"Tidak bisa menjaga diri dengan baik." Dietrich membetulkan. "Aku tidak akan menghakimimu. Aku tahu aku tidak berhak melakukannya, dan urusan kau tidur dengan siapa bukan urusanku. Itu tidak menjadikanmu pelacur. Jangan gunakan itu untuk menyebut dirimu sendiri, tapi ...." Kini Dietrich kembali memandang Natalie dengan sorot dingin yang menusuk tulang. "Kau memang tidak bisa menjaga dirimu sendiri. Jika tidak memiliki pencegahan apa pun, setidaknya minta pasanganmu untuk memakai pengaman, Nat. Tidak bisakah kau melakukan itu? Kita berdua tahu membesarkan bayi sama sekali tidak mudah. Catherine contohnya. Aku tidak percaya bahkan setelah enam tahun kita membantu Kat merawat si kembar Nasya dan Tata, kau bisa begitu ceroboh membiarkan dirimu sendiri hamil!"Natalie mengangguk. Kemudian, perempuan itu mendongak dengan mata berkaca-kaca. "Itu benar. Aku memang ceroboh. Tapi, ini sudah terjadi. Apa yang kau ingin aku lakukan sekarang? Meniadakan bayi ini?""Meniadakan ba—apa maksudmu seben
"Sialan." Vladimir mengumpat pelan di telinga Dimitri Wijaya saat pria itu menangkap bayangan Dietrich menggendong Natalie Casiraghi memasuki ballroom lagi. "Dietrich memang sungguh merepotkan."Sang mafia tampan beranak hampir empat itu bergerak kilat menuju Erik—orang kepercayaannya—dan segera memerintahkan pasukannya mengalihkan perhatian para wartawan yang memang diundang.Dimitri Wijaya berdeham pelan sembari menahan tawa saat melihat Vladimir berlari tunggang-langgang ke segala tempat demi meredam gosip-gosip panas yang tidak perlu agar tidak sampai naik ke media. Sementara itu, dirinya kembali merangkul Douglas Kennedy dengan keramahan ekstra."Douglas—bolehkah aku memanggilmu ‘Douglas’? ‘Mr. Kennedy’ sepertinya terlalu kaku." Dimitri berkata. “Tidak. Jangan menoleh ke arah sana.”Douglas Kennedy mengangguk senang, meski kesenangannya berusaha tidak terlalu ditampakkan. "Tentu saja. Panggil aku dengan nyaman."Dimitri tersenyum. "Kau juga boleh memanggilku Dimitri." Saat perhat
Pipi Natalie merona. Perempuan itu jadi teramat malu, sampai harus menutup muka dengan kedua tangan dengan dada berdebar-debar. "Ouais—Yep."Dietrich tertawa. Tawa lelaki tampan itu kemudian menghilang saat mulutnya melekat di pangkal paha Natalie dan mulai mencium di sana. Sebuah ciuman yang melibatkan lidah dan jilatan-jilatan maut yang membuat seluruh tubuh Natalie gemetaran hebat.Natalie merintih, napasnya menderu semakin cepat ketika antisipasi melonjak di dalam diri perempuan cantik itu. Jari-jemari Dietrich menyentuh pelan, membuka bagian intim Nat lebih lebar, dan lidah sang presdir tampan terjulur untuk menjilat, mencecap kenikmatan yang menyelubungi inti diri Natalie, merasakan cairan murni yang berasal dari hasrat wanita cantik itu.Nat kembali mengerang, terkadang mengentakkan kepalanya pelan, seringkali menutup dan membuka mata dalam pusaran nikmat itu. Dietrich menjilati klitorisnya, menggosok dan mengisapnya dengan begitu lembut hingga Natalie merasa terbang ke awang-a
