"Sialan." Vladimir mengumpat pelan di telinga Dimitri Wijaya saat pria itu menangkap bayangan Dietrich menggendong Natalie Casiraghi memasuki ballroom lagi. "Dietrich memang sungguh merepotkan."Sang mafia tampan beranak hampir empat itu bergerak kilat menuju Erik—orang kepercayaannya—dan segera memerintahkan pasukannya mengalihkan perhatian para wartawan yang memang diundang.Dimitri Wijaya berdeham pelan sembari menahan tawa saat melihat Vladimir berlari tunggang-langgang ke segala tempat demi meredam gosip-gosip panas yang tidak perlu agar tidak sampai naik ke media. Sementara itu, dirinya kembali merangkul Douglas Kennedy dengan keramahan ekstra."Douglas—bolehkah aku memanggilmu ‘Douglas’? ‘Mr. Kennedy’ sepertinya terlalu kaku." Dimitri berkata. “Tidak. Jangan menoleh ke arah sana.”Douglas Kennedy mengangguk senang, meski kesenangannya berusaha tidak terlalu ditampakkan. "Tentu saja. Panggil aku dengan nyaman."Dimitri tersenyum. "Kau juga boleh memanggilku Dimitri." Saat perhat
Pipi Natalie merona. Perempuan itu jadi teramat malu, sampai harus menutup muka dengan kedua tangan dengan dada berdebar-debar. "Ouais—Yep."Dietrich tertawa. Tawa lelaki tampan itu kemudian menghilang saat mulutnya melekat di pangkal paha Natalie dan mulai mencium di sana. Sebuah ciuman yang melibatkan lidah dan jilatan-jilatan maut yang membuat seluruh tubuh Natalie gemetaran hebat.Natalie merintih, napasnya menderu semakin cepat ketika antisipasi melonjak di dalam diri perempuan cantik itu. Jari-jemari Dietrich menyentuh pelan, membuka bagian intim Nat lebih lebar, dan lidah sang presdir tampan terjulur untuk menjilat, mencecap kenikmatan yang menyelubungi inti diri Natalie, merasakan cairan murni yang berasal dari hasrat wanita cantik itu.Nat kembali mengerang, terkadang mengentakkan kepalanya pelan, seringkali menutup dan membuka mata dalam pusaran nikmat itu. Dietrich menjilati klitorisnya, menggosok dan mengisapnya dengan begitu lembut hingga Natalie merasa terbang ke awang-a
Natalie menambahkan cepat-cepat. "Amerika Serikat tidak jauh. Hanya butuh satu kali penerbangan untuk mencapai New York. Jika kau ingin bertamu, aku akan menerima kehadiranmu seperti keluarga—sebaiknya tunggu sampai aku sudah setahun menikah. Apakah kau mengerti?"Dietrich memberengut. "Setahun menikah?""Atau paling tidak, sampai aku melahirkan." Natalie menambahkan. "Tidak baik terlihat dengan pria yang bukan suamiku di saat aku masih mengandung, bukan begitu? Media di sana kudengar lebih agresif. Aku tidak mau ada gosip yang bukan-bukan tentang kita."Dietrich mendengkus kesal. Mendengar Natalie masih memikirkan opsi menikah dengan orang lain membuat Dietrich jengkel. Bayangan Natalie benar-benar menikah dengan si berengsek Douglas Kennedy—Dietrich menyebut lelaki itu berengsek hanya untuk menghibur diri—atau lelaki lain mana pun, membuat si presdir tampan uring-uringan dan sakit hati.Mengapa dadanya terasa nyeri saat Natalie mengungkapkan keinginan menikah dengan orang lain? Itu
Natalie berdiri diam selama beberapa saat setelah menyatakan persetujuannya. Pipinya merona malu. Jantungnya berdentum-dentum keras. Di hadapannya, lelaki tampan bernama Dietrich itu menyeringai lebar—seolah benar-benar menikmati semburat warna merah jambu yang merambat di kulit Natalie."Ya? Kau mengatakan 'ya'?" Sang presdir tampan berambut cokelat tersebut mengulang sekali lagi. Raut wajahnya menampakkan kepuasan.Natalie mengangguk sedikit. "Well ...."Dietrich bangkit dalam satu gerakan cepat lalu merengkuh perempuan itu dalam pelukan.Ada banyak hal yang telah mereka berdua lalui bersama. Terlalu banyak hal. Akan tetapi, mulai detik ini, Dietrich tahu mereka akan berdua. Mon Dieu. Ini adalah Natalie Casiraghi—perempuan yang sedang berada di dalam pelukannya ini. Perempuan yang selalu ada di sudut-sudut hidupnya. Sudah menghiasi salah satu bagian dari hatinya semenjak kelahiran wanita cantik itu dua puluh enam tahun silam.Ini aneh dan sulit dipercaya. Dietrich bahkan masih samar
