Natalie kembali tak lama kemudian. Wanita cantik itu mengabarkan bahwa ayahnya sedang tidak ada di tempat. Sebuah perjalanan bisnis ke Italia atau semacamnya. Jadi, mereka berdua tidak dapat melakukan rencana awal mereka sekarang.Sebagai gantinya, Natalie mengajak Dietrich untuk pergi ke Pantai Larvotto. Perempuan itu memiliki sebuah restoran favorit yang selalu dirindukan setiap ia sedang berada jauh dari negaranya. Princess Stéphanie berulang kali menyarankan agar mereka tinggal lebih lama di rumah, tetapi Natalie bersikukuh untuk mengajak Dietrich berjalan-jalan."Tidak setiap hari Dietrich pergi ke Monako, Mama. Paling tidak, hari ini dia harus mencicipi salah satu suguhan Mediterania terbaik yang ada di sini," ujar Natalie saat berpamitan pada ibunya.Dietrich tersenyum manis. "Bibi Stéphanie jangan khawatir. Aku akan datang lagi nanti. Sering, aku berjanji."Princess Stéphanie memandang Dietrich dengan sorot tak rela—seolah sedang melepas putranya sendiri untuk pergi. "Tepati j
"Baik, Monsieur Randall, terima kasih."Axel Junior menutup sambungan teleponnya, kemudian menghela napas dalam-dalam. Kastil Toussaint dalam kondisi mencekam saat ini. Musim dingin tidak pernah terasa sedingin ini. Semua orang merasa khawatir juga panik.Sudah tiga hari Dietrich menghilang tanpa kabar. Namun, Kakek Auguste bersikeras untuk mencari sang cucu hanya bermodalkan orang-orangnya—tanpa melapor pada pihak berwajib.Axel masih tidak mengerti mengapa nama baik keluarga lebih penting dibandingkan menemukan Dietrich. Ini Dietrich, yang menghilang. Bukan Julien, atau Luc, atau Leroux, yang memang gemar berpesta sampai pagi. Ini Dietrich—yang kehadirannya di kantor selalu full. Tidak pernah izin, kecuali ada kepentingan mendesak.Monsieur Randall dan orang-orangnya mencari di seluruh Praha. Axel meminta bantuan pada Vladimir Alexandrov untuk mengerahkan seluruh klannya. Kemudian, baru sekarang lelaki itu dapat mengembuskan napas lega.Moira, sang istri, menghampiri Axel dengan waj
Lelaki itu mendorong Sigismund agar tidak menghalangi jalannya lalu berjalan tak tentu arah ke jalan keluar klub. Malam ini, dia mendatangi Jimmy'z—yang bisa dibilang adalah klub ikonik Monaco. Tempat ini telah menyenangkan pengunjung pesta sejak tahun 1971, dan kini menjadi lebih populer dari sebelumnya.Ada sebuah ruang yang paling disukai Dietrich di sini, yaitu ruang luar. Ruang luar inilah yang membuat tempat ini begitu mempesona—dilengkapi kanopi kaca melingkar digantung di atas tempat duduk terbuka dan Summer Bar terapung terletak di luar di lagunanya sendiri. Saat matahari terbenam, sound system menyala dan seluruh klub bermandikan cahaya merah jambu kemerahan.Sigismund dan Monsieur Randall mengikuti Dietrich, meski hal itu sulit dilakukan. Kerumunan orang di sini begitu gegap gempita. Musik menghentak sampai ingin berkata pun mereka harus melakukannya dengan tenaga ekstra.Kemudian, beberapa laki-laki berbadan besar berkerumun sembari tertawa dengan suara yang keras. Di tang