Natalie menambahkan cepat-cepat. "Amerika Serikat tidak jauh. Hanya butuh satu kali penerbangan untuk mencapai New York. Jika kau ingin bertamu, aku akan menerima kehadiranmu seperti keluarga—sebaiknya tunggu sampai aku sudah setahun menikah. Apakah kau mengerti?"Dietrich memberengut. "Setahun menikah?""Atau paling tidak, sampai aku melahirkan." Natalie menambahkan. "Tidak baik terlihat dengan pria yang bukan suamiku di saat aku masih mengandung, bukan begitu? Media di sana kudengar lebih agresif. Aku tidak mau ada gosip yang bukan-bukan tentang kita."Dietrich mendengkus kesal. Mendengar Natalie masih memikirkan opsi menikah dengan orang lain membuat Dietrich jengkel. Bayangan Natalie benar-benar menikah dengan si berengsek Douglas Kennedy—Dietrich menyebut lelaki itu berengsek hanya untuk menghibur diri—atau lelaki lain mana pun, membuat si presdir tampan uring-uringan dan sakit hati.Mengapa dadanya terasa nyeri saat Natalie mengungkapkan keinginan menikah dengan orang lain? Itu
Natalie berdiri diam selama beberapa saat setelah menyatakan persetujuannya. Pipinya merona malu. Jantungnya berdentum-dentum keras. Di hadapannya, lelaki tampan bernama Dietrich itu menyeringai lebar—seolah benar-benar menikmati semburat warna merah jambu yang merambat di kulit Natalie."Ya? Kau mengatakan 'ya'?" Sang presdir tampan berambut cokelat tersebut mengulang sekali lagi. Raut wajahnya menampakkan kepuasan.Natalie mengangguk sedikit. "Well ...."Dietrich bangkit dalam satu gerakan cepat lalu merengkuh perempuan itu dalam pelukan.Ada banyak hal yang telah mereka berdua lalui bersama. Terlalu banyak hal. Akan tetapi, mulai detik ini, Dietrich tahu mereka akan berdua. Mon Dieu. Ini adalah Natalie Casiraghi—perempuan yang sedang berada di dalam pelukannya ini. Perempuan yang selalu ada di sudut-sudut hidupnya. Sudah menghiasi salah satu bagian dari hatinya semenjak kelahiran wanita cantik itu dua puluh enam tahun silam.Ini aneh dan sulit dipercaya. Dietrich bahkan masih samar
Dietrich mencium punggung tangan Natalie, entah untuk yang keberapa kalinya. Lelaki itu tersenyum ketika memandang Natalie lekat-lekat. "Aku tahu. Aku hanya ingin memberikan yang terbaik untukmu dan untuk bayi di dalam perutmu."Natalie tersenyum manis. Terlalu tercekat untuk mengatakan apa pun."Ah. Omong-omong tentang bayi ... apakah kau mau makan sesuatu yang lain? Aku bisa memesankan makanan berat dari restoran Chef Jacqueline." Dietrich menawarkan dengan manis.Natalie menggeleng. "Tidak. Aku tidak banyak makan selama masa kehamilan karena aku mengalami morning sickness yang lumayan berat. Setiap selesai makan, aku memuntahkan hampir semuanya lagi."Dietrich memandang Natalie prihatin. "Kasihan sekali kau, Nat. Kehamilanmu tidak seperti Catherine?"Catherine hanya muntah di awal kehamilan. Itu pun tidak sering. Perempuan itu hamil seperti tidak sedang hamil. Dia bisa melompat, berlari, dan bahkan tetap pergi ke berbagai tempat untuk mengawasi kedua putri kembarnya yang kini berus
"Pinjamkan aku armadamu." Dimitri Wijaya nyengir kuda pada Vladimir malam itu.Vladimir mengusap keringat di dahinya. Ini sudah masuk musim dingin—tetapi dia berkeringat! Kegiatan berlarian sepanjang malam untuk mengurus para wartawan bersama anak buahnya cukup menguras tenaga juga rupanya. Namun, seolah itu semua belum cukup, kini Dimitri menghampirinya dengan gelagat mencurigakan."Armada? Yang mana? Kau mau bertempur malam ini?" Vladimir baru saja merebahkan bokongnya di sebuah tempat duduk. Akan tetapi, sekarang dia sudah berdiri lagi.Dimitri menyeringai. "Bukan." Mafia tampan yang lebih muda setahun daripada Vladimir itu menunjuk Douglas Kennedy dengan dagunya. "Dia ingin pergi melihat kapal perangku.""Bozhe Moy—Ya Tuhanku." Vladimir menghela napas panjang. Sebelah tangan naik ke rambut untuk menyugarnya ke belakang. "Kau menjanjikan dia mengunjungi Petrichor? Malam ini juga?""Dietrich bilang, akan lebih baik jika dia dikirim sangat jauh dari sini." Dimitri mengedikkan bahu.V
