BAB 28
Ezhar hanya tersenyum melihat Maira yang berjalan mundur menghindarinya. Ia baru sadar kenapa wanita pujaannya itu malah menghindar di saat ia melamarnya. Namun, ia masih belum memberikan kejutan itu, Ezhar masih ingin melihat apa yang akan di lakukan Maira saat ia mendesaknya.
“Ada apa?” tanya Ehar pura-pura tak tahu alasan Maira menghindarinya.“Ini salah, semua yang kita jalani salah!” ujar Maira di iringi isak tangis.“Apa maksudmu?” Ezhar mendekat dan bertanya dengan sangat lembut.“Semua yang kita lakukan adalah sebuah dosa. Aku adalah seorang istri, tapi aku telah bermain api di belakang suamiku,” Maira sadar jika yang ia lakukan selama ini adalah kesalahan dan sebuah dosa.“Tapi aku sudah terlanjur mencintaimu, dan aku tak mau mundur!” kekeh Ezhar.“Aku juga sangat mencintaimu, tapi ... Apa yang bisa aku lakukan? Bahkan , Dion tak mau menandatangani surat perceraianSetelah malam lamaran itu, hubungan Ezhar dan Maira semakin baik. Bahkan keromantisan mereka semakin membuat orang yang melihatnya iri, termasuk Tania. Hasratnya ingin memiliki Ezhar kembali semakin besar. Ia pun mulai memaksa otaknya bekerja keras untuk memikirkan cara agar bisa mendapatkan apa yang dia inginkan.Sebuah ide pun muncul di otaknya, kaki ini dia tidak akan menjebak Ezhar. Tetapi Maira lah yang akan dia jebak. Dia pun mulai mencari tahu masalalu Maira dan Dion, sampai masalah yang membuat Dion menikah lagi.Setelah kesana-kemari mencari informasi, akhirnya Tania pun sudah mengetahui apa penyebab Dion membenci wanita itu. Bahkan Dion sampai mencari istri baru. Tentu saja itu semua membuat senyum Tania mengembang.Kini Tania sudah mengantongi nama yang jelas akan membantunya. Karina, ya nama itu yang Tania pilih sebagai rekannya untuk menyingkirkan Maira. Karena ia sudah mengetahui kisah cinta mereka. Jadi sudah tentu Kari
“Ezhar ... Lupakan dia, ayo pulang!” Maira meraih lengan Ezhar.Ia berniat menggandengnya untuk segera pergi dari tempat itu. Namun, tak di duga, Ezhar menepisnya. Maira terkejut dengan sikap Ezhar yang sedikit kasar padanya.“Kalau kau tak mau pulang, biar aku pulang sendiri!” Maira bergegas meninggalkan Ezhar di toko perhiasan itu.“Sial!” umpat EzharIa pun berlari mengejar sang kekasih. Ia mencoba mengendalikan amarah yang mulai menyelimutinya. Dengan sangat lembut ia meraih lengan Maira yang sedang berjalan cepat di depannya.“Masuk mobil!” perintah Ezhar.“Tidak mau!” tolak Maira.“Masuk!” bentak Ezhar.“Tidak—“Belum sempat melanjutkan kalimatnya, Ezhar menggendong tubuh Maira menuju mobilnya.Tindakan Ezhar pun mengundang mata para pengguna jalan memperhatikan mereka.Setelah menurun
BAB 31Tania masih terduduk di kamarnya, ia masih merenungi semua ucapan Ezhar padanya. Tak ada penyesalan sama sekali dengan apa yang sudah ia lakukan, ia justru mengibarkan dendamnya pada Hani. Karena ia yakin ini perbuatan sahabatnya itu.°°°°Sementara di lain tempat Hani mendatangi apartemen Roy, ia ingin memberitahukan tentang pertemuan Tania dan Karina. Hani menekan bel saat sampai di apartemen Roy.Tak lama pintu pun terbuka, tetapi Hani terkejut melihat penampilan Roy yang sangat acak-acakan.“Hani!” seru Roy yang juga terkejut.“Siapa, Sayang ...!” teriak seorang wanita dari dalam apartemen.“Maaf, aku mengganggumu. Permisi.” Hani membalikkan badan dan hendak segera meninggalkan tempat itu. Namun, lengannya di tahan oleh Roy.“Tunggu!”“Tapi—“ belum sempat Hani melanjutkan kalimatnya.“Ayo masuk!” Roy menarik lengan Hani un
Kaki jenjang Tania melangkah mendekat ke arah Hani yang masih setia berdiri di ambang pintu. Garis lengkung pun tergambar jelas di wajah Tania. Namun sorot matanya memngisaratkan kemarahan yang kini mulai menguasai tubuhnya."Ada apa?" tanya Hani saat manik mata Tania, menatapnya penuh kemarahan."Ayo masuk!" tanpa menjawab Tania menarik lengan Hani sedikit kasar.Hani menurut, tentunya ia sudah menyiapkan diri dengan apa yang akan di lakukan Tania padanya. Ia percaya sahabatnya itu tak akan pernah melukai dirinya. Tapi ia masih berpikir apa yang membuat Tania datang menemuinya?"Ada perlu apa kau ke sini?" tanya Hani setelah mereka berada di dalam rumah."Banyak," jawab Tania singkat."Apa saja?" desak Hani."Aku tak bisa menyebutkan satu persatu. Intinya, semua ini tentang, kau!" Tania mengarahkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Hani.Hani kembali melihat api amarah dari manik Tania, bahkan dari mata itu ia bisa melihat kesedihan yang