Dietrich bungkam.Ini sungguh tidak biasa karena lelaki itu jelas selalu memiliki sesuatu untuk dikatakan. Dietrich tahu siapa dirinya, di mana posisinya dan dia tahu semua perkataannya selalu didengarkan oleh seluruh anggota keluarga. Dia adalah cucu yang dibanggakan. Garis keturunannya terbaik. Ibunya adalah putri seorang Earl. Posisinya berada di atas seluruh sepupunya yang lain—di mata Kakek Auguste.Namun, kali ini dia diam. Sudah berjuta-juta kali pun Catherine berusaha mengorek keterangan darinya tentang apa yang terjadi, Dietrich tidak mengatakan sepatah kata pun.Sore itu, Dietrich duduk tak bergerak di drawing room. Nasya dan Tata sudah menjerit, tertawa cekikikan bahkan melemparkan boneka-boneka beruang tepat ke mukanya, tetapi Dietrich tetap pada posisinya semula. Pandangannya lurus ke depan memandang salju yang perlahan menumpuk di halaman samping."Nasya! Tata! Sudah, sini, Nak. Jangan ganggu paman kalian lagi. Ayo, Mama akan mengantar kalian ke playroom." Catherine meng
"Kau pasti akan kelihatan sangat cantik dalam balutan gaun ini, Natalie," ucap Catherine ketika mengunjungi sahabatnya di Paris.Natalie dan Chiara sedang berada di fitting room salah satu butik terbaik di Champs-Élysées—D&D Atelier. Kain-kain satin dan tulle termewah dihamparkan di hadapan kedua perempuan borjuis tersebut, lengkap dengan contoh-contoh gaun yang sudah jadi.Mendengar suara Catherine, Natalie menoleh. "Hei, Kitkat. Kau sehat?" Perempuan cantik itu menunjuk perut Catherine yang tampaknya semakin besar saja."Aku mengenakan penyangga di bawah sini," kata Catherine. "Di beberapa waktu, Vladimir terkadang membantuku dengan mengangkat perut bagian bawahku sambil memeluk dari belakang."Natalie tersenyum manis. "How sweet."Catherine mendesah lelah. Wanita itu menghampiri salah satu sofa beludru yang tersedia di sana, kemudian duduk bersandar sambil mengelus perut. "Kau akan merasakannya nanti, Nat. Sekitar ... tujuh bulan lagi, tapi kurasa tidak akan separah aku karena keha
Achilleas memasuki kantor Lyubova sore itu sembari menenteng sebuah papan tulis mini lengkap dengan spidol di tangan menceklis beberapa list pekerjaan yang sudah selesai."Undangan, tema dekorasi dan gaun, it's done! Sementara itu aku juga sudah menghubungi beberapa pihak katering yang memiliki reputasi paling bagus di New York," jelas lelaki berambut ungu itu ketika melewati ambang pintu. "Douglas Kennedy menginginkan pernikahan besar-besaran, tapi di sisi lain kau justru menginginkan sesuatu yang lebih sederhana. Itu yang jadi masalah."Achilleas yang masih merasa canggung di sekitar Catherine. Alhasil Si Pangeran Yunani itu memilih jalan lain yang tidak mengharuskannya berpapasan dengan Catherine untuk menghampiri Natalie."Sungguh aneh bagi seorang anggota keluarga kerajaan Monegasque untuk menyederhanakan pernikahan. Masyarakat akan berpandangan negatif."Natalie mendongak dari majalah yang memuat contoh dekorasi venue pernikahan lalu mengulum senyum. "Mengapa negatif? Menurutku,
Natalie menyandarkan punggung pada pintu kamar di apartemennya. Jemarinya mencengkeram kayu di belakangnya. Dadanya naik turun mengatur napas yang mulai sesak ditambah kakinya kini lemas tiada terkira.Perempuan hamil itu tidak sadar bahwa dirinya sudah merosot ke lantai. Punggungnya menggesek pintu dan ia kini telah terduduk di atas karpet tebal. Kegelisahan mulai melanda hatinya.Dietrich sakit apa? Apa yang sebenarnya terjadi pada lelaki itu? Mengapa Catherine sungguh tidak punya hati dan bisa-bisanya dia bicara dengan begitu entengnya seolah Dietrich sakit adalah hal yang patut untuk disyukuri?Natalie menekuk kaki untuk memeluk diri sendiri. Wanita cantik itu kini menelungkupkan wajah di atas kedua lutut. Kedua matanya mulai berlapiskan air bening bahkan memerah. Pun aliran panas itu sudah ditahannya dan berkumpul di pelupuk di sepanjang perjalanan hingga tiba. Kini aliran bening itu telah tumpah ruah membanjiri pipi tirusnya. Dadanya terasa semakin sesak membayangkan lelaki yang
