Meskipun dalam keadaan kesal mau tidak mau Mina tetap berangkat untuk membeli nasi uduk. Berulang kali aku melihat Mina mencuri pandang ke arah mas Danu untuk meminta pembelaan, tapi berulang kali juga mas Danu memilih acuh dan melanjutkan sarapannya.
Biasanya kami sekeluarga tidak pernah protes dengan hidangan apapun yang disediakan oleh Mina, karena masakannya tergolong enak dan pas untuk lidah kami yang pecinta pedas. Tapi mungkin mulai sekarang Jesna akan mulai rewel dan banyak protes pada Mina mengenai banyak hal, sebagai bentuk balas dendamnya pada Mina. "Papa berangkat ya, Ma," pamit mas Danu. Dia hendak mencium keningku, tapi aku mundur beberapa langkah untuk menghindarinya. "Ma ... sekali saja," pinta mas Danu dengan wajah memelas. Mencium kening sudah seperti ritual kami saat mas Danu akan berangkat kerja. Tapi kali ini rasanya aku jijik ketika mengingat bibir itu telah dia gunakan untuk mencium wanita lain. Aku hanya menatap mas Danu dengan tatapan dingin tanpa memberikan reaksi apapun. "Ya sudah Papa berangkat," ucapnya setelah usahanya untuk menciumku sia-sia. Setelah mas Danu berangkat, aku menuju ke kamar untuk mengecek beberapa aset yang ku beli dari sisa uang bulananku. Yaa ... selama ini mas Danu menjatah lima puluh juta perbulan untuk keperluan pribadiku, seperti belanja, perawatan dan lain-lain. Sedangkan untuk keperluan rumah dan keperluan dapur, mas Danu sudah menyiapkan budget sendiri. Dari awal kami merintis usaha, keuangan selalu kami kelola bersama, tapi secara khusus mas Danu tidak pernah lupa untuk menyisihkan uang belanja pribadiku. Hal yang baru ku sesali sekarang adalah, aku dan mas Danu tidak pernah membuat perjanjian hitam diatas putih yang menyatakan bahwa, yang berhianat akan bersedia meninggalkan seluruh harta benda untuk anak dan pasangan yang telah dihianatinya. Itu adalah hal yang sangat-sangat ku sesali sekarang. Sebenarnya jumlah tabungan asetku lumayan banyak. Aku mengumpulkannya sejak 12-13 tahun lalu. Rerata setiap bulan uang belanja yang kutabung hampir 80%, dan saat sudah terkumpul sekian ratus juta, biasanya aku akan membeli tanah, emas batangan, atau berlian. Tapi jumlah tabunganku tentunya tidak sebanding dengan harta yang dimiliki mas Danu, karena beberapa aset memang atas nama dia. Aset dengan atas namaku hanya berupa satu unit villa di puncak, 1 mobil mercy, tanah di daerah Jakarta selatan serta rumah yang kami tinggali saat ini. Itulah mengapa sekarang aku enggan menceraikannya. Tujuanku adalah membuat mas Danu menyerahkan seluruh aset kekayaannya pada Gema dan Jesna, karena merekalah yang lebih berhak. Saat sedang sibuk merapikan perhiasan dan beberapa aset lainnya, pintu kamarku di ketuk dan terdengar suara Mina memanggil dari luar. "Ada apa?" tanyaku. "Nasi uduknya sudah saya siapkan, Bu," ucapnya lemas. Pasti kehamilannya membuat dia jadi gampang lelah sekarang. "Oh ... saya sudah kenyang. Kamu makan aja kalau mau." Tanpa menunggu jawaban, aku langsung menutup pintu dan meninggalkan Mina dengan ekspresi kesalnya. Setauku Mina kurang suka nasi uduk, jadi dia tidak mungkin memakannya. Pasti sekarang dia sedang menyumpahiku karena tidak mau memakan nasi uduk yang sudah dia beli jauh-jauh. Biarlah ... toh apa yang ku lakukan sekarang tidak sebanding dengan kelakuan