"Dietrich! My Friend—Temanku!" Gabriel yang paling pertama menyambut kedatangan calon kedua mempelai.Para pengawal bertuksedo di kediaman Princess Stéphanie membukakan pintu limosin yang ditumpangi oleh Natalie dan Dietrich. Saat turun, Dietrich mengulurkan tangan pada Natalie untuk membantu perempuan cantik itu turun terlebih dulu, sebelum memeluk Gabriel sambil tertawa."Yo! Gabriel! Kau terlihat ... sangat segar." Dietrich menepuk-nepuk bahu kakak laki-laki kedua Natalie setelah mereka berpelukan sekilas."Kau juga! Tampan sekali! Sangat serasi dengan adikku, jika boleh kutambahkan!" Gabriel berganti memeluk Natalie yang wajahnya kini semerah kepiting rebus. "Kau juga tampak jauh lebih sehat daripada terakhir aku menemuimu di Paris, Natnat." Gabriel mencium kedua pipi Natalie dengan gemas.Natalie tersenyum. "Oh, cuaca di Paris—""Jangan salahkan cuaca di Paris," ucap Gabriel geli. "Cuaca di Paris terus memburuk dan semakin dingin, tetapi kesehatanmu pulih karena kau merasa gembir
Monte Carlo, Monaco.Sudah hampir sebulan berlalu semenjak Natalie kehilangan bayinya. Tak ada satu hari pun berlalu tanpa ia mendapatkan surat berisi permohonan maaf—permintaan agar wanita cantik itu mau memberikan kesempatan sekali lagi pada pernikahan—yang datang bersama buket bunga dan cokelat dari Dietrich.Terkadang, buket itu juga disisipi boneka-boneka beruang mini yang dipesan khusus dari tempat Vladimir memesankan Teddy Bear pembawa tomat milik Nasya dan Tata. Boneka-boneka itu, si beruang mini, selalu memiliki tiga item dalam satu serinya. Beruang ayah, beruang ibu, dan beruang anak laki-laki. Si beruang ayah dan beruang ibu memiliki warna mata Dietrich dan Natalie. Serta, warna rambut mereka sebagai corak bulu di seluruh badan.Pada sebuah surat yang dikirimkan beberapa waktu lalu, Natalie hampir tersenyum. Hampir saja, jika perempuan itu tidak ingat bahwa dirinya sedang berada dalam masa berkabung.Mon Amour, tulis Dietrich.Jangan bersedih lagi. Musim dingin yang menyeba
Dietrich kembali ke Brussel sendirian, setelah Natalie dibawa pulang ke Monte Carlo malam itu ... tanpa berpamitan. Seluruh keluarga Toussaint masih berada di istana musim panas Babushka. Vladimir dan Catherine berencana menghentikan pesta yang berlangsung untuk menyambut kelahiran kedua putra mereka—demi menghormati Dietrich dan menyatakan bahwa mereka turut berduka atas kehilangan yang Dietrich dan Natalie rasakan.Namun, Dietrich menolak. Fyodor dan Mykola berhak mendapatkan semua pesta itu. Begitu pula dengan Catherine—yang meski sudah memiliki empat anak, tetapi baru pertama kali merasakan bahwa pengalaman melahirkannya dirayakan. Jadi, malam itu juga Dietrich mengemasi barang-barangnya kemudian bertolak menuju bandara Pulkovo untuk selanjutnya terbang kembali ke rumah.Ke kastil Toussaint.Malam di awal bulan Januari itu gelap dan sungguh tanpa bintang. Membeku ... menggigit hingga ke dalam sukma. Dietrich menatap hampa semuanya melalui jendela pesawat—dan limosin yang dikemudik