Tidak tahu bagi orang lain. Namun, musim dingin kali ini benar-benar membekukan tulang-tulang Dietrich. Tidak secara harfiah. Tuduhan Catherine padanya menimbulkan efek yang luar biasa. Perlahan, tetapi mematikan. Setiap sel dalam tubuh lelaki tampan itu tersentak dengan kengerian luar biasa. Kengerian karena jika apa yang dituduhkan oleh si adik memang benar—dan Catherine bukan tipe orang yang bisa menuduh tanpa bukti yang kuat—maka tamat sudah semuanya. Itu artinya dia memang bersalah.Dietrich ingat malam itu. Pun malam-malam lain yang sama. Sudah terlalu lama dirinya memimpikan tubuh molek Natalie Casiraghi. Ramping, tetapi berisi di tempat-tempat yang pas. Sudah terlalu lama dia membayangkan dapat menyatukan diri dengan sosok cantik itu. Sudah terlalu lama.Si presdir tampan tidak ingat sejak kapan tepatnya. Namun, perlahan tapi pasti, dia memiliki pandangan yang lambat laun berbeda tentang Natalie Casiraghi. Gadis itu tumbuh menjadi wanita yang memesona. Wajahnya kecil, kedua ma
Ruang makan di kastil Toussaint pagi itu ramai sekali. Acara makan pagi kali ini diselenggarakan secara tidak formal. Bahkan, anak-anak juga diizinkan untuk ikut makan bersama."Natalie!" Catherine berseru riang saat melihat sahabat yang kini telah menjadi kakak iparnya itu memasuki ruangan. "Sini! Duduklah bersama kami! Kau juga, Dietrich!"Maka, Natalie dan Dietrich duduk bersama dengan Catherine dan keluarga kecilnya, setelah berkeliling mengucapkan salam pada meja-meja lain yang berisi para tetua."Bonjour—Selamat pagi," sapa Natalie. Wanita itu tampak cerah dengan sebuah senyuman yang sungguh menampilkan kebahagiaan.Catherine kesulitan berdiri untuk menyapa, jadi Natalie merunduk untuk mencium kedua pipi sahabatnya itu."Pagi, Nat. Apakah tidurmu nyenyak?" Catherine bertanya.Natalie melirik Dietrich. Dietrich berdeham dengan wajah merona sedikit.Natalie tergelak ringan. "Well, ya. Kami tidur nyenyak. Bagaimana denganmu?"Catherine menunjuk perutnya. "Tidak senyenyak dirimu, te
Namun, apa yang dilakukan oleh Dietrich selanjutnya justru membuat Nat semakin gelisah. Kepalanya menjadi pening dengan serbuan sensasi yang melandanya bertubi-tubi. Dietrich membisikkan kalimat-kalimat lembut yang nyaris tak terdengar di telinga Nat—di atas perut wanita itu. Sepertinya, Dietrich sedang memberikan salam pada anak mereka dan hal itu membuat Natalie begitu tersentuh hingga hampir menangis. Kemudian ciuman Dietrich bergerak semakin ke selatan menuju area kewanitaannya yang telah basah."Let me kiss you—Biarkan aku menciummu ...." ucap Dietrich di antara paha Natalie yang merapat dengan kaku. "Let me love you, Nat—Biarkan aku mencintaimu, Nat ...."Natalie terisak keras di saat Dietrich benar-benar membuka dirinya. Mulut pria itu terasa panas di bawah sana. Bibirnya lembut dan basah membelai bagian luar labia Natalie hingga kepala perempuan cantik itu terlempar ke kanan dan ke kiri.Cairan kewanitaan Natalie mengalir semakin banyak. Akan tetapi, Dietrich melakukan hal gi
