Natalie menambahkan cepat-cepat. "Amerika Serikat tidak jauh. Hanya butuh satu kali penerbangan untuk mencapai New York. Jika kau ingin bertamu, aku akan menerima kehadiranmu seperti keluarga—sebaiknya tunggu sampai aku sudah setahun menikah. Apakah kau mengerti?"Dietrich memberengut. "Setahun menikah?""Atau paling tidak, sampai aku melahirkan." Natalie menambahkan. "Tidak baik terlihat dengan pria yang bukan suamiku di saat aku masih mengandung, bukan begitu? Media di sana kudengar lebih agresif. Aku tidak mau ada gosip yang bukan-bukan tentang kita."Dietrich mendengkus kesal. Mendengar Natalie masih memikirkan opsi menikah dengan orang lain membuat Dietrich jengkel. Bayangan Natalie benar-benar menikah dengan si berengsek Douglas Kennedy—Dietrich menyebut lelaki itu berengsek hanya untuk menghibur diri—atau lelaki lain mana pun, membuat si presdir tampan uring-uringan dan sakit hati.Mengapa dadanya terasa nyeri saat Natalie mengungkapkan keinginan menikah dengan orang lain? Itu
Natalie berdiri diam selama beberapa saat setelah menyatakan persetujuannya. Pipinya merona malu. Jantungnya berdentum-dentum keras. Di hadapannya, lelaki tampan bernama Dietrich itu menyeringai lebar—seolah benar-benar menikmati semburat warna merah jambu yang merambat di kulit Natalie."Ya? Kau mengatakan 'ya'?" Sang presdir tampan berambut cokelat tersebut mengulang sekali lagi. Raut wajahnya menampakkan kepuasan.Natalie mengangguk sedikit. "Well ...."Dietrich bangkit dalam satu gerakan cepat lalu merengkuh perempuan itu dalam pelukan.Ada banyak hal yang telah mereka berdua lalui bersama. Terlalu banyak hal. Akan tetapi, mulai detik ini, Dietrich tahu mereka akan berdua. Mon Dieu. Ini adalah Natalie Casiraghi—perempuan yang sedang berada di dalam pelukannya ini. Perempuan yang selalu ada di sudut-sudut hidupnya. Sudah menghiasi salah satu bagian dari hatinya semenjak kelahiran wanita cantik itu dua puluh enam tahun silam.Ini aneh dan sulit dipercaya. Dietrich bahkan masih samar
Dietrich mencium punggung tangan Natalie, entah untuk yang keberapa kalinya. Lelaki itu tersenyum ketika memandang Natalie lekat-lekat. "Aku tahu. Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untukmu dan untuk bayi di dalam perutmu."Natalie tersenyum manis. Terlalu tercekat untuk mengatakan apa pun."Ah. Omong-omong tentang bayi ... apakah kau mau makan sesuatu yang lain? Aku bisa memesankan makanan berat dari restoran Chef Jacqueline." Dietrich menawarkan dengan manis.Natalie menggeleng. "Tidak. Aku tidak banyak makan selama masa kehamilan karena aku mengalami morning sickness yang lumayan berat. Setiap selesai makan, aku memuntahkan hampir semuanya lagi."Dietrich memandang Natalie prihatin. "Kasihan sekali kau, Nat. Kehamilanmu tidak seperti Catherine?"Catherine hanya muntah di awal kehamilan. Itu pun tidak sering. Perempuan itu hamil seperti tidak sedang hamil. Dia bisa melompat, berlari, dan bahkan tetap pergi ke berbagai tempat untuk mengawasi kedua putri kembarnya yang kini berus
