Amarise mengubah posisi tidur menjadi telungkup di sisi Nic. Ia menatap nakal dengan menjalankan jemari lentik di dada bidang Nic. Tubuh polos mereka hanya ditutupi selimut setelah menghabiskan dua sesi percintaan napas. “Bagaimana pelayananku?”“Selalu puas juga ingin lagi dan lagi,” bisik Nic tersenyum menggoda seraya menyematkan kecupan di pipi sang istri.“Terimakasih untuk pelayananmu, Istriku. Aku selalu merasa terpuaskan dan selalu menikmati tiap permulaan juga penutupnya,” lanjut Nic mengedip jahil.Amarise tersipu. Ia menyembunyikan wajah di ceruk leher Nic, membiarkan pria itu mendekapnya dengan posisi terlentang. “Lalu bagaimana denganku? Kamu terpuaskan, hm?”“Nic ... jangan nakal,” bisik Amarise dengan menahan gairah saat Nic memantiknya lewat remasan di bagian bokong.Pria itu tertawa kecil, membawa Amarise berada di atas tubuhnya dengan posisi telungkup. Sejenak Nic mendesah pelan merasakan himpitan yang terasa bisa memantik hasratnya lagi. “Dadamu sangat padat dan besa
“Apa aku keterlaluan pada Nic? Dia sudah mengatakan semuanya secara jujur, tapi aku justru bertingkah seperti anak kecil yang tidak ingin memahami keterbukaan Nic dengan masa lalunya.”Napas Amarise berembus berat. Ia terduduk gelisah di atas ranjang, sulit tidur karena tidak mendapati Nic mencoba membujuk Amarise sekali lagi. “Ini semua salahmu, Amarise!”“Beberapa jam lalu kamu sendiri yang memaki dan meminta Nic tidak tidur di kamar. Tapi kamu sendiri yang menginginkan dia berusaha sekali lagi membujukmu. Ah, sial!” maki Amarise pada dirinya sendiri.“Perasaanku tidak terlalu kesal dan cemburu lagi akibat masa lalu mereka. Seharusnya aku juga bisa menganggap santai semuanya agar perempuan menjijikan itu tidak bisa lagi mengusik. Dia memang tidak boleh lebih unggul di bandingkan aku yang sudah memiliki Nic,” tandas Amarise merasa sudah salah bersikap.Ia menyingkap selimut seraya mengambil sweater untuk menutupi gaun tidur tipisnya. Amarise harus meminta maaf dan membawa Nic tidur d
“Nicholas ... kenapa kamu tidur di sini?”Nic mengernyit dan mulai sadar dari tidur nyenyak mendapati tusukan lembut jari telunjuk seseorang menekan bagian pipinya. Rengekan manja serta aroma parfum yang ia kenali masuk di indera penciuman, membuatnya segera membuka mata.“Rishi?”Amarise menjauhkan tubuh saat pria itu terduduk dan menyugar kasar wajah serta rambut. Suara serak dan berat Nic, juga melihat penampilan pria itu membuat pikiran mesum Amarise dalam mode siap.Ia menggigit bibir bawah menahan untuk tidak menyerang suami kesayangannya. “Kenapa pagi ini kamu tidak memelukku?!” kesalnya cemberut.“Kemarin kamu mengusirku, memintaku untuk tidak tidur di kamar. Aku tidak ingin membuatmu bertambah marah jika memaksa masuk, Rishi,” jelas Nic mulai sadar akan permasalahan kemarin.Amarise mendengkus. Ia melipat kedua tangan di dada menatap Nic di atas ranjang kamar tamu. “Biasanya kamu sering memaksaku dengan rayuanmu,” gerutunya melirik sinis Nic.Pria itu terkekeh kecil melihat r
“Bersiaplah, Rishi. Lima menit lagi kita akan pergi ke rumah sakit. Aku sudah membuat janji temu dengan dokter kandungan.”Amarise menoleh sendu ke arah Nic yang berdiri di ambang pintu. Pria itu tersenyum kecil dan selalu mengingat jika Amarise tidak ingin berdekatan dengannya. “Kamu akan di antar sopir, sedangkan aku akan mengikuti mobilmu dari belakang.”“Maaf, aku masih mual,” ringis Amarise yang duduk di pinggir ranjang.“Tidak masalah, Sayang. Ayo, bersiaplah.”“Bagaimana jika aku tidak hamil dan hanya mual biasa?” tanya Amarise tidak menggubris ajakan Nic.Pria itu terdiam, menilik sorot sendu Amarise dengan saling menautkan jari jemari tangannya. Ada raut gelisah dan sedih yang Nic tangkap dari paras cantik Amarise. Wajah itu sedikit lebih pucat. “Tidak masalah. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja.”“Jadi kamu tidak senang jika aku hamil?”Nic mengerjap. Ia seperti salah bicara dan membuat perasaan Amarise mulai sangat sensitif. Bulir air mata itu turun tanpa bisa A