busuknya di belakangku, kan? Mulai sekarang, aku akan meminta pada mas Danu agar keuangan sepenuhnya aku yang mengatur. Selama aku masih sah menjadi istrinya, aku yang akan mengatur berapa nominal yang akan ku keluarkan untuk keperluan bayi Mina dan mas Danu. Biasanya setiap bulan kami selalu mengecek keuangan kantor secara berkala, tapi mulai bulan ini aku akan mengeceknya diam-diam. Aku tidak akan membiarkan mas Danu menggunakan uang dari kantor untuk membiayai hidup Mina, karena akulah yang akan menjatah semua kebutuhannya. Aku baik sekali bukan? Meskipun Mina sudah menusukku dari belakang, tapi aku masih mau memperhatikan kehamilannya. Bukannya aku tidak bisa jahat, bukan! Tapi anak yang di kandung Mina tidak bersalah, yang harus ku buat menderita adalah orang tuanya. Seandainya nanti misiku berhasil, aku akan dengan senang hati merawat anak Mina layaknya anak kandungku sendiri. Karena bagiku, setiap anak yang lahir kedunia ini adalah anugrah, terlepas dari asal-usulnya yang terlahir dari hubungan haram sekalipun. *** Aku mengambil Hp di atas nakas, lalu menghubungi seseorang. "Halo, Sar," "...." "Mulai bulan ini, setiap Bapak ambil uang dari kantor kamu lapor ke saya ya, berapapun itu," "....." "Oke. Terima kasih, Sarah," Aku baru saja menghubungi accountant di kantor untuk memberinya tugas baru. Sarah sudah bekerja selama sepuluh tahun lebih, dia adalah salah satu karyawan senior kebanggaan kami. Makanya aku sangat mempercayai dia. Aku sudah menyiapkan satu buah debit card dengan saldo sepuluh juta untuk jatah mas Danu selama sebulan. Uang itu sudah termasuk biaya makan dengan client, isi bensin, service mobil, dan keperluan lainnya. Kenapa sepuluh juta? Karena biasanya saat mas Danu meeting dengan client dan makan siang di restoran, dia akan mengeluarkan biaya untuk membayar bill, makanya aku tetap memberinya jatah sepuluh juta untuk biaya operasionalnya. Sedangkan debit card yang di pegang mas Danu sekarang, akan ku sita dan saldonya akan ku mutasi ke rekeningku sebagai tabungan pendidikan anak-anak. Cerdas bukan? Mas Danu tentu tidak akan berkutik, dengan ancaman anak-anak dan aku yang akan menuntut cerai darinya, dia tidak mungkin memiliki pilihan lain selain menuruti kemauanku. Meskipun mas Danu bukan suami yang setia, tapi dia adalah Ayah yang sangat menyayangi anak-anaknya. Bagi mas Danu, Gema dan Jesna adalah segalanya. Aku hanya akan menjalankan tugasku sampai sini, sisanya biar Jesna dan Ipar-iparku yang mengambil alih. Perkataan mereka sudah lebih dari cukup untuk menyakiti mental Mina dan mas Danu selama tinggal di rumah ini. Cepat atau lambat, saudara-saudara mas Danu pasti akan mengetahui hal ini meskipun aku tidak buka mulut. Aku yakin Jesna akan menceritakan hal ini pada tante-tante nya, karena hubungan kami memang sangat-sangat dekat. Penderitaan Mina hanya tinggal menunggu waktu saja. *** Aku sedang merapikan semua perhiasan dan sertifikat yang ku keluarkan saat ku dengar suara Kak Ica menggelegar di lantai bawah. Kak Ica adalah Kakak kandung mas Danu, usia mereka hanya terpaut tiga tahun. Meskipun begitu, Kak Ica masih nampak muda dan cantik berkat perawatan mahalnya. "Kak Ica ngapain?" tanyaku saat mendapati Kak Ica sedang duduk menyilangkan kaki di ruang tamu, sedangkan Mina tertunduk lesu di