"Kau dengar sendiri apa yang dikatakan oleh putriku." Dietrich mendengar Tuan Casiraghi—ayah mertuanya—berjalan mendekat tatkala Natalie tertidur di dalam kamar rawat inapnya.Ya. Dietrich tidak tuli. Tentu saja dia mendengar semuanya."Kami akan membawanya pulang ke Monte Carlo," kata Tuan Casiraghi di depan semua orang. "Urusan perceraian nanti akan diselesaikan oleh tim pengacara yang kami tunjuk."Dietrich termenung. Semua yang terjadi padanya hari ini benar-benar terasa bagai mimpi yang jauh—sebuah mimpi buruk. Lelaki itu mengerling pada Natalie yang masih berada di atas bed pasien, namun sosok cantik itu telah mengalihkan pandangan ke arah lain.Bagaimana semuanya bisa menjadi seperti ini? Bagaimana cintanya dapat menyerah pada hubungan mereka berdua di saat mereka sama-sama kehilangan?Di saat seluruh ruangan hening selama beberapa saat, Dietrich tahu bahwa semua orang sedang menunggu jawabannya. Maka, ia mengangguk. Ia tidak sanggup mengatakan apa pun. Dan ia menahan diri agar
Derap kaki Dietrich menggema di seluruh lorong rumah sakit, diikuti langkah kedua orang tuanya—Anthony Toussaint dan Lady Louise. Raut penuh kepanikan tampak jelas di wajah pria tampan itu. Tubuhnya yang tinggi dan tegap berpacu lebih dulu dibandingkan dengan siapa pun untuk mencapai ruang operasi tempat istrinya berada.Operasi masih berlangsung. Ruang tunggu di depannya lengang. Sunyi. Seolah mengejek lelaki itu dalam keheningan yang menyakitkan."Duduklah dulu dan tenangkan dirimu, Dietrich," bujuk Anthony Toussaint. "Kita doakan saja agar semuanya berjalan lancar dan Natalie baik-baik saja."Lady Louise sependapat dengan sang suami. "Aku sudah menghubungi Stéphanie. Dia dan keluarganya sudah dalam perjalanan kemari."Kedua tangan Dietrich lari ke kepala untuk meremas rambutnya sendiri. Kemudian, turun ke bagian tengkuk, dan berakhir membentuk sebuah kepalan yang diarahkannya ke mulut pria tampan itu sendiri. Kekalutan melanda dirinya—sampai paru-parunya mulai terasa kesulitan untu
Pada saat mobil telah berhenti di depan ruang gawat darurat rumah sakit, Natalie tidak sempat berpikir lagi. Segalanya terasa bagai mimpi—bagaimana dia diangkat dan diletakkan di sebuah brankar. Brankar tersebut didorong ke dalam, lalu Dokter Özge tampak berbicara dengan beberapa petugas medis dan dalam sekejap Natalie dimasukkan menuju sekat pemeriksaan.Sebuah gelengan pelan yang dilakukan oleh Dokter Özge sesaat setelah pemeriksaan menghancurkan hati Natalie bahkan sebelum sang dokter sempat berbicara."Nyonya Natalie maafkan saya. Saya tidak menemukan detak jantung janin Anda lagi." Dokter Özge berkata gamblang.Penegasan itu membuat Natalie sontak terisak. Tangisannya pecah begitu saja—tanpa bisa ditahan lagi. Ini adalah hal yang menakutkan. Tidak, bukan. Sesungguhnya, ini adalah hal yang paling ia takutkan. Bahkan sejak awal kehamilan, Natalie tidak pernah merasa percaya diri bahwa semua akan baik-baik saja. Seolah dia sudah tahu bahwa ini akan terjadi."Nyonya," Dokter Özge men
"Apa yang Anda rasakan?"Pertanyaan Dokter Özge menyentakkan Natalie kembali pada kenyataan. Wanita itu melarikan tangan ke belakang leher, lalu mengusap keringat dingin yang terus membasahi kerah sweater-nya di sana sembari menelan ludah. "Tidak ada."Dokter Özge mengangguk. "Nyonya .... Sering kali kita tidak memerhatikan. Namun, apa yang kita rasakan tidak selalu itulah yang bayi kita rasakan. Anda mungkin tidak merasa lelah ... atau mungkin tidak sadar bahwa Anda sebenarnya sedang stres. Banyak sekali hal yang bisa memicu timbulnya flek. Pemeriksaan oleh dokter Anda di Venezuela menunjukkan beberapa gejala yang tidak bagus. Namun, jangan khawatir. Bukan berarti sekarang kondisinya belum membaik."Natalie mengangguk, kemudian memejamkan mata. Sebelah tangannya mengusap lembut perutnya. Wanita cantik itu berusaha merasakan. Apa pun—entah itu hingar bingar suara musik di kejauhan, kembang api yang terus memeriahkan langit musim dingin, suhu udara yang semakin menurun seiring bertamba