“Nicholas. Aku belum tua dan renta. Tubuh dan kakiku masih sangat sehat. Aku bisa jalan sendiri,” gerutu Amarise mencebikkan bibir saat Nic tidak menggubris dan tetap merangkul pinggang Amarise dari samping.Bukan hanya itu saja. Nic juga menuntun tangan satu lagi memegang pergelangan tangan Amarise untuk menaiki anak tangga. Pria itu memenuhi istrinya yang sedang hamil lima bulan mengunjungi area wisata di China.Ya. Setelah dulu ke Disneyland. Sekarang Nic dan Amarise balik lagi ke negara yang sama dengan daerah dan tempat berbeda. “Jangan membantah atau aku akan menciummu di sini, Rishi.”Amarise mendengkus kesal tanpa menolak lagi. Kalimat itu bukan sekadar ucapan biasa, melainkan sudah kali kedua Amarise terjebak dengan ancaman Nic.Pria itu tidak sungkan mencium Amarise di area manapun hanya untuk mendapatkan hukuman seperti ini. Tapi Amarise yang tidak terbiasa dicium area publik dan masih sekitar Asia, merasa benar-benar malu dan tidak ingin mengulanginya lagi.Mereka berdua m
Amarise berusaha mengendap tanpa menimbulkan suara. Ia meletakkan secarik kertas di atas nakas samping tempat tidur Nic, lalu menatap suaminya yang masih tidur pulas. Senyum Amarise mengembang melihat paras tampan yang hingga detik ini tidak pernah mengulangi kesalahannya lagi. “Aku mencintaimu, Nicholas,” bisik Amarise.Perempuan itu mengecup lembut kening Nic dan berlalu meninggalkan kamar hotel. Ia harus membeli bahan makanan di supermarket lantai bawah.Dirinya tidak menggubris tawaran Nic untuk selalu makan dari menu restoran atau menyuruh anak buah Nic yang berada di hotel berbeda.Amarise bisa melakukannya dan ia harus ganti memanjakan sang suami lewat masakan. Karena Nic sudah lebih banyak mencurahkan rasa sayangnya pada Amarise selama hamil.“Kenapa aku ingin buang air kecil lagi?” Amarise meringis pelan dan berganti arah menuju toilet di lantai bawah, berlawanan arah dari supermarket.Tiba-tiba ia merasakan kantung kemihnya terisi lagi. Ia tergesa memasuki salah satu bilik s
“Kuatkan dirimu. Ingatlah ada anak kita di dalam sini. Dia semakin tumbuh dan jangan sampai tubuh dan pikiran lemahmu memengaruhi anak kita, Rishi.” Amarise menumpukan telapak tangan kanan di atas punggung tangan Nic yang mengusap perut Amarise. Ia mengangguk. “Aku sudah menyiapkan diriku dari tiga minggu lalu.” Nic tidak ingin gegabah menuruti permintaan Amarise ini. Ia berkonsultasi dengan dokter, menyelesaikan semua urusan penting dan mencoba mengalihkan pikiran Amarise memenuhi permintaan ke Singapura dan Malaysia. Itu lebih penting dibandingkan Nic harus mengabulkan lebih cepat rasa penasaran Amarise. Sekarang ia cukup lega karena istrinya sudah berusaha menunjukkan kesiapannya. “Kemarilah. Ikut bersamaku.” Amarise mengerjap mengikuti Nic memasuki sisi lain dari mansion. Mereka tiba dari mengunjungi negara Asia Tenggara kemarin, menginap semalam di apartemen dan baru saja di mansion. “Aku bersumpah tidak akan memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu padamu dan anak kit
“Dua penjahat itu tidak akan bebas sedikitpun jika terjadi sesuatu pada menantu perempuanku dan calon cucuku!”Tuan Isaac bersidekap, membiarkan sang istri melampiaskan amarah lewat kalimat menggebu. Ia diam memerhatikan Nic duduk berseberangan dengan tatapan kosong.Lelaki itu baru tiba setelah kemarin Nic memberitahu seluruh masalah dan fakta yang diungkap anak lelakinya sangat terlambat. Menurut mereka, apa yang dilakukan Nic terlalu berisiko disimpan sendirian tanpa membagi hal ini pada orangtuanya. “Apa yang akan kamu lakukan setelah ini, Nic?”“Nyawa harus dibalas dengan nyawa, Ivander!” sentak Nyonya Isaac menimpali cepat.“Mereka sudah membunuh orang tidak bersalah! Dua nyawa telah dilenyapkan, menghilangkan peran orangtua di hidup Amarise. Nic harus melakukan hal serupa sebagai hukuman yang tidak akan pernah setimpal!” sambung wanita itu menggebu.Nic menggeleng pelan. “Aku tidak akan melakukannya, sekalipun aku sangat menginginkannya, Ma.”“Apa yang kamu ucapkan?! Amarise is