Dietrich mencium punggung tangan Natalie, entah untuk yang keberapa kalinya. Lelaki itu tersenyum ketika memandang Natalie lekat-lekat. "Aku tahu. Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untukmu dan untuk bayi di dalam perutmu."Natalie tersenyum manis. Terlalu tercekat untuk mengatakan apa pun."Ah. Omong-omong tentang bayi ... apakah kau mau makan sesuatu yang lain? Aku bisa memesankan makanan berat dari restoran Chef Jacqueline." Dietrich menawarkan dengan manis.Natalie menggeleng. "Tidak. Aku tidak banyak makan selama masa kehamilan karena aku mengalami morning sickness yang lumayan berat. Setiap selesai makan, aku memuntahkan hampir semuanya lagi."Dietrich memandang Natalie prihatin. "Kasihan sekali kau, Nat. Kehamilanmu tidak seperti Catherine?"Catherine hanya muntah di awal kehamilan. Itu pun tidak sering. Perempuan itu hamil seperti tidak sedang hamil. Dia bisa melompat, berlari, dan bahkan tetap pergi ke berbagai tempat untuk mengawasi kedua putri kembarnya yang kini berus
"Pinjamkan aku armadamu." Dimitri Wijaya nyengir kuda pada Vladimir malam itu.Vladimir mengusap keringat di dahinya. Ini sudah masuk musim dingin—tetapi dia berkeringat! Kegiatan berlarian sepanjang malam untuk mengurus para wartawan bersama anak buahnya cukup menguras tenaga juga rupanya. Namun, seolah itu semua belum cukup, kini Dimitri menghampirinya dengan gelagat mencurigakan."Armada? Yang mana? Kau mau bertempur malam ini?" Vladimir baru saja merebahkan bokongnya di sebuah tempat duduk. Akan tetapi, sekarang dia sudah berdiri lagi.Dimitri menyeringai. "Bukan." Mafia tampan yang lebih muda setahun daripada Vladimir itu menunjuk Douglas Kennedy dengan dagunya. "Dia ingin pergi melihat kapal perangku.""Bozhe Moy—Ya Tuhanku." Vladimir menghela napas panjang. Sebelah tangan naik ke rambut untuk menyugarnya ke belakang. "Kau menjanjikan dia mengunjungi Petrichor? Malam ini juga?""Dietrich bilang, akan lebih baik jika dia dikirim sangat jauh dari sini." Dimitri mengedikkan bahu.V
"Dietrich! My Friend—Temanku!" Gabriel yang paling pertama menyambut kedatangan calon kedua mempelai.Para pengawal bertuksedo di kediaman Princess Stéphanie membukakan pintu limosin yang ditumpangi oleh Natalie dan Dietrich. Saat turun, Dietrich mengulurkan tangan pada Natalie untuk membantu perempuan cantik itu turun terlebih dulu, sebelum memeluk Gabriel sambil tertawa."Yo! Gabriel! Kau terlihat ... sangat segar." Dietrich menepuk-nepuk bahu kakak laki-laki kedua Natalie setelah mereka berpelukan sekilas."Kau juga! Tampan sekali! Sangat serasi dengan adikku, jika boleh kutambahkan!" Gabriel berganti memeluk Natalie yang wajahnya kini semerah kepiting rebus. "Kau juga tampak jauh lebih sehat daripada terakhir aku menemuimu di Paris, Natnat." Gabriel mencium kedua pipi Natalie dengan gemas.Natalie tersenyum. "Oh, cuaca di Paris—""Jangan salahkan cuaca di Paris," ucap Gabriel geli. "Cuaca di Paris terus memburuk dan semakin dingin, tetapi kesehatanmu pulih karena kau merasa gembir
