Achilleas memasuki kantor Lyubova sore itu sembari menenteng sebuah papan tulis mini lengkap dengan spidol di tangan menceklis beberapa list pekerjaan yang sudah selesai."Undangan, tema dekorasi dan gaun, it's done! Sementara itu aku juga sudah menghubungi beberapa pihak katering yang memiliki reputasi paling bagus di New York," jelas lelaki berambut ungu itu ketika melewati ambang pintu. "Douglas Kennedy menginginkan pernikahan besar-besaran, tapi di sisi lain kau justru menginginkan sesuatu yang lebih sederhana. Itu yang jadi masalah."Achilleas yang masih merasa canggung di sekitar Catherine. Alhasil Si Pangeran Yunani itu memilih jalan lain yang tidak mengharuskannya berpapasan dengan Catherine untuk menghampiri Natalie."Sungguh aneh bagi seorang anggota keluarga kerajaan Monegasque untuk menyederhanakan pernikahan. Masyarakat akan berpandangan negatif."Natalie mendongak dari majalah yang memuat contoh dekorasi venue pernikahan lalu mengulum senyum. "Mengapa negatif? Menurutku,
Natalie menyandarkan punggung pada pintu kamar di apartemennya. Jemarinya mencengkeram kayu di belakangnya. Dadanya naik turun mengatur napas yang mulai sesak ditambah kakinya kini lemas tiada terkira.Perempuan hamil itu tidak sadar bahwa dirinya sudah merosot ke lantai. Punggungnya menggesek pintu dan ia kini telah terduduk di atas karpet tebal. Kegelisahan mulai melanda hatinya.Dietrich sakit apa? Apa yang sebenarnya terjadi pada lelaki itu? Mengapa Catherine sungguh tidak punya hati dan bisa-bisanya dia bicara dengan begitu entengnya seolah Dietrich sakit adalah hal yang patut untuk disyukuri?Natalie menekuk kaki untuk memeluk diri sendiri. Wanita cantik itu kini menelungkupkan wajah di atas kedua lutut. Kedua matanya mulai berlapiskan air bening bahkan memerah. Pun aliran panas itu sudah ditahannya dan berkumpul di pelupuk di sepanjang perjalanan hingga tiba. Kini aliran bening itu telah tumpah ruah membanjiri pipi tirusnya. Dadanya terasa semakin sesak membayangkan lelaki yang
Tidak tahu bagi orang lain. Namun, musim dingin kali ini benar-benar membekukan tulang-tulang Dietrich. Tidak secara harfiah. Tuduhan Catherine padanya menimbulkan efek yang luar biasa. Perlahan, tetapi mematikan. Setiap sel dalam tubuh lelaki tampan itu tersentak dengan kengerian luar biasa. Kengerian karena jika apa yang dituduhkan oleh si adik memang benar—dan Catherine bukan tipe orang yang bisa menuduh tanpa bukti yang kuat—maka tamat sudah semuanya. Itu artinya dia memang bersalah.Dietrich ingat malam itu. Pun malam-malam lain yang sama. Sudah terlalu lama dirinya memimpikan tubuh molek Natalie Casiraghi. Ramping, tetapi berisi di tempat-tempat yang pas. Sudah terlalu lama dia membayangkan dapat menyatukan diri dengan sosok cantik itu. Sudah terlalu lama.Si presdir tampan tidak ingat sejak kapan tepatnya. Namun, perlahan tapi pasti, dia memiliki pandangan yang lambat laun berbeda tentang Natalie Casiraghi. Gadis itu tumbuh menjadi wanita yang memesona. Wajahnya kecil, kedua ma