hadapannya. "Eh si cantik. Ini, kata Jesna ada ulet bulu yah disini? Kakak mau liat bentukannya gimana," jawab Kak Ica sambil menatap Mina dengan tatapan merendahkan. "Berani-beraninya perempuan model begini main serong sama si Danu, lagian Danu matanya buta kali yah ... dapet istri cantik, sholehah, malah milih selingkuh sama perempuan yang nggak jelas asal-usulnya. Mana sampe hamil lagi. Ampun deh!" Kak Icapun menepok jidatnya. Ku lihat Mina hanya bisa menunduk sambil memilin ujung bajunya, sedangkan aku hanya berdiri menyeder tembok dan menyaksikan adegan menyenangkan ini. Pasti ini ulah Jesna yang sudah mengadu pada Tante-tantenya. Baguslah ... berarti mulai sekarang aku akan melihat adegan seru setiap harinya. Bersambung ....."Eh ada Tante Ica ... Kangen banget ih," teriak Jesna dari arah tangga. Jesna berlari dengan girangnya menghampiri Kak Ica lalu mereka berpelukan untuk beberapa saat. "Iya ... Tante juga kangen. Jesna kabar baik, Sayang?" tanya kak Ica lembut. "Baik, Tante. Jesna sehat." Kemudian Jesna mendekati Mina dan merangkul pundaknya. "Ini nih Tante ulat bulu yang Jesna maksud, Tante udah kenalan?" tanya Jesna dengan raut wajah mengejek. "Udah, Jes. Pantes aja kamu panggil ulat bulu, penampilannya aja kaya perempuan nggak bener gini. Ampun deh, Tante. Selera Papamu nggak banget," jawab kak Ica sambil bergidik. Sedangkan aku hanya berdiam diri sambil melipat tangan di depan dada. Pertunjukan ini sangat menyenangkan dan sayang untuk di lewatkan. "Hentikan! Kalian tidak berhak menghinaku. Yang di dalam perut ini juga anak mas Danu ... sama seperti Jesna. Kalau bu Laila bisa jadi istri yang baik, mana mungkin mas Danu selingkuh dengank
"Lihatlah Mina! Betapa suamiku sangat membanggakan aku di depanmu yang bahkan sedang mengandung anaknya. Kamu hanyalah wanita penghibur saat suamiku merasa bosan. Level kita terlalu jauh, Sayang," ucapku dengan tatapan merendahkan. "Maasss ... mana janjimu yang bakal bikin aku bahagia? Aku lagi hamil anak kamu, Mas. Aku butuh dukungan, aku disiksa disini," ucap Mina berderai air mata. Melihat Mina menangis dan memasang wajah sedih membuat mas Danu melunak. Dia menyugar rambutnya kasar, lalu menghela napas berat. "Tolonglah, Mina, jangan buat masalah disini. Siapa yang nyiksa kamu? Jelas-jelas kamu yang dengan entengnya nampar kak Ica," jawab mas Danu melembut."Mas ... aku seharian ini di siksa sama kak Ica dan Jesna. Padahal mereka tau aku lagi hamil, tapi aku nggak di bolehin istirahat. Kalau aku keguguran gimana?" Mina menangis tergugu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Fiuuhhh ... drama sekali perempuan ini!"Ap
POV : MINA Hari ini aku di buat terkejut saat bu Laila masuk kamarku tanpa mengetuk pintu. Apesnya saat ini aku sedang memegang lingerie yang dibelikan oleh mas Danu dua hari yang lalu, sebagai hadiah karena aku pintar melayaninya. Ah aku jadi senyum-senyum sendiri mengingatnya .... Tentu saja bu Laila langsung menanyakan asal-usul lingerie ini ... huh kepo sekali dia. Akhirnya aku beralasan kalau lingerie ini milik Kakakku di kampung. Meskipun raut wajah bu Laila nampak tidak yakin, tapi akhirnya dia iya-iya saja. Pagi ini dia memintaku pergi belanja ke swalayan biasa, yang membuatku senang bukan kepalang adalah, ternyata belanja kali ini aku diantar mas Danu yang katanya mau bertemu teman. Yaa ... kalian taulah itu cuma alibi. Meskipun weekend, untung saja swalayan yang ku datangi sedang sepi, jadi belanjanya tidak memakan waktu lama. Hanya sekitar empat puluh lima menit. "Tadi Laila pesan katanya j