"Putriku! Akhirnya kau ingat rumah!" Princess Stéphanie memasuki ruangan dengan suara sepatu yang berkelotak. Wanita paruh baya berparas ayu tersebut menghampiri Natalie dan mendekapnya lumayan lama. "Gabriel bilang kau sempat sakit. Apakah semuanya baik-baik saja? Kita perlu memanggil dokter?" Princess Stéphanie beralih pada Dietrich. "Itukah sebabnya pria baik ini mengantarmu pulang?"Natalie tersenyum dan menggeleng. "Tidak. Bukan. Aku tidak sakit. Bagaimana kabarmu, Mama?""Aku sangat sehat," ucap Princess Stèphanie dengan suara dilambat-lambatkan. Bibirnya mendekat pada telinga Natalie, sebelum ia berbisik pelan, "Kau bilang akan datang kemari dengan Douglas Kennedy? Mengapa yang datang justru Dietrich Toussaint? Apakah aku berhalusinasi atau semacamnya? Tolong katakan bahwa aku tidak berhalusinasi."Natalie terkikik. "Tidak.""Mataku minus?""Tidak." Nat menggeleng sambil tertawa sekali lagi."Kalau begitu, ini hanyalah fatamorgana?"Natalie pura-pura memberengut. "Kita bahkan t
Natalie memang berada di dalam elemennya. Wanita cantik itu duduk di sebuah kursi rotan, di hadapan bunga-bunga bermekaran, pada dua musim semi selanjutnya. Ruangan di sekelilingnya besar, memiliki sirkulasi udara yang sangat baik, dan berbatasan langsung dengan halaman belakang. Sebuah kebun, penuh tanah berumput, yang sudah jarang ada di properti milik pribadi di Paris.Perempuan itu menarik napas dalam-dalam sembari tersenyum. Ini adalah aroma favoritnya sepanjang masa. Perpaduan lavendel, mawar, dan wisteria yang wangi semerbak bercampur menjadi satu di udara."Kau seharusnya menambahkan wisteria di acara pernikahanmu," kata seseorang yang datang dari belakangnya.Tanpa berbalik pun, Natalie sudah terlalu mengenal suara itu. "Menurutmu begitu, Madame Vernoux?"Seorang wanita pemilik kedai bunga terkenal di Paris ini, Madame Vernoux, mengambil tempat duduk di samping Natalie. Natalie adalah pelanggan favoritnya. Tak perlu mengatakan apa pun, tetapi Madame Vernoux selalu mengabaikan
"Ya. Ya … berhasil dengan pujian. Sempurna. Kau benar-benar nakal, Mon Amour." Dietrich masih terengah-engah. Namun, kejantanannya terasa menyembul sekali lagi. Menekan perut Natalie yang duduk di pangkuannya.Sial.Dietrich akhirnya tidak dapat menahannya lagi. Sang presdir tampan kini sepenuhnya menanggapi rayuan Natalie. Tangannya menelusup di balik piyama wanita cantik itu, menyentuh punggungnya yang halus.Bibir Natalie menuruni rahang Dietrich ... mengecap aroma di lehernya lalu, beralih sedikit ke belakang telinga lelaki itu—yang kini Natalie tahu, menjadi titik dimana Dietrich takkan bisa menolaknya. Natalie menjilat belakang telinga Dietrich yang seketika membuat lenguhan pria tampan itu keluar tertahan.Dietrich membenarkan posisi duduknya. Tangannya turun ... beralih menyibak bagian bawah piyama Natalie. Menjamah paha sang istri hingga membangkitkan sensasi geli yang menyenangkan.Dietrich menyentuh bagian lembap diantara kedua kaki Natalie. Wanita cantik itu benar-benar ti
Awalnya, Natalie merasa tidak yakin dengan apa yang akan dilakukannya. Berbagai macam ketakutan menyeruak di dalam hatinya. Bagaimana jika keluarga Toussaint menolaknya? Bagaimana jika mereka merasa terhina dengan apa yang telah dilakukannya? Namun, rupanya itu semua tidak terjadi.Natalie selalu diterima dengan tangan terbuka. Sejak dulu pun begitu. Semua orang bersikap baik padanya—bahkan seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Satu-satunya hal yang dapat dikeluhkan oleh Nat adalah pekerjaan suaminya.Well, masa bulan madu memang sudah berakhir, tapi bukankah terlalu cepat?Dietrich sibuk sekali. Meski tidak pergi ke mana-mana, tetapi lelaki itu selalu mengubur diri dalam pekerjaan. Sudah hampir dua bulan Natalie tinggal di dalam kastil Toussaint. Namun, perempuan itu bahkan lebih sering melihat Nasya dan Tata—serta Catherine, tentu saja—ketimbang suaminya sendiri."Dietrich berada di ruang kerjanya lagi?" Catherine menebak saat melihat raut wajah Natalie yang masam seusai makan malam.