"Pinjamkan aku armadamu." Dimitri Wijaya nyengir kuda pada Vladimir malam itu.Vladimir mengusap keringat di dahinya. Ini sudah masuk musim dingin—tetapi dia berkeringat! Kegiatan berlarian sepanjang malam untuk mengurus para wartawan bersama anak buahnya cukup menguras tenaga juga rupanya. Namun, seolah itu semua belum cukup, kini Dimitri menghampirinya dengan gelagat mencurigakan."Armada? Yang mana? Kau mau bertempur malam ini?" Vladimir baru saja merebahkan bokongnya di sebuah tempat duduk. Akan tetapi, sekarang dia sudah berdiri lagi.Dimitri menyeringai. "Bukan." Mafia tampan yang lebih muda setahun daripada Vladimir itu menunjuk Douglas Kennedy dengan dagunya. "Dia ingin pergi melihat kapal perangku.""Bozhe Moy—Ya Tuhanku." Vladimir menghela napas panjang. Sebelah tangan naik ke rambut untuk menyugarnya ke belakang. "Kau menjanjikan dia mengunjungi Petrichor? Malam ini juga?""Dietrich bilang, akan lebih baik jika dia dikirim sangat jauh dari sini." Dimitri mengedikkan bahu.V
"Dietrich! My Friend—Temanku!" Gabriel yang paling pertama menyambut kedatangan calon kedua mempelai.Para pengawal bertuksedo di kediaman Princess Stéphanie membukakan pintu limosin yang ditumpangi oleh Natalie dan Dietrich. Saat turun, Dietrich mengulurkan tangan pada Natalie untuk membantu perempuan cantik itu turun terlebih dulu, sebelum memeluk Gabriel sambil tertawa."Yo! Gabriel! Kau terlihat ... sangat segar." Dietrich menepuk-nepuk bahu kakak laki-laki kedua Natalie setelah mereka berpelukan sekilas."Kau juga! Tampan sekali! Sangat serasi dengan adikku, jika boleh kutambahkan!" Gabriel berganti memeluk Natalie yang wajahnya kini semerah kepiting rebus. "Kau juga tampak jauh lebih sehat daripada terakhir aku menemuimu di Paris, Natnat." Gabriel mencium kedua pipi Natalie dengan gemas.Natalie tersenyum. "Oh, cuaca di Paris—""Jangan salahkan cuaca di Paris," ucap Gabriel geli. "Cuaca di Paris terus memburuk dan semakin dingin, tetapi kesehatanmu pulih karena kau merasa gembir
"Putriku! Akhirnya kau ingat rumah!" Princess Stéphanie memasuki ruangan dengan suara sepatu yang berkelotak. Wanita paruh baya berparas ayu tersebut menghampiri Natalie dan mendekapnya lumayan lama. "Gabriel bilang kau sempat sakit. Apakah semuanya baik-baik saja? Kita perlu memanggil dokter?" Princess Stéphanie beralih pada Dietrich. "Itukah sebabnya pria baik ini mengantarmu pulang?"Natalie tersenyum dan menggeleng. "Tidak. Bukan. Aku tidak sakit. Bagaimana kabarmu, Mama?""Aku sangat sehat," ucap Princess Stèphanie dengan suara dilambat-lambatkan. Bibirnya mendekat pada telinga Natalie, sebelum ia berbisik pelan, "Kau bilang akan datang kemari dengan Douglas Kennedy? Mengapa yang datang justru Dietrich Toussaint? Apakah aku berhalusinasi atau semacamnya? Tolong katakan bahwa aku tidak berhalusinasi."Natalie terkikik. "Tidak.""Mataku minus?""Tidak." Nat menggeleng sambil tertawa sekali lagi."Kalau begitu, ini hanyalah fatamorgana?"Natalie pura-pura memberengut. "Kita bahkan t
Natalie kembali tak lama kemudian. Wanita cantik itu mengabarkan bahwa ayahnya sedang tidak ada di tempat. Sebuah perjalanan bisnis ke Italia atau semacamnya. Jadi, mereka berdua tidak dapat melakukan rencana awal mereka sekarang.Sebagai gantinya, Natalie mengajak Dietrich untuk pergi ke Pantai Larvotto. Perempuan itu memiliki sebuah restoran favorit yang selalu dirindukan setiap ia sedang berada jauh dari negaranya. Princess Stéphanie berulang kali menyarankan agar mereka tinggal lebih lama di rumah, tetapi Natalie bersikukuh untuk mengajak Dietrich berjalan-jalan."Tidak setiap hari Dietrich pergi ke Monako, Mama. Paling tidak, hari ini dia harus mencicipi salah satu suguhan Mediterania terbaik yang ada di sini," ujar Natalie saat berpamitan pada ibunya.Dietrich tersenyum manis. "Bibi Stéphanie jangan khawatir. Aku akan datang lagi nanti. Sering, aku berjanji."Princess Stéphanie memandang Dietrich dengan sorot tak rela—seolah sedang melepas putranya sendiri untuk pergi. "Tepati j