Dietrich menyentuh Natalie. Dietrich yakin dia telah melakukannya. Demi Tuhan! Dia tidak akan bersikap berengsek dan mengambil keuntungan, meski saat itu dia mabuk, tetapi entah kemujuran atau kesialan bagi Di karena ternyata Natalie juga menunjukkan antusiasme yang sama.Tampaknya hasrat gadis itu sama besarnya. Sama ... liarnya. Dietrich menjadi tak tahan lagi. Ketika melihat Natalie berada di puncak, lelaki tampan itu kehilangan seluruh kendali diri."Natalie ...." Lelaki itu berbisik penuh hasrat. "Berikan dirimu malam ini. Aku ingin berada di dalam dirimu. Mon Amour—Cintaku."Natalie terlihat telah mencapai puncak berkali-kali di bawah jemari dan lidah Dietrich. Di yakin itu karena jarinya merasakan sendiri kedutan di lembah lembab Natalie. Gairah perempuan cantik itu tampak berada di titik tertinggi. Getaran pada tubuh ramping Nat seakan menunjukkan gelenyar nikmat juga tampak lemas, dan di bawah sana begitu basah. Seolah tubuh itu sudah siap untuk mengarungi babak percintaan se
Natalie tersengal-sengal. Dietrich tak menyadari ada air mata yang sedikit keluar dari mata Natalie yang terpejam kuat, dikiranya hanyalah peluh keringat, kemudian Di larut dalam euforianya sendiri. Ia bahkan tak ingat apa lagi mendengar rintihan serta permohonan yang keluar dari mulut wanita itu.Dietrich tersadar saat seluruh rasa sakit Natalie mulai berganti dengan kenikmatan tiada tara karena jerit kesakitan wanita itu telah berubah menjadi jeritan erotis yang semakin membangkitkan gairah Dietrich.Gerakan Dietrich semakin lama semakin brutal, sehingga Natalie mulai merasa ini semua tidak dapat ditahannya lagi."Dietrich ... pleaseee …," desah gadis itu penuh urgensi.Dietrich balas bertanya dengan suara parau yang menimbulkan getaran-getaran aneh di tubuh Natalie. "Katakan apa yang kau inginkan, Nat ...."Natalie menggeleng frustrasi. Kemudian, Dietrich menyeringai dan memberikan penawaran. "Kau ingin aku bergerak lebih cepat? Mungkin, membuatmu sampai ke puncak lagi? Mmm?"Natal
Pagi itu, Natalie muntah hebat. Dia sendirian di kamar hotelnya yang senyap dan dia tidak bisa merasa lebih beruntung lagi. Itu artinya, seluruh keluarga besarnya tidak ada di sini. Tidak bersamanya. Jika Natalie boleh menebak, mungkin sang mama sedang menggelar pesta lain. Sebuah pesta yang khusus didatangi oleh kerabat dekat untuk merayakan pernikahan si putri bungsu.Nat menekan tombol flush lalu bangkit dan berjalan dengan berpegangan pada dinding. Kepalanya agak pusing karena bunyi klakson kendaraan di kejauhan—New York City jelas dijuluki kota yang tidak pernah tidur bukan tanpa alasan.Wanita cantik itu duduk sendirian di tepi ranjang. Hatinya dipenuhi banyak sekali hal. Natalie menghela napas dalam-dalam, lalu meletakkan tangan di perut bagian bawahnya sendiri. Ini adalah hari yang besar. Akan menjadi hari bersejarah di mana dia akan menikah. Mon Dieu. Natalie merasa begitu yakin selama ini, tapi mendadak dia ragu.Apakah dia sudah melakukan sesuatu yang benar? Atau tidak? Nat
"Bagaimana, Lapochka—Sayang? Apakah kau berhasil meyakinkan Natalie untuk membatalkan pernikahannya?"Vladimir berdiri di lobi hotel, langsung bergegas menghampiri istrinya yang berjalan agak lambat karena membawa dua hasil cinta mereka di perutnya.Catherine menghela napas. Sudut-sudut bibirnya agak turun. "Tidak ...."Vladimir dapat ikut merasakan kekecewaan yang menghantam sang istri. "Natalie benar-benar keras kepala, ya?"Catherine mengangguk.Vladimir memeluk Catherine erat. "Tidak apa-apa. Kau sudah mengusahakan yang terbaik. Mmm? Jangan sedih lagi, Sayang. Jika Natalie memang ditakdirkan untuk bersama dengan Dietrich mereka pasti akan bersama, tetapi ini adalah pilihan Natalie sendiri. Kau tidak bisa memaksanya untuk menerima kakakmu. Oke?"Catherine terpaksa mengangguk lagi."Kita berangkat sekarang?" Vladimir menunjuk The Wolf yang sudah terparkir rapi di depan lobi hotel.Catherine menoleh sekali lagi pada lift yang membawanya turun ke lobi. Berharap Natalie tiba-tiba berub