Tidak ada percakapan yang terjadi saat Dietrich dan Natalie bergerak menuju kamar mereka di quartier kamar tidur anggota keluarga. Bulan yang tersamarkan oleh awan menggantung rendah di langit Belgia. Sinarnya menembus jendela-jendela kaca kuno besar di salah satu sisi koridor. Membaur layaknya cincin asap besar di kegelapan malam musim dingin.Tangan Dietrich dan Natalie saling bertaut. Sesekali mereka menoleh untuk melemparkan sebuah senyuman satu sama lain. Pipi Dietrich merah sebelah. Rahangnya terasa kaku, dan wajah Natalie masih menampakkan sisa-sisa air mata. Namun, itu semua tidak menghalangi mereka untuk berbahagia.Saat sampai di depan pintu ganda yang menghubungkan dua kamar terbesar di kastil ini, jantung Natalie mengentak cepat. Ini bukan kamar Dietrich yang dulu—jelas bukan kamar yang sama dengan kamar Dietrich yang dimasukinya diam-diam bersama Catherine di masa remaja.Kamar ini ... adalah kamar The Lord and The Lady of The House."Dietrich ...." Tangan Natalie dengan
Dietrich dan Natalie pergi ke Brussel di saat salju turun semakin tebal di akhir tahun. Para paparazzi sudah tidak tampak di sekitar apartemen Dietrich di Paris—sepertinya mereka pulang ke tempat asal masing-masing untuk liburan natal dan tahun baru. Pada saat Dietrich dan Natalie keluar dari gedung apartemen, rasanya sejuk sekali. Seolah mereka berdua baru saja menghirup udara kebebasan.Monsieur Randall mengantarkan mereka berdua menuju Charles de Gaulle. Kemudian, saat mendarat di Brussel, Paman Axel mengirimkan sebuah Rolls Royce yang mengantarkan mereka langsung menuju kastil Toussaint."Dietrich aku gugup sekali ...." Natalie berbisik pelan saat mobil yang mereka berdua tumpangi memasuki pintu gerbang kastil.Dietrich mengangguk pada sang istri. Tangannya meremas tangan Natalie pelan. "Aku juga. Tapi, jangan khawatir. Kita bisa menghadapi ini bersama-sama.""Kuharap mereka tidak terlalu marah.” Natalie balas meremas tangan suaminya.Dietrich tidak menyukai raut cemas di wajah Na
[From: Catherine To: Dietrich Kami semua sudah kembali ke Brussel. Pulanglah, Di, dan bawa istrimu ke rumah. Tunggu. Kau benar-benar sudah menikah dengan Nat?]Dietrich mendapatkan pesan tersebut beberapa hari kemudian. Dia dan Natalie sudah tinggal cukup lama—bersembunyi, meski tempat persembunyian itu tidak dapat dikatakan terpencil—dari semua hal yang memusingkan. Keduanya mematikan ponsel selama berhari-hari. Pun dengan sengaja tidak menyalakan ponsel dan tidak keluar dari apartemen untuk menghindari para pencari berita.Saat dirasa seluruh kontroversi sudah mulai mereda, Dietrich baru membuka ponsel dan menemukan pesan dari sang adik.Jemari lelaki itu dengan cepat mengetikkan balasan.[To: Catherine From: Dietrich Ya. Aku sudah menikah dengan Nat. Apakah Kakek marah besar? Bagaimana dengan suamimu? Kennedy sekarang memusuhi kita? Lalu ... apakah Bibi Stéphanie murka?]Balasan Catherine datang dengan agak terlalu cepat.[From: Catherine To: Dietrich Kakek, Papa, Paman
Natalie tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini, tetapi saat membuka mata dan melihat Dietrich yang tertidur pulas setelah penerbangan panjang belasan jam menuju Paris, perempuan itu baru sadar bahwa dia sekarang sudah menikah. Ini sudah hampir 24 jam berlalu, tetapi Natalie masih belum menyangka bahwa dirinya sekarang sudah berstatus menjadi istri pria yang sejak dulu ia impikan ini.Dia sedang mengandung anak dari Dietrich.Masa depan memang sebuah misteri, tetapi apa yang akhir-akhir ini terjadi benar-benar menjungkirbalikkan dunia Natalie tanpa sisa.Pun tentang pernyataan cinta Dietrich .... Entahlah. Natalie tidak bisa berpikir jernih sekarang. Wanita itu menggigit bibir. Ia ingin memercayai suaminya. Namun, rasanya benar-benar sulit. Benarkah Dietrich merasakan hal yang sama untuknya? Atau ... pria itu hanya ingin sekadar menenangkan dan memaksanya masuk ke dalam jurang pernikahan yang sama-sama tidak mereka inginkan pada awalnya?"Hei, kau tidak tidur?" Suara parau khas
