2. Ayahnya Seorang Pembunuh, Putrinya Seorang Pelacur!

“Apa yang sudah kau lakukan? Jangan bilang kau telah bercinta dengan Lucas?!” Nada suara Beatrice semakin meninggi.

Sorot matanya menatap jijik penampilan Ariella yang berantakan. Terlebih pakaian wanita itu robek di bagian dadanya. Itu menebalkan asumsi Beatrice bahwa pelayan ini sudah menghabiskan malam penuh gairah dengan putra sulung keluarga Baratheon.

“Kau bisu?!” Beatrice kembali memberang hingga membuat Ariella tersentak kaget.

Leher Ariella menegang. Dia kesulitan menelan saliva, apalagi mengeluarkan kata.

Dengan bulu mata gemetar, Ariella pun menjawab, “mo-mohon maaf, Nyonya Beatrice. Anda salah paham. Saya hanya—”

“Argh!”

Belum sampai tuntas ucapan Ariella, Beatrice sudah melayangkan tamparan keras ke pipi wanita tersebut. Sensasi panas dan berdenyut mendominasi wajah Ariella. Dia memegangi pipinya yang terasa kebas, bahkan sudut bibirnya pun anyir karena tampaknya cincin Beatrice melukainya.

“Kau pikir aku buta?!” Nyonya Baratheon itu menyentak murka. “Jalang sialan. Berani sekali Pelayan rendahan sepertimu merangkak ke ranjang putra Pimpinan. Apa yang sudah kau lakukan? Kau menggodanya? Kau menggoyangkan pinggulmu atau sengaja memamerkan tubuhmu? Dasar pelacur!”

Sungguh, ucapan istri kedua Pimpinan Baratheon Group ini benar-benar menusuk dada Ariella. Seumur hidup, wanita tersebut tak pernah direndahkan seperti ini. Dia selalu menjaga sikap dan tindakannya meski dia putri seorang sopir.

Dengan rahang mengeras, Ariella pun berusaha membantah. “Mohon maaf, Nyonya Beatrice. Saya bukan wanita seperti itu. Ini tidak seperti yang Anda duga. Tuan Muda-lah yang memaksa saya tinggal di kamarnya.”

Mendengar itu, amukan Beatrice pun naik ke mercu kepalanya. Tanpa segan, dia pun menggampar sebelah pipi Ariella lebih kencang, sampai-sampai wanita itu terhuyung menatap guci besar di sebelahnya. Guci mahal itu jatuh menghantam lantai hingga suara nyaringnya membuat beberapa orang di ruangan lain tercengang. Bahkan Lucas yang semula masih tidur, kini langsung terbangun. Tapi dia tak tertarik dengan keributan di luar, karena hari ini dia harus bersiap untuk acara pernikahannya.

Sementara di luar, Beatrice hanya menatap sinis Ariella yang tersungkur ke lantai. Tangan wanita itu tak sengaja bertumpu pada pecahan guci hingga berdarah. Akan tetapi Ariella seolah tak merasakannya, karena rasa sesak dalam dadanya lebih menyakitkan.

“Kau! Jangan lupa bahwa kau di sini untuk menebus dosa-dosa ayahmu yang sudah membunuh Elizabeth. Jika kau berani bertingkah, keluarga Baratheon bisa melenyapkanmu tanpa seorang pun yang tahu!” Beatrice mencecar penuh amarah.

Tangan Ariella mengepal gemetar sambil berusaha keras menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia kini memilih diam, karena apapun ucapannya, Beatrice pasti tetap menyalahkannya.

“Bersihkan itu dan cepat bekerja karena ini hari penting untuk Lucas dan keluarga Baratheon!” sentak Beatrice yang lantas beranjak pergi.

“Baik, Nyonya,” sahut Ariella yang perlahan memungut pecahan guci tersebut.

Semua pekerja mansion Baratheon tampak sibuk mempersiapkan acara resepsi pernikahan Lucas hari ini. Ariella yang kini beranjak ke belakang dengan pecahan guci, hanya mendapat tatapan tajam dari para rekan pelayan.

Bahkan Kepala Pelayan yang bertanggungjawab atasnya pun bertanya sengit. “Apa yang kau lakukan di kamar Tuan Muda?!”

Ariella terhenti. Sejumlah tatapan tajam dari pelayan lainnya serasa menembus wajahnya. Ariella harus angkat bicara. Dia yang merupakan korban, tidak akan tinggal diam hanya karena statusnya lebih rendah di mansion ini.

Wanita itu menelan saliva, lalu bertanya, “apa maksud Anda, Kepala Pelayan? Bukankah Anda yang meminta saya datang ke kamar Tuan Muda?”

“Bicara apa kau, Ariella?!” sambar Kepala Pelayan tadi mendapukkan alisnya.

“Minuman apa yang Anda berikan pada Tuan Muda?” Ariella menyahut nada gemetar.

“Bukankah kau yang membawakan minuman ke kamar Tuan Muda? Kenapa kau malah bertanya padaku? Kau mau menyalahkanku? Ingat posisimu, Ariella!” Kepala Pelayan itu membalas penuh amukan. “Jika ayahmu seorang pembunuh, bagaimana bisa kau jadi pelacur?!”

Belum sampai Ariella menimpali, terdengar banyak gunjingan pelayan lain yang menyudutkannya. Sungguh, tidak ada satu pun orang di mansion ini yang memihak Ariella.

Kepala pelayan itu melangkah sambil menyenggol bahu Ariella dengan kasar, lalu bicara pada para bawahannya.

“Kalian semua kembali bekerja. Kita akan sibuk hari ini!” ujarnya membubarkan kerumunan.

Irisnya melirik ke sebelah, lalu melanjutkan. “Dan kau, pelacur rendahan. Jangan bersantai hanya karena pernah tidur dengan Tuan Muda. Kau tetap harus melakukan tugasmu sebagai Pelayan di mansion ini!”

Alih-alih menjawab, Ariella hanya meremas pinggiran roknya. Dia berupaya keras menahan air mata.

‘Tuan Muda, bagaimana kau akan bertanggungjawab pada hidupku setelah ini?’ gemingnya dalam hati.

Sementara itu, pria yang tengah dibatin Ariella baru selesai mandi. Dia berjalan di kamarnya masih mengenakan bathrope putih.

Saat itulah seseorang mengetuk pintu kamarnya.

“Permisi, Tuan Lucas. Mohon maaf, ada hal mendesak yang harus saya laporkan pada Anda,” tutur suara dari luar.

Lucas yang mengenali suara Peter-asistennya, langsung memberi ijin.

“Ada apa?” Pria itu bertanya dingin saat sang asisten masuk.

“Mohon maaf, Tuan. Calon pengantin wanita menghilang dari kediamannya!” balas Peter yang seketika memicu Lucas mengernyit.