannya. Tubuhnya basah, wajahnya pucat, dan kulitnya mengkerut karena terkena hujan yang cukup deras.“Levana..” panggilnya pelan yang mana membuat Levana akhirnya tersadar dari lamunannya.“Rave? Apa yang kau lakukan di sini?Tangan Levana pun refleks menarik lengan Rave ketika dirinya tersadar dari lamunanya. Dengan kesadaran penuh dirinya mempersilakan suaminya itu masuk ke dalam rumah, khawatir akan kesehatan sang suami yang sudah basah kuyup seperti itu.“Sebenarnya apa yang kau lakukan di tengah hujan deras seperti ini? Kau benar-benar mencari penyakit,” tegur Levana yang kini sibuk sendiri membawakan handuk untuk Rave.Levana pun berlari kecil ke kamarnya, mengambilkan handuk untuk Rave. Sedangkan suaminya itu masih berdiri tepat di depan pintu rumahnya.Handuk yang Levana bawa pun langsung disampirkannya ke kepala dan tubuh Rave, mengusapkan di wajahnya hingga tidak lagi basah.“Lebih
Sidang perceraian Rave Maverick dan Lilian Flynn menjadi topik pencarian teratas. Tak hanya di sosial media, beberapa stasiun televisi swasta pun menayangkan siaran langsung sidang perceraian tersebut.Tak ingin terganggu dengan apa yang terjadi, Levana memilih untuk tetap pergi ke kampus. Dirinya tidak ingin hanya diam di rumah dan tidak berbuat apa pun, karena ujungnya ia pasti akan penasaran dan menonton tayangan sidang perceraian sang suami.“Kau baik-baik saja, Levana?” tegur asisten lab yang lain.Tangan Levana pun seketika berhenti dan menoleh ke arah rekan kerja. “Ya? Aku baik-baik saja. Apa aku membuat kesalahan?” tanya Levana yang kebingungan karena dirinya merasa tidak melakukan kesalahan.Kepala sang rekan kerja menggeleng cepat. “Kau … tidak terganggu dengan sidang perceraian Rave Maverick?” Kepala Levana langsung beralih kembali ke arah rekan kerja. “Oh, Levana, maafkan aku, tapi aku penasaran karena namamu terus dibawa oleh beberapa media.”Yang dikatakan oleh rekan ker
Tiga hari setelah Freeya datang menemuinya, Levana merasakan kebahagiaan tersendiri. Dirinya seolah terlahir kembali dan semuanya berjalan dengan begitu lancarnya.Pagi ini dirinya hendak berangkat ke kampus, kebetulan ia memiliki jadwal untuk mendampingi para mahasiswa baru dalam meneliti hewan peliharaan. Namun, berita terhangat yang muncul di televisi membuat dirinya tidak bisa meninggalkan rumahnya barang sedikit pun, mengingat para wartawan kini memblokir jalanan menuju ke rumahnya.“Apa yang terjadi?”Tubuh Levana terasa begitu lemas ketika nama dirinya kembali terseret dalam berita terhangat pagi ini. Kedua orang tuanya langsung berusaha menenangkannya mengingat dirinya tengah hamil kembali.“Untuk beberapa hari ke depan, kau tidak boleh keluar dari rumah dahulu, Levana. Akan sangat berbahaya jika kau pergi keluar,” ujar sang ayah yang kini meminta ibunya mengantarkan Levana kembali ke kamar.“Dengar, Levana. Semua berita yang kau dengar pagi ini tidak ada hubungannya denganmu.
Sebuah pelukan hangat langsung didapatkan oleh Levana begitu dirinya bertemu kembali dengan Freeya. Bukannya sengaja menghindarinya, Levana memang tidak memiliki alasan untuk bertemu dan bicara dengan sang sahabat.“Tidakkah kau merindukanku?” sapa Freeya sembari memegang erat kedua tangan Levana.“Tentu saja aku merindukanmu! Asal kau tahu Freeya, aku sangat merindukanmu,” sahut Levana yang membuat Freeya membuang muka.“Jika kau merindukanku, seharusnya kau menghubungiku, Levana. Setelah aku memberi informasi yang seharusnya tidak kau ketahui, kau langsung menghilang begitu saja tanpa kabar,” ujar Freeya yang berhasil membuat Levana merasa bersalah.“Tunggu sebentar.”Levana pun beralih kecil ke arah parkiran di mana Marcel tengah menunggunya. Ia memberikan pesan kepada Marcel untuk pulang sendiri, tetapi ditolak oleh sang sopir.“Pergilah, Nyonya, tetapi jangan menyruhku untuk pulang. Aku bisa mengikutimu dari belakang, jadi nantinya kau tak perlu meminta temanmu mengantarkan pulan
“Kau baik-baik saja, Ms. Sullivan?” tanya salah seorang mahasiswa yang sedang meneliti, menyadarkan Levana dari lamunannya.“Oh, ya, aku baik-baik saja. Jika kalian membutuhkan bantuanku, bisa panggil aku di dalam ruang kerjaku,” ujar Levana yang kini masuk ke dalam ruang pribadinya.Ia menyandarkan punggungnya di punggung kursi, sedangkan matanya fokus membaca berita yang tengah beredar. Saat ini namanya menjadi topik pencarian paling atas, membuat para dosen dan mahasiswa di kampus bertanya-tanya akan apa yang menimpa dirinya.[Selama setahun pernikahannya, Levana Sullivan mendapat ancaman dari kekasih gelap Lilian Flynn tanpa sepengetahuan Rave Maverick sama sekali.] Tawa pahit terlihat jelas di wajah Levana saat membaca berita yang lewat. Ia hanya menggelengkan kepalanya karena tidak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya itu.“Sebenarnya apa yang tengah kau rencanakan? Membawa serta namaku dan bersikap seolah tidak tahu jika Toby Duggan mengancamku selama ini?”Levana meringi