Aku berjalan menuju kamar kak Ica setelah puas mengerjai mas Danu. Sebenarnya aku kasihan, pasti dia merasa tersiksa saat keinginannya sudah di ubun-ubun tapi gagal mencapai klimaks. Ah ... tapi biarlah, apa yang mas Danu dapatkan belum seberapa daripada sakit hatiku ini. Semoga engkau mengampuniku YaAllah .... gumamku dalam hati. "Ngobrolin apa sama Danu?" tanya kak Ica. Lalu mengalirlah cerita kocak sore ini, kami berdua terbahak sampai sakit perut membayangkan ekspresi melas mas Danu. "Pinter ... kamu harus waspada masalah keuangan. Kalau bisa kurangin aja jatah Danu jadi lima juta perbulan biar dia kapok," ucap kak Ica dengan raut wajah grigitan."Kasian lah, Kak. Dia sering ke proyek soalnya, belum lagi buat makan sama klien saat negosiasi kerjaan," "Iya sih ... yaudah yang penting kamu amanin semua aset, termasuk buku nikah juga harus kamu simpan. Kakak takutnya Danu dihasut Mina buat menceraikan kamu. Nanti Kakak bantu buat ngo
Ini adalah hari pertama tanpa Mina di rumah. Moodku jadi lebih bagus, dan rumah terasa lebih nyaman, tentram, damai, sejuk ... ah intinya rumah jadi kembali seperti dulu. Hanya mas Danu yang masih terlihat kesal karena tadi malam dia harus mengeluarkan uang dua juta untuk membayar kontrakan dan uang makan Mina."Ayolah, Ma, tambahin lagi jatah Papa. Dua juta aja deh nggak usah banyak-banyak," rengek mas Danu sambil mengikutiku kesana kemari. "Uang Mas kan masih delapan juta, itu juga masih banyak," jawabku malas. "Mama ... ayolah!" Rengeknya lagi. "Yaudah nanti aku transfer," jawabku. "Makasih, Sayang. Papa berangkat dulu ya." Mas Danu langsung mengecup pipiku dan berjalan keluar rumah dengan langkah riang seperti anak kecil. Hari ini aku berencana mendatangi kontrakan Mina bersama Rumi. Kebetulan Rumi juga memintaku untuk menemaninya belanja bulanan. Karena dirumah ini sudah tidak ada ART jadi pekerjaan rumah ku handle send
“Min, kalau di rumah tolong pakaiannya lebih sopan, ya. Di rumah kan ada Bapak sama mas Gema, kurang pantas kalau kamu pakai baju seperti itu," ujarku menegur Mina, asisten rumah tangga yang baru bekerja di rumahku dua bulan belakangan.Ada gurat tidak suka dalam ekspresinya, tapi dengan cepat dia menutupinya dengan senyum dan anggukan sopan. Bukan tanpa alasan aku menegurnya seperti ini, baju yang di kenakan Mina sangat ketat, ada kancing yang terbuka di bagian atas, hingga saat dia sedikit menunduk membuat buah dadanya terlihat dengan leluasa. Beberapa kali aku memergoki Gema, anak sulungku mencuri pandang pada Mina. Usia mereka memang tidak beda jauh, Gema 21 tahun sedangkan Mina 26 tahun. Tidak bisa di pungkiri, tubuh ARTku itu memang padat berisi, sehingga menonjolkan beberapa bagian tubuhnya yang membuat mata laki-laki akan langsung menatap takjub pada kemolekannya. Tapi sebenarnya hal itu bisa diakali kalau saja Mina mengenakan baju yang lebih longgar
Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, hingga mataku tertuju pada keranjang baju kotor disudut kamar, ada celana dalam laki-laki berwarna cokelat ... Celana dalam itu .... Dadaku bergemuruh hebat. "Kamu berhutang banyak penjelasan padaku, Mina," gumamku pelan. Segera aku memungut celana dalam itu sebagai barang bukti. Kurang ajar sekali dia ... padahal aku sudah berbaik hati memperbolehkannya bekerja disini untuk biaya berobat ibunya di kampung. Tapi rupanya kebaikanku di balas air tuba olehnya. Celana dalam ini masih wangi parfum loundry, yang artinya celana dalam ini masih bersih. Tapi entah mengapa Mina malah menyimpannya di keranjang baju kotor. Apakah Mina tidak sengaja membawa celana dalam ini ke kamarnya? Atau dia memang membawanya dengan sengaja? Ku lanjutkan menggeledah beberapa barang di kamarnya, tong sampah yang semula penuh rupanya sudah dibuang oleh Mina. Cih ... sepertinya dia menyadari ad
"Ternyata kamu mengulanginya lagi, Mas," ucapku dengan tatapan dingin ke arah mas Danu. "Sayang ini cuma salah paham. Papa bisa jelasin semuanya." Mas Danu berusaha mendekat dan meraih tanganku tapi dengan cepat aku menepisnya. "Lima belas tahun lalu aku memaafkanmu dan memberimu kesempatan demi anak-anak, tapi ternyata ini balasanmu, Mas? Apa harta membuatmu silau dan berfikir bisa memiliki semua yang kamu inginkan termasuk wanita? Sekarang aku mau Mas mengatakan yang sebenanya. Jangan ada yang di tutup-tutupi lagi," ucapku dengan tenang, meskipun hatiku sakit bak teriris sembilu tapi aku harus kuat dan tidak boleh gegabah. Ada anak-anak yang harus ku jaga perasaannya. Bagiku percuma menghabiskan energi untuk memaki kedua manusia tak beradab di hadapanku ini, toh tidak akan merubah kenyataan bahwa mas Danu sudah menghianatiku untuk yang kedua kalinya. "Jelaskan, Mas! Sejak kapan kalian berhubungan seperti ini. Jangan diam saja seperti pengecu
Ini adalah hari pertama tanpa Mina di rumah. Moodku jadi lebih bagus, dan rumah terasa lebih nyaman, tentram, damai, sejuk ... ah intinya rumah jadi kembali seperti dulu. Hanya mas Danu yang masih terlihat kesal karena tadi malam dia harus mengeluarkan uang dua juta untuk membayar kontrakan dan uang makan Mina."Ayolah, Ma, tambahin lagi jatah Papa. Dua juta aja deh nggak usah banyak-banyak," rengek mas Danu sambil mengikutiku kesana kemari. "Uang Mas kan masih delapan juta, itu juga masih banyak," jawabku malas. "Mama ... ayolah!" Rengeknya lagi. "Yaudah nanti aku transfer," jawabku. "Makasih, Sayang. Papa berangkat dulu ya." Mas Danu langsung mengecup pipiku dan berjalan keluar rumah dengan langkah riang seperti anak kecil. Hari ini aku berencana mendatangi kontrakan Mina bersama Rumi. Kebetulan Rumi juga memintaku untuk menemaninya belanja bulanan. Karena dirumah ini sudah tidak ada ART jadi pekerjaan rumah ku handle send
Aku berjalan menuju kamar kak Ica setelah puas mengerjai mas Danu. Sebenarnya aku kasihan, pasti dia merasa tersiksa saat keinginannya sudah di ubun-ubun tapi gagal mencapai klimaks. Ah ... tapi biarlah, apa yang mas Danu dapatkan belum seberapa daripada sakit hatiku ini. Semoga engkau mengampuniku YaAllah .... gumamku dalam hati. "Ngobrolin apa sama Danu?" tanya kak Ica. Lalu mengalirlah cerita kocak sore ini, kami berdua terbahak sampai sakit perut membayangkan ekspresi melas mas Danu. "Pinter ... kamu harus waspada masalah keuangan. Kalau bisa kurangin aja jatah Danu jadi lima juta perbulan biar dia kapok," ucap kak Ica dengan raut wajah grigitan."Kasian lah, Kak. Dia sering ke proyek soalnya, belum lagi buat makan sama klien saat negosiasi kerjaan," "Iya sih ... yaudah yang penting kamu amanin semua aset, termasuk buku nikah juga harus kamu simpan. Kakak takutnya Danu dihasut Mina buat menceraikan kamu. Nanti Kakak bantu buat ngo