"Baik, Monsieur Randall, terima kasih."Axel Junior menutup sambungan teleponnya, kemudian menghela napas dalam-dalam. Kastil Toussaint dalam kondisi mencekam saat ini. Musim dingin tidak pernah terasa sedingin ini. Semua orang merasa khawatir juga panik.Sudah tiga hari Dietrich menghilang tanpa kabar. Namun, Kakek Auguste bersikeras untuk mencari sang cucu hanya bermodalkan orang-orangnya—tanpa melapor pada pihak berwajib.Axel masih tidak mengerti mengapa nama baik keluarga lebih penting dibandingkan menemukan Dietrich. Ini Dietrich, yang menghilang. Bukan Julien, atau Luc, atau Leroux, yang memang gemar berpesta sampai pagi. Ini Dietrich—yang kehadirannya di kantor selalu full. Tidak pernah izin, kecuali ada kepentingan mendesak.Monsieur Randall dan orang-orangnya mencari di seluruh Praha. Axel meminta bantuan pada Vladimir Alexandrov untuk mengerahkan seluruh klannya. Kemudian, baru sekarang lelaki itu dapat mengembuskan napas lega.Moira, sang istri, menghampiri Axel dengan waj
Dietrich tersenyum lega. "Papa Casiraghi, kau memang yang terbaik."Mr. Casiraghi terkekeh senang. "Ayo, kemarilah. Kita duduk dan minum cokelat panas bersama. Di luar sana dingin sekali. Paling tidak, di dalam rumah harus hangat."Dietrich dan Natalie ikut duduk di sofa-sofa besar bersama keluarga Natalie yang lain. Pintu telah ditutup dan perapian elektronik sudah dinyalakan. Cokelat panas—seperti yang dijanjikan oleh Mr. Casiraghi—terhidang tak lama kemudian.Princess Stéphanie merangkul Natalie. "Apakah kalian merekam proses pernikahannya? Sejak dulu, aku menganggap pernikahan private adalah yang terbaik. Sayang sekali aku tidak bisa melakukannya, karena aku adalah anak raja. Namun, aku senang Natalie bisa melakukan itu denganmu, Dietrich," ucap Princess Stéphanie.Kalimat itu sontak membuat Dietrich hampir tersedak cokelat panas. "Bibi—maksudku, Mama Stéphie—serius?"Princess Stéphanie terkekeh. "Ya. Aku sebetulnya tidak terlalu suka jadi tontonan. Natalie pun begitu. Benar, ‘kan
Monako di musim dingin terasa sangat nyaman bagi Dietrich. Udara di sini relatif hangat—dibandingkan bumi belahan utara tempat dia biasa tinggal. Monte Carlo, sebuah kota yang memiliki kediaman Princess Stéphanie di dalamnya, adalah salah satu tempat yang dapat dikatakan memiliki kenangan-kenangan indah untuknya.Well, kecuali saat Natalie mengembalikan cincin pemberiannya di pinggir pantai. Dietrich jelas membenci saat itu.Kediaman Princess Stéphanie sangat terkenal. Meski rumah itu milik pribadi, Mr. Casiraghi setuju membukanya untuk umum dalam perayaan-perayaan tertentu. Misalnya saja, acara ulang tahun sang istri di tanggal tiga belas September atau, perayaan hari jadi pernikahan mereka berdua.Dietrich selalu datang dengan keluarganya. Tidak ada alasan untuk tidak datang. Dietrich dan papanya, Anthony Toussaint, jelas kalah telak jika Catherine sudah merengek atau Lady Louise yang mengomel karena tidak ingin ketinggalan acara temannya.Dietrich melenggang bebas ke mana pun di ru