Ketika Natalie turun dari sebuah limosin dengan bendera Monako yang berwarna merah-putih berkibar di bagian depannya, para fotografer sudah siap dengan kamera masing-masing. Blitz mulai menyorot. Cahayanya terasa membutakan sekilas. Deretan gadis-gadis cilik—termasuk Nasya dan Tata, menaburkan bunga penuh suka cita. Karpet merah telah digelar di sepanjang jalan. Gaun Natalie yang ekornya menjuntai ke belakang, menampilkan kesan anggun nan elegan.Saat Natalie dan ayahnya memasuki ballroom, semua hadirin berdiri dan bertepuk tangan. Bunga-bunga terus ditaburkan. Musik lembut berkumandang. Seharusnya, Natalie menampilkan sebuah senyum cerah ceria tak tergoyahkan. Akan tetapi, netra perempuan cantik itu justru terpaku pada sosok lelaki yang berada di barisan penonton. Bukannya lelaki yang berdiri di altar dan bersiap menyambut dirinya.'Dietrich ... datang,' pikir Nat pusing.Tidak hanya sekadar datang. Lelaki itu datang dengan gaya yang memesona. Bagaimana mungkin, sebuah setelan berpot
Ruang makan di kastil Toussaint pagi itu ramai sekali. Acara makan pagi kali ini diselenggarakan secara tidak formal. Bahkan, anak-anak juga diizinkan untuk ikut makan bersama."Natalie!" Catherine berseru riang saat melihat sahabat yang kini telah menjadi kakak iparnya itu memasuki ruangan. "Sini! Duduklah bersama kami! Kau juga, Dietrich!"Maka, Natalie dan Dietrich duduk bersama dengan Catherine dan keluarga kecilnya, setelah berkeliling mengucapkan salam pada meja-meja lain yang berisi para tetua."Bonjour—Selamat pagi," sapa Natalie. Wanita itu tampak cerah dengan sebuah senyuman yang sungguh menampilkan kebahagiaan.Catherine kesulitan berdiri untuk menyapa, jadi Natalie merunduk untuk mencium kedua pipi sahabatnya itu."Pagi, Nat. Apakah tidurmu nyenyak?" Catherine bertanya.Natalie melirik Dietrich. Dietrich berdeham dengan wajah merona sedikit.Natalie tergelak ringan. "Well, ya. Kami tidur nyenyak. Bagaimana denganmu?"Catherine menunjuk perutnya. "Tidak senyenyak dirimu, te
Namun, apa yang dilakukan oleh Dietrich selanjutnya justru membuat Nat semakin gelisah. Kepalanya menjadi pening dengan serbuan sensasi yang melandanya bertubi-tubi. Dietrich membisikkan kalimat-kalimat lembut yang nyaris tak terdengar di telinga Nat—di atas perut wanita itu. Sepertinya, Dietrich sedang memberikan salam pada anak mereka dan hal itu membuat Natalie begitu tersentuh hingga hampir menangis. Kemudian ciuman Dietrich bergerak semakin ke selatan menuju area kewanitaannya yang telah basah."Let me kiss you—Biarkan aku menciummu ...." ucap Dietrich di antara paha Natalie yang merapat dengan kaku. "Let me love you, Nat—Biarkan aku mencintaimu, Nat ...."Natalie terisak keras di saat Dietrich benar-benar membuka dirinya. Mulut pria itu terasa panas di bawah sana. Bibirnya lembut dan basah membelai bagian luar labia Natalie hingga kepala perempuan cantik itu terlempar ke kanan dan ke kiri.Cairan kewanitaan Natalie mengalir semakin banyak. Akan tetapi, Dietrich melakukan hal gi