POV : MINA Hari ini aku di buat terkejut saat bu Laila masuk kamarku tanpa mengetuk pintu. Apesnya saat ini aku sedang memegang lingerie yang dibelikan oleh mas Danu dua hari yang lalu, sebagai hadiah karena aku pintar melayaninya. Ah aku jadi senyum-senyum sendiri mengingatnya .... Tentu saja bu Laila langsung menanyakan asal-usul lingerie ini ... huh kepo sekali dia. Akhirnya aku beralasan kalau lingerie ini milik Kakakku di kampung. Meskipun raut wajah bu Laila nampak tidak yakin, tapi akhirnya dia iya-iya saja. Pagi ini dia memintaku pergi belanja ke swalayan biasa, yang membuatku senang bukan kepalang adalah, ternyata belanja kali ini aku diantar mas Danu yang katanya mau bertemu teman. Yaa ... kalian taulah itu cuma alibi. Meskipun weekend, untung saja swalayan yang ku datangi sedang sepi, jadi belanjanya tidak memakan waktu lama. Hanya sekitar empat puluh lima menit. "Tadi Laila pesan katanya j
"Lihatlah Mina! Betapa suamiku sangat membanggakan aku di depanmu yang bahkan sedang mengandung anaknya. Kamu hanyalah wanita penghibur saat suamiku merasa bosan. Level kita terlalu jauh, Sayang," ucapku dengan tatapan merendahkan. "Maasss ... mana janjimu yang bakal bikin aku bahagia? Aku lagi hamil anak kamu, Mas. Aku butuh dukungan, aku disiksa disini," ucap Mina berderai air mata. Melihat Mina menangis dan memasang wajah sedih membuat mas Danu melunak. Dia menyugar rambutnya kasar, lalu menghela napas berat. "Tolonglah, Mina, jangan buat masalah disini. Siapa yang nyiksa kamu? Jelas-jelas kamu yang dengan entengnya nampar kak Ica," jawab mas Danu melembut."Mas ... aku seharian ini di siksa sama kak Ica dan Jesna. Padahal mereka tau aku lagi hamil, tapi aku nggak di bolehin istirahat. Kalau aku keguguran gimana?" Mina menangis tergugu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Fiuuhhh ... drama sekali perempuan ini!"Ap
"Eh ada Tante Ica ... Kangen banget ih," teriak Jesna dari arah tangga. Jesna berlari dengan girangnya menghampiri Kak Ica lalu mereka berpelukan untuk beberapa saat. "Iya ... Tante juga kangen. Jesna kabar baik, Sayang?" tanya kak Ica lembut. "Baik, Tante. Jesna sehat." Kemudian Jesna mendekati Mina dan merangkul pundaknya. "Ini nih Tante ulat bulu yang Jesna maksud, Tante udah kenalan?" tanya Jesna dengan raut wajah mengejek. "Udah, Jes. Pantes aja kamu panggil ulat bulu, penampilannya aja kaya perempuan nggak bener gini. Ampun deh, Tante. Selera Papamu nggak banget," jawab kak Ica sambil bergidik. Sedangkan aku hanya berdiam diri sambil melipat tangan di depan dada. Pertunjukan ini sangat menyenangkan dan sayang untuk di lewatkan. "Hentikan! Kalian tidak berhak menghinaku. Yang di dalam perut ini juga anak mas Danu ... sama seperti Jesna. Kalau bu Laila bisa jadi istri yang baik, mana mungkin mas Danu selingkuh dengank