Dietrich merasa was-was. “Jangan bilang kau merasa ragu? Kau tidak bisa meninggalkanku di altar, Nat ….”Natalie menelan ludah dan menghindari tatapan Dietrich. “Nat, Pastor Ryan sudah menunggu kita. Dia hampir membeku kedinginan,” ucap Dietrich dengan keputusasaan. “Jangan lakukan ini padaku. Kumohon padamu ….” Natalie menghela napas. Ketika mendongak, matanya berkaca-kaca. “Aku tidak ingin kau menyesal, Dietrich kau bahkan … tidak mencintaiku.” Air mata Natalie menetes. Lalu, tetesan itu berubah menjadi deras. Dietrich tertegun. “Siapa yang mengatakan itu padamu?” Natalie menggeleng cepat. “Bukan siapa yang mengatakan apa. Ini adalah tentang kau tidak mengatakan apa-apa.” Dietrich memandang Natalie tak percaya. “Apakah kau tidak bisa melihat bahwa seumur hidupku, orang yang paling kupedulikan adalah kau? Tidak bisakah kau merasakan bahwa aku menc—“ “Cukup. Jangan membohongi kita berdua, Di. Kau sendiri yang mengatakan bahwa cinta itu omong kosong? Kau tidak mencintaiku. Tidak
Tak lebih dari dua jam kemudian, Natalie dan Dietrich sudah duduk di sebuah penerbangan first class menuju Nevada. Keduanya cekikikan bersama-sama. Meski para pramugari sedang menuangkan anggur—untuk Dietrich dan jus untuk Natalie, mereka berdua tidak bisa berhenti tertawa."Apakah kau bisa membayangkan raut wajah Vladimir saat kita kabur?" Dietrich tertawa tengil. "Malam ini agak gelap. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, tetapi aku bisa membayangkannya."Natalie tertawa lagi. "Kau benar-benar nakal, kau tahu?" Dietrich mencolek hidung Natalie sekilas. "Coba tebak, karena siapa aku jadi begini?" Natalie menepuk dada Dietrich main-main. Kebahagiaan membuncah di dadanya. Sebentar lagi. Hanya tinggal sebentar lagi mereka berstatus sebagai suami istri.Seharusnya Natalie malu. Dia bukan hanya mendobrak tradisi agung pernikahan keluarga kerajaan, tetapi juga menurunkan standar pernikahan ke posisi paling bawah. Pernikahan drive-thru. Sekarang bukan hanya makanan cepat saji saja yang
Dietrich mendekatkan wajahnya, memosisikan bibir Natalie sehingga bertaut dengannya. Lidahnya menyusuri bibir manis beraroma mint milik Natalie. Napas Natalie terengah ketika Dietrich menekan lidahnya lebih dalam menjelajahi mulut Natalie. Sedikit terburu-buru didesak hasrat, Dietrich tak bisa menahannya lagi. Natalie adalah miliknya dan ia sudah menginginkan Nat sejak lama. Tubuh Natalie dengan mudah dikuasainya. Tangan Dietrich menurun ke pundak Nat, membelai kulit halus yang terbuka itu. Dietrich menyesap sisi leher Natalie—yang seketika membuat desah wanita cantik itu terlontar begitu saja. Kemudian, si presdir tampan mencium dan menenggelamkan wajahnya di leher Natalie. Suara ciuman yang menggelora berhenti sejenak. Dietrich melepaskan dan menatap wajah Natalie yang sudah memerah. Sementara itu, sorot mata Natalie tampak sayu sekaligus bergairah. Sial. Bagaimana Dietrich dapat berhenti sekarang? Miliknya yang mengeras bergesekan dengan milik Natalie yang terasa basah. Dietr