Tidak pernah terbayangkan dalam hidup Dietrich bahwa dia akan menikahi Natalie. Apa lagi, akan bertemu dengan keluarga Bibi Stéphanie dengan maksud dan tujuan ingin meminta maaf karena telah membawa putri berharga mereka kawin lari di Las Vegas. Sekarang, semuanya menjadi runyam. Bahkan, pria tampan itu terancam akan memiliki lebih banyak lebam pada wajah dan rahangnya.Namun, Dietrich tidak peduli. Lelaki itu dikenal sebagai makhluk egois yang mementingkan penampilan tampannya di atas segalanya. Tetapi, sungguh. Kali ini dia tidak peduli apakah dia akan dipukul sampai habis atau apa pun—karena Dietrich benar-benar merasa pantas untuk mendapatkannya."Mon Amour ...." Dietrich meraih tangan Natalie.Natalie—yang tengah memperhatikan ponsel dan menggulir pemberitaan heboh di media tentang pernikahannya yang batal dengan Douglas Kennedy—menoleh. "Mmm?""Kira-kira Nathaniel akan memukulku berapa kali?" Dietrich memandang Natalie was-was. Sebelah tangannya menyentuh pipinya yang memiliki b
Ruang makan di kastil Toussaint pagi itu ramai sekali. Acara makan pagi kali ini diselenggarakan secara tidak formal. Bahkan, anak-anak juga diizinkan untuk ikut makan bersama."Natalie!" Catherine berseru riang saat melihat sahabat yang kini telah menjadi kakak iparnya itu memasuki ruangan. "Sini! Duduklah bersama kami! Kau juga, Dietrich!"Maka, Natalie dan Dietrich duduk bersama dengan Catherine dan keluarga kecilnya, setelah berkeliling mengucapkan salam pada meja-meja lain yang berisi para tetua."Bonjour—Selamat pagi," sapa Natalie. Wanita itu tampak cerah dengan sebuah senyuman yang sungguh menampilkan kebahagiaan.Catherine kesulitan berdiri untuk menyapa, jadi Natalie merunduk untuk mencium kedua pipi sahabatnya itu."Pagi, Nat. Apakah tidurmu nyenyak?" Catherine bertanya.Natalie melirik Dietrich. Dietrich berdeham dengan wajah merona sedikit.Natalie tergelak ringan. "Well, ya. Kami tidur nyenyak. Bagaimana denganmu?"Catherine menunjuk perutnya. "Tidak senyenyak dirimu, te
Namun, apa yang dilakukan oleh Dietrich selanjutnya justru membuat Nat semakin gelisah. Kepalanya menjadi pening dengan serbuan sensasi yang melandanya bertubi-tubi. Dietrich membisikkan kalimat-kalimat lembut yang nyaris tak terdengar di telinga Nat—di atas perut wanita itu. Sepertinya, Dietrich sedang memberikan salam pada anak mereka dan hal itu membuat Natalie begitu tersentuh hingga hampir menangis. Kemudian ciuman Dietrich bergerak semakin ke selatan menuju area kewanitaannya yang telah basah."Let me kiss you—Biarkan aku menciummu ...." ucap Dietrich di antara paha Natalie yang merapat dengan kaku. "Let me love you, Nat—Biarkan aku mencintaimu, Nat ...."Natalie terisak keras di saat Dietrich benar-benar membuka dirinya. Mulut pria itu terasa panas di bawah sana. Bibirnya lembut dan basah membelai bagian luar labia Natalie hingga kepala perempuan cantik itu terlempar ke kanan dan ke kiri.Cairan kewanitaan Natalie mengalir semakin banyak. Akan tetapi, Dietrich melakukan hal gi
Tidak ada percakapan yang terjadi saat Dietrich dan Natalie bergerak menuju kamar mereka di quartier kamar tidur anggota keluarga. Bulan yang tersamarkan oleh awan menggantung rendah di langit Belgia. Sinarnya menembus jendela-jendela kaca kuno besar di salah satu sisi koridor. Membaur layaknya cincin asap besar di kegelapan malam musim dingin.Tangan Dietrich dan Natalie saling bertaut. Sesekali mereka menoleh untuk melemparkan sebuah senyuman satu sama lain. Pipi Dietrich merah sebelah. Rahangnya terasa kaku, dan wajah Natalie masih menampakkan sisa-sisa air mata. Namun, itu semua tidak menghalangi mereka untuk berbahagia.Saat sampai di depan pintu ganda yang menghubungkan dua kamar terbesar di kastil ini, jantung Natalie mengentak cepat. Ini bukan kamar Dietrich yang dulu—jelas bukan kamar yang sama dengan kamar Dietrich yang dimasukinya diam-diam bersama Catherine di masa remaja.Kamar ini ... adalah kamar The Lord and The Lady of The House."Dietrich ...." Tangan Natalie dengan