Angin di sekitarnya seketika berhenti saat Roy melontarkan keinginannya yang dianggap sangat mustahil baginya. Hani pun tak dapat memikirkan apapun, seketika isi kepalanya kosong.“Tinggal dengannya?” ucapnya dalam hati.“Hani.”Suara lembut Roy menerobos masuk Indra pendengarnya yang sedang tak sinkron dengan otaknya itu. Sehingga wanita itu tak merespon apapun. Roy mengulurkan tangannya menyentuh pundak Hani yang masih melamun.Kini Hani tersentak saat sebuah sentuhan lembut mendarat di pundaknya. Seketika lamunannya pun buyar.“Ya,” jawab Hani sedikit gugup.“Bagaimana? Kau mau tinggal denganku?” Roy mengulang kalimat yang membuat Hani melamun panjang.“Roy, kita baru saja saling kenal. Rasanya ini terlalu mustahil,” tutur Hani.“Tapi aku mencemaskan keadaanmu. Hari ini saja, Tania datang dan berusaha menyerang mu.” Roy menyandarkan punggungnya pada sand
“Tania, dengarkan aku,” pinta Hani.“Tak ada lagi kesempatan untukmu menjelaskan semua!” bentak Tania.Kakinya segera menginjak gas dengan api amarah yang semakin membakar Tania.Mobilnya pun melesat meninggalkan kawasan apartemen Roy dengan kecepatan tinggi. Matanya memerah menahan amarah, kedua tangannya begitu erat memegang kemudi. Terlihat sangat jelas rahangnya pun mengeras, wajah cantiknya seketika berubah menjadi ganas.“Tania, turunkan kecepatannya!” pinta Hani, yang tak ingin mereka celaka, karena kecepatan mobil sudah di atas rata-rata.“Aku ingin kau mati!” Tania balik membentak Hani.“Apa dengan aku mati kau bisa mendapatkan, Ezhar? Sadarlah, lelaki itu tak lagi mencintaimu! Berhentilah dengan kegilaan mu!”Matanya semakin memerah, kemarahannya pun mulai menguasai tubuhnya, karena kalimat yang keluar dari mulut Hani. Spontan tangannya terangkat ke udara dan mendarat
Tulang Ezhar semakin melunak saat berdiri di depan kaca ruangan ICU. Dadanya seperti di tusuk ribuan jarum, bulir air matanya pun tak bisa ia bendung menyaksikan pemandangan yang sama sekali tak ingin ia lihat. Pada akhirnya firasat buruknya terjadi juga.Tatapannya tertuju pada wajah putih pucat yang terbaring lemah di ranjang yang berukuran kecil itu dengan beberapa alat yang menempel di tubuhnya. Ia menatap sang pujaan hati yang sedang berusaha melewati masa kritisnya."Dok, bagaimana kondisinya?" tanya Ezhar pada dokter yang baru saja menangani Maira."Ini sebuah keajaiban, dia selamat dalam kecelakaan yang sangat mengerikan ini, Tuan. Kakinya patah, dalam beberapa bulan mungkin ia harus menggunakan kursi roda tapi—" dokter menghentikan kalimatnya."Tapi apa, Dok!" seru Ezhar dengan nada meninggi. Jelas ia sangat penasaran akan keadaan Maira."Tapi ... Dia mengalami amnesia," jelas dokter."Apa! Amnesia? Kau pasti bercanda, Dok? Bu
Ezhar keluar dengan raut wajah yang masih dipenuhi amarah. Dunianya sudah terlanjur terisi dengan Maira, jadi sangat wajar jika ia sangat terpukul dengan keadaan sang kekasih. Baginya apapun alasan orang-orang di sekitarnya tak bisa membuat dia tenang.Hanya kesembuhan Maira yang mampu mengembalikan dia seperti sediakala."Istirahatlah, aku akan memenangkan dia dulu," ucap Roy pada Hani.Hani hanya mengangguk, ia merasa sangat bersalah karena tak bisa melindungi Maira. Justru Maira yang telah menyelamatkannya."Maafkan aku, Maira. Tuhan, tolong selamatkan dia," doa Hani untuk wanita yang sudah mengorbankan nyawa demi keselamatannya.°°°°Ezhar memilih kembali ke ruang ICU, ia tak mau sampai lepas kendali menghadapi Hani. Pikirannya sangat kacau saat ini, dan hanya Maira yang mampu merubah semua.Roy mengikuti langkah Ezhar yang begitu tertatih. Roy tahu sahabatnya itu sedang berada d titik terendah di hidupnya. Pengkhi