Tidak ada percakapan yang terjadi saat Dietrich dan Natalie bergerak menuju kamar mereka di quartier kamar tidur anggota keluarga. Bulan yang tersamarkan oleh awan menggantung rendah di langit Belgia. Sinarnya menembus jendela-jendela kaca kuno besar di salah satu sisi koridor. Membaur layaknya cincin asap besar di kegelapan malam musim dingin.Tangan Dietrich dan Natalie saling bertaut. Sesekali mereka menoleh untuk melemparkan sebuah senyuman satu sama lain. Pipi Dietrich merah sebelah. Rahangnya terasa kaku, dan wajah Natalie masih menampakkan sisa-sisa air mata. Namun, itu semua tidak menghalangi mereka untuk berbahagia.Saat sampai di depan pintu ganda yang menghubungkan dua kamar terbesar di kastil ini, jantung Natalie mengentak cepat. Ini bukan kamar Dietrich yang dulu—jelas bukan kamar yang sama dengan kamar Dietrich yang dimasukinya diam-diam bersama Catherine di masa remaja.Kamar ini ... adalah kamar The Lord and The Lady of The House."Dietrich ...." Tangan Natalie dengan
Dietrich dan Natalie pergi ke Brussel di saat salju turun semakin tebal di akhir tahun. Para paparazzi sudah tidak tampak di sekitar apartemen Dietrich di Paris—sepertinya mereka pulang ke tempat asal masing-masing untuk liburan natal dan tahun baru. Pada saat Dietrich dan Natalie keluar dari gedung apartemen, rasanya sejuk sekali. Seolah mereka berdua baru saja menghirup udara kebebasan.Monsieur Randall mengantarkan mereka berdua menuju Charles de Gaulle. Kemudian, saat mendarat di Brussel, Paman Axel mengirimkan sebuah Rolls Royce yang mengantarkan mereka langsung menuju kastil Toussaint."Dietrich aku gugup sekali ...." Natalie berbisik pelan saat mobil yang mereka berdua tumpangi memasuki pintu gerbang kastil.Dietrich mengangguk pada sang istri. Tangannya meremas tangan Natalie pelan. "Aku juga. Tapi, jangan khawatir. Kita bisa menghadapi ini bersama-sama.""Kuharap mereka tidak terlalu marah.” Natalie balas meremas tangan suaminya.Dietrich tidak menyukai raut cemas di wajah Na
[From: Catherine To: Dietrich Kami semua sudah kembali ke Brussel. Pulanglah, Di, dan bawa istrimu ke rumah. Tunggu. Kau benar-benar sudah menikah dengan Nat?]Dietrich mendapatkan pesan tersebut beberapa hari kemudian. Dia dan Natalie sudah tinggal cukup lama—bersembunyi, meski tempat persembunyian itu tidak dapat dikatakan terpencil—dari semua hal yang memusingkan. Keduanya mematikan ponsel selama berhari-hari. Pun dengan sengaja tidak menyalakan ponsel dan tidak keluar dari apartemen untuk menghindari para pencari berita.Saat dirasa seluruh kontroversi sudah mulai mereda, Dietrich baru membuka ponsel dan menemukan pesan dari sang adik.Jemari lelaki itu dengan cepat mengetikkan balasan.[To: Catherine From: Dietrich Ya. Aku sudah menikah dengan Nat. Apakah Kakek marah besar? Bagaimana dengan suamimu? Kennedy sekarang memusuhi kita? Lalu ... apakah Bibi Stéphanie murka?]Balasan Catherine datang dengan agak terlalu cepat.[From: Catherine To: Dietrich Kakek, Papa, Paman
Natalie tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini, tetapi saat membuka mata dan melihat Dietrich yang tertidur pulas setelah penerbangan panjang belasan jam menuju Paris, perempuan itu baru sadar bahwa dia sekarang sudah menikah. Ini sudah hampir 24 jam berlalu, tetapi Natalie masih belum menyangka bahwa dirinya sekarang sudah berstatus menjadi istri pria yang sejak dulu ia impikan ini.Dia sedang mengandung anak dari Dietrich.Masa depan memang sebuah misteri, tetapi apa yang akhir-akhir ini terjadi benar-benar menjungkirbalikkan dunia Natalie tanpa sisa.Pun tentang pernyataan cinta Dietrich .... Entahlah. Natalie tidak bisa berpikir jernih sekarang. Wanita itu menggigit bibir. Ia ingin memercayai suaminya. Namun, rasanya benar-benar sulit. Benarkah Dietrich merasakan hal yang sama untuknya? Atau ... pria itu hanya ingin sekadar menenangkan dan memaksanya masuk ke dalam jurang pernikahan yang sama-sama tidak mereka inginkan pada awalnya?"Hei, kau tidak tidur?" Suara parau khas