Pada saat Natalie sampai di kamar tempat Catherine dan anak-anaknya berada, Dokter Özge membuka pintu dan keluar sebelum Natalie sempat menyentuh gagang pintu. Wanita berkacamata tebal itu agak terkejut, tetapi senang melihat kedatangan Natalie."Nyonya Toussaint!" Dokter Özge berseru lalu kedua tangannya meraih pundak Natalie. "Saya mendengar banyak hal tentang pernikahan Anda yang sensasional. Selamat, Nyonya. Semoga pernikahan Anda mendapatkan keberkahan dan langgeng. Anda ingin menjenguk Nyonya Alexandrov?"Natalie tersenyum. "Terima kasih. Ya, Dok. Saya kemari untuk melihat bayi-bayi Catherine."Dokter Özge mengangguk. "Bagaimana dengan kehamilan Anda sendiri? Apakah semuanya baik-baik saja?"Natalie terdiam agak lama."Nyonya? Apakah ada yang bisa saya bantu? Anda tampak ... sedikit pucat." Dokter Özge membantu Natalie untuk duduk di sebuah kursi di lorong. "Apakah ada masalah?"Natalie menelan ludah. "Saya sempat memeriksakan kandungan sebelum terbang kemari, tetapi ... dokter
Natalie tidak berani banyak bergerak. Dokter kandungan yang diam-diam ia temui di Venezuela meresepkan serangkaian obat penguat kandungan dan beberapa vitamin tambahan, serta memberikan saran untuk beristirahat sebanyak mungkin demi menghindari stres.Yang terakhir adalah yang paling sulit. Natalie tidak merasa stres akan apa pun, tetapi entah mengapa dokter mengatakan itu. Badannya pun tidak terasa lelah bahkan setelah perjalanan panjang dari Brussel ke New York, kawin lari ke Las Vegas, kembali ke Monte Carlo, berbulan madu ke Caracas, kemudian sekarang sedang dalam penerbangan lanjutan dari Brussel menuju St. Petersburg."Selamat datang di Rusia, Tuan-Tuan dan Nyonya-Nyonya sekalian!" Erik—tangan kanan Vladimir Alexandrov—menyambut kedatangan pesawat jet pribadi terbesar milik Alexandrov, Lexstream One, yang ditugaskan khusus menjemput keluarga Toussaint—di bandar udara Pulkovo, dengan senyum ramah yang kini tidak lagi tampak seperti seringaian beruang di mata Natalie.Dietrich men
"Vladimir Alexandrov baru saja memberi tahuku bahwa hari perkiraan lahir anak-anaknya sudah dekat. Keluarga Toussaint sudah akan berangkat ke Rusia. Tapi, aku ingin bertanya padamu dulu sebelum memutuskan apa pun. Bagaimana menurutmu? Apakah kita ikut berangkat ke St. Petersburg? Atau kita masih tinggal di sini untuk beberapa lama lagi?"Dietrich Toussaint kembali pada istrinya setelah memesan makan siang dan menerima telepon lain dari adik iparnya. Lelaki itu tampak riang. Sumringah. Senyumannya teramat lebar menandakan kebahagiaan menyambut calon keponakan-keponakan barunya.Ia menghampiri sisi ranjang istrinya, kemudian menggenggam jemari perempuan cantik itu lembut. "Mereka baru akan lahir, tetapi aku sudah tidak sabar menanti mereka dewasa. Kurasa, mereka akan sama ugal-ugalannya dengan kedua kakak mereka," ucapnya. "Dan mereka akan menjadi sepupu-sepupu yang baik untuk anak kita."Natalie menelan ludah. Sekilas, Dietrich sempat melihat kilau kesedihan di mata wanita cantik itu,