Dietrich dan Natalie pergi ke Brussel di saat salju turun semakin tebal di akhir tahun. Para paparazzi sudah tidak tampak di sekitar apartemen Dietrich di Paris—sepertinya mereka pulang ke tempat asal masing-masing untuk liburan natal dan tahun baru. Pada saat Dietrich dan Natalie keluar dari gedung apartemen, rasanya sejuk sekali. Seolah mereka berdua baru saja menghirup udara kebebasan.Monsieur Randall mengantarkan mereka berdua menuju Charles de Gaulle. Kemudian, saat mendarat di Brussel, Paman Axel mengirimkan sebuah Rolls Royce yang mengantarkan mereka langsung menuju kastil Toussaint."Dietrich aku gugup sekali ...." Natalie berbisik pelan saat mobil yang mereka berdua tumpangi memasuki pintu gerbang kastil.Dietrich mengangguk pada sang istri. Tangannya meremas tangan Natalie pelan. "Aku juga. Tapi, jangan khawatir. Kita bisa menghadapi ini bersama-sama.""Kuharap mereka tidak terlalu marah.” Natalie balas meremas tangan suaminya.Dietrich tidak menyukai raut cemas di wajah Na
[From: Catherine To: Dietrich Kami semua sudah kembali ke Brussel. Pulanglah, Di, dan bawa istrimu ke rumah. Tunggu. Kau benar-benar sudah menikah dengan Nat?]Dietrich mendapatkan pesan tersebut beberapa hari kemudian. Dia dan Natalie sudah tinggal cukup lama—bersembunyi, meski tempat persembunyian itu tidak dapat dikatakan terpencil—dari semua hal yang memusingkan. Keduanya mematikan ponsel selama berhari-hari. Pun dengan sengaja tidak menyalakan ponsel dan tidak keluar dari apartemen untuk menghindari para pencari berita.Saat dirasa seluruh kontroversi sudah mulai mereda, Dietrich baru membuka ponsel dan menemukan pesan dari sang adik.Jemari lelaki itu dengan cepat mengetikkan balasan.[To: Catherine From: Dietrich Ya. Aku sudah menikah dengan Nat. Apakah Kakek marah besar? Bagaimana dengan suamimu? Kennedy sekarang memusuhi kita? Lalu ... apakah Bibi Stéphanie murka?]Balasan Catherine datang dengan agak terlalu cepat.[From: Catherine To: Dietrich Kakek, Papa, Paman
Natalie tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini, tetapi saat membuka mata dan melihat Dietrich yang tertidur pulas setelah penerbangan panjang belasan jam menuju Paris, perempuan itu baru sadar bahwa dia sekarang sudah menikah. Ini sudah hampir 24 jam berlalu, tetapi Natalie masih belum menyangka bahwa dirinya sekarang sudah berstatus menjadi istri pria yang sejak dulu ia impikan ini.Dia sedang mengandung anak dari Dietrich.Masa depan memang sebuah misteri, tetapi apa yang akhir-akhir ini terjadi benar-benar menjungkirbalikkan dunia Natalie tanpa sisa.Pun tentang pernyataan cinta Dietrich .... Entahlah. Natalie tidak bisa berpikir jernih sekarang. Wanita itu menggigit bibir. Ia ingin memercayai suaminya. Namun, rasanya benar-benar sulit. Benarkah Dietrich merasakan hal yang sama untuknya? Atau ... pria itu hanya ingin sekadar menenangkan dan memaksanya masuk ke dalam jurang pernikahan yang sama-sama tidak mereka inginkan pada awalnya?"Hei, kau tidak tidur?" Suara parau khas