Dietrich merasa was-was. “Jangan bilang kau merasa ragu? Kau tidak bisa meninggalkanku di altar, Nat ….”Natalie menelan ludah dan menghindari tatapan Dietrich. “Nat, Pastor Ryan sudah menunggu kita. Dia hampir membeku kedinginan,” ucap Dietrich dengan keputusasaan. “Jangan lakukan ini padaku. Kumohon padamu ….” Natalie menghela napas. Ketika mendongak, matanya berkaca-kaca. “Aku tidak ingin kau menyesal, Dietrich kau bahkan … tidak mencintaiku.” Air mata Natalie menetes. Lalu, tetesan itu berubah menjadi deras. Dietrich tertegun. “Siapa yang mengatakan itu padamu?” Natalie menggeleng cepat. “Bukan siapa yang mengatakan apa. Ini adalah tentang kau tidak mengatakan apa-apa.” Dietrich memandang Natalie tak percaya. “Apakah kau tidak bisa melihat bahwa seumur hidupku, orang yang paling kupedulikan adalah kau? Tidak bisakah kau merasakan bahwa aku menc—“ “Cukup. Jangan membohongi kita berdua, Di. Kau sendiri yang mengatakan bahwa cinta itu omong kosong? Kau tidak mencintaiku. Tidak
Tak lebih dari dua jam kemudian, Natalie dan Dietrich sudah duduk di sebuah penerbangan first class menuju Nevada. Keduanya cekikikan bersama-sama. Meski para pramugari sedang menuangkan anggur—untuk Dietrich dan jus untuk Natalie, mereka berdua tidak bisa berhenti tertawa."Apakah kau bisa membayangkan raut wajah Vladimir saat kita kabur?" Dietrich tertawa tengil. "Malam ini agak gelap. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, tetapi aku bisa membayangkannya."Natalie tertawa lagi. "Kau benar-benar nakal, kau tahu?" Dietrich mencolek hidung Natalie sekilas. "Coba tebak, karena siapa aku jadi begini?" Natalie menepuk dada Dietrich main-main. Kebahagiaan membuncah di dadanya. Sebentar lagi. Hanya tinggal sebentar lagi mereka berstatus sebagai suami istri.Seharusnya Natalie malu. Dia bukan hanya mendobrak tradisi agung pernikahan keluarga kerajaan, tetapi juga menurunkan standar pernikahan ke posisi paling bawah. Pernikahan drive-thru. Sekarang bukan hanya makanan cepat saji saja yang
Dietrich mendekatkan wajahnya, memosisikan bibir Natalie sehingga bertaut dengannya. Lidahnya menyusuri bibir manis beraroma mint milik Natalie. Napas Natalie terengah ketika Dietrich menekan lidahnya lebih dalam menjelajahi mulut Natalie. Sedikit terburu-buru didesak hasrat, Dietrich tak bisa menahannya lagi. Natalie adalah miliknya dan ia sudah menginginkan Nat sejak lama. Tubuh Natalie dengan mudah dikuasainya. Tangan Dietrich menurun ke pundak Nat, membelai kulit halus yang terbuka itu. Dietrich menyesap sisi leher Natalie—yang seketika membuat desah wanita cantik itu terlontar begitu saja. Kemudian, si presdir tampan mencium dan menenggelamkan wajahnya di leher Natalie. Suara ciuman yang menggelora berhenti sejenak. Dietrich melepaskan dan menatap wajah Natalie yang sudah memerah. Sementara itu, sorot mata Natalie tampak sayu sekaligus bergairah. Sial. Bagaimana Dietrich dapat berhenti sekarang? Miliknya yang mengeras bergesekan dengan milik Natalie yang terasa basah. Dietr