"Tuan Dietrich, Nyonya Natalie ...."Dietrich dan Natalie menoleh di saat yang bersamaan, ketika mereka mendengar Ashley Morgans memanggil. Ketukan sepatu hak tinggi wanita itu bahkan sama sekali tidak terdengar saking kedua sejoli itu melupakan dunia seisinya dan hanya memperhatikan pasangannya.di sisi lain Ashley meringis saat melihat wajah Natalie Casiraghi memerah. Wanita bangsawan yang telah resmi menjadi majikannya setelah menikah dengan Dietrich itu terlihat malu dan penuh penyesalan."Ah, begini. Tuan Axel Senior memanggil saya untuk beberapa urusan pekerjaan di Brussel. Saya rasa ...." Ashley menunjuk Natalie dan Dietrich yang sudah dalam pose setengah berpelukan itu, lalu melanjutkan, "Saya rasa jasa saya sudah tidak dibutuhkan di sini. Bukan begitu?"Dietrich tersenyum dan mengangguk. "Paman Axel memanggilmu? Wah, kau benar-benar wanita yang sangat sibuk, Ash. Baiklah. Tentu saja kau boleh pergi. Aku akan segera mengirim hadiah ke nomor rekeningmu."Ashley Morgans mengangg
Natalie terkesiap kasar. Matanya mulai berair, tetapi pipinya bersemburat merah jambu.Dietrich tadi hampir menyemburkan tawa. Hampir. Beruntung, pria tampan itu dapat membekap mulutnya sendiri tepat waktu. Wah, wah. Ini benar-benar pertunjukan menarik. Seumur hidup, Dietrich belum pernah melihat Natalie mengamuk.Oh, jangan salah. Amukannya sungguh dahsyat—sampai semua orang di ruangan yang sama menahan napas. Namun, entah mengapa, di mata Dietrich, Natalie terlihat ... menggemaskan.Dan manis.Mon Dieu. Sekarang rona merah yang merayapi wajah hingga leher dan dada perempuan itu tampak terlalu menggiurkan untuk ditampik."Tentu saja tidak ...." Natalie menjawab dengan suara bergetar."Apakah kau tidak ingin aku menikah dengan Ashley Morgans?" Dietrich bertanya lagi.Natalie mulai menangis. "Itu ... urusanmu! Terserah padamu ingin menikah dengan siapa."Dietrich menggeram tidak puas. "Jadi, kau baik-baik saja mendengar aku akan menikah dengan orang lain? Come on. Setidaknya jujurlah p
Natalie cukup terkejut bagaimana berita-berita mencengangkan yang mengguncang dirinya hingga ke inti, belakangan ini tidak membuatnya langsung pingsan di tempat."Tunggu. Tunggu dulu. Kau akan ... menikah dengan Ashley?" Natalie mendelik tak percaya. "Ashley Morgans?"Dietrich melirik Ashley yang tampak kaku, serta gelisah, di tempatnya berdiri lalu mengembalikan perhatiannya pada Natalie. "Apakah ada yang salah dengan Ashley? Menurutmu ... ada yang kurang dari dia?"Natalie menelan ludah, lalu buru-buru menggeleng. "Tidak. Tentu saja bukan itu maksudku. Ash, aku tidak bermaksud apa-apa. Jangan salah paham. Aku ...."Natalie memutuskan untuk mengatur napasnya dulu sebentar, sebelum ia merasa semakin pusing dan agak tersengal. Wanita cantik itu kemudian mendongak dengan pandangan menantang pada Dietrich. Kebencian terpancar jelas di matanya."Kita bahkan belum resmi bercerai. Tapi, bisa-bisanya kau—" Natalie memejamkan mata dan menggigit bibir. Suara yang dihasilkan selanjutnya terdeng
Natalie ingin memikirkan sesuatu. Apa pun untuk mengalihkan kegelisahan yang terus melandanya sejak semalam. Sosok cantik tersebut tidak dapat tidur. Tidak bernafsu makan. Seluruh tubuhnya tidak bisa berfungsi dengan baik semenjak ia mendengar berita mencengangkan itu.Rasanya, Nat masih tidak percaya.Perempuan itu menghela napas panjang lalu melangkah masuk ke dalam shower room dan mengguyur dirinya sendiri dengan air hangat. Ia lelah. Yang diinginkannya adalah tidur. Tetapi, otaknya menolak berhenti berputar. Pikirannya penuh. Usaha memejamkan mata seperti apa pun tidak juga berhasil membuatnya terlelap. Jadi, Natalie memutuskan untuk pergi ke Lyubova saja.Meskipun tidak terlalu berhasil menutupi bengkak di matanya akibat terlalu banyak menangis, setidaknya Natalie berhasil sampai di kantornya tanpa kesulitan lain. Beberapa orang menyapanya hati-hati—seolah ia adalah barang pecah belah—dan beberapa lainnya menyembunyikan pandangan kasihan.Nat benci dua-duanya.Wanita cantik itu b
Di saat Natalie berpikir bahwa semuanya akan baik-baik saja dan kembali normal, Dietrich sungguh bersikap mengejutkan. Mengejutkan dan sialnya ... menyebalkan. Ini tidak mungkin, bukan?Natalie memejamkan mata, lalu berusaha mengingat kembali semuanya. Semua yang pernah pria itu lakukan dalam kurun waktu ... semenjak Natalie dapat mengingat.Dietrich selalu ada di sana. Menjadi bagian besar dalam hidup Natalie. Pria itu tidak pernah meninggalkannya sendirian. Keberadaannya dapat dirasakan oleh Natalie melalui banyak hal, meski mereka tinggal berjarak—lewat surat, e-mail, hadiah-hadiah yang dikirim random maupun terjadwal, serta pesan-pesan teks singkat yang terkadang masuk ke dalam ponsel Natalie tanpa tahu waktu.Yang jelas, Natalie tahu Dietrich tidak pernah dekat dengan perempuan lain. Perempuan dalam hidup lelaki itu hanya ada tiga. Ibunya, Catherine, dan Natalie. Banyak gadis-gadis bangsawan mengejar perhatiannya. Akan tetapi, Dietrich tidak pernah memberikan apa yang mereka ingi
Natalie kesal bukan main. Dasar Dietrich kurang ajar. Berani sekali lelaki itu mengganti password apartemen dan membuat Natalie mempermalukan diri sendiri di hadapan para resepsionis dan pegawai apartemen lainnya?Lihat saja. Perempuan itu akan membuat perhitungan. Sepertinya sudah sangat lama semenjak Dietrich merasakan kemarahan Natalie, ya?Siang itu, Natalie pergi ke Lyubova. Lalu, menunggu di sana bersama dengan teman-temannya, Chiara dan Achilleas, seolah tidak ada yang salah. Seolah tidak ada yang terjadi.Natalie berhasil mengalihkan pikirannya dari sang suami selama beberapa jam. Lyubova rupanya cukup sibuk di awal tahun. Setelah liburan Natal dan tahun baru selesai, kantor-kantor mulai beroperasi kembali. Banyak perusahaan yang memakai jasa mereka untuk membuat acara lalu ada sebuah pesanan pesta pernikahan.Natalie selalu super excited dengan pesanan pesta pernikahan."Siapa nama pengantinnya?" Natalie mulai memberondong Chiara dengan pertanyaan. "Apakah mereka jatuh cinta