Meskipun dalam keadaan kesal mau tidak mau Mina tetap berangkat untuk membeli nasi uduk. Berulang kali aku melihat Mina mencuri pandang ke arah mas Danu untuk meminta pembelaan, tapi berulang kali juga mas Danu memilih acuh dan melanjutkan sarapannya. Biasanya kami sekeluarga tidak pernah protes dengan hidangan apapun yang disediakan oleh Mina, karena masakannya tergolong enak dan pas untuk lidah kami yang pecinta pedas. Tapi mungkin mulai sekarang Jesna akan mulai rewel dan banyak protes pada Mina mengenai banyak hal, sebagai bentuk balas dendamnya pada Mina. "Papa berangkat ya, Ma," pamit mas Danu. Dia hendak mencium keningku, tapi aku mundur beberapa langkah untuk menghindarinya. "Ma ... sekali saja," pinta mas Danu dengan wajah memelas. Mencium kening sudah seperti ritual kami saat mas Danu akan berangkat kerja. Tapi kali ini rasanya aku jijik ketika mengingat bibir itu telah dia gunakan untuk mencium wanita lai
“Jadi sekarang mereka sudah tau tentang hal ini?" tanya mas Danu. "Aku memberitahu mereka semalam, bagiku itu lebih baik dari pada mereka tau masalah ini dari orang lain. Lebih baik aku jujur saja kan?" Aku tetap santai dan tenang, meskipun hatiku sudah hancur dan tubuhku rasanya mengawang, tapi aku harus tetap tenang. Karena emosi hanya akan membawaku pada penyesalan nantinya."Bersikaplah biasa saja, jangan terlalu menonjol agar Gema dan Jesna tidak terlalu membencimu," ucapku yang kemudian berdiri dan menghampiri Mina di dapur. Rupanya Jesna sedang mengawasi Mina memasak. Putriku itu memang gadis yang pemberani dan tangguh. Dia tidak akan membiarkan orang lain bahagia setelah merusak kebahagiaannya."Sayang ngapain disini?" tanyaku sambil membelai rambutnya. "Ngawasin dia masak, Mah. Nanti kalau nggak di awasin pasti ngelunjak males-malesan. Mentang-mentang udah bisa ngerebut hati Papa," jawab putriku sambil melirik sinis kearah Min
Kami tampak bahagia dan saling mencintai. Tapi dasarnya akulah yang terlalu naif ... mempercayai seseorang yang baru ku kenal hanya karena penampilannya yang lugu, hingga akhirnya orang itulah yang merusak rumah tanggaku. Di dalam kamar aku hanya diam sambil mengamati sekeliling ruangan. Entah mengapa, aku tidak bisa menangis, meskipun sakit yang kurasakan rasanya hampir mencekik, tapi setetespun tidak ada air mata yang keluar. Mungkin aku terlalu marah hingga rasanya enggan menangisi penghianatan mas Danu, yang ada hanyalah rasa dendam dan kecewa. "Laila ...." panggil mas Danu dari balik pintu. "Bisa bicara sebentar?""Masuklah," "Mama yakin dengan keputusan Mama? Mama ikhlas Papa menikahi Mina?" tanya mas Danu dengan raut wajah sendu. Mas Danu menggenggam tangaku erat dan menatap mataku nanar."Iya, aku yakin!""Pikirkan lagi, Ma. Kalau Papa menikahi Mina anak-anak bagaimana?" "Kenapa baru sekarang mempertanya
"Ternyata kamu mengulanginya lagi, Mas," ucapku dengan tatapan dingin ke arah mas Danu. "Sayang ini cuma salah paham. Papa bisa jelasin semuanya." Mas Danu berusaha mendekat dan meraih tanganku tapi dengan cepat aku menepisnya. "Lima belas tahun lalu aku memaafkanmu dan memberimu kesempatan demi anak-anak, tapi ternyata ini balasanmu, Mas? Apa harta membuatmu silau dan berfikir bisa memiliki semua yang kamu inginkan termasuk wanita? Sekarang aku mau Mas mengatakan yang sebenanya. Jangan ada yang di tutup-tutupi lagi," ucapku dengan tenang, meskipun hatiku sakit bak teriris sembilu tapi aku harus kuat dan tidak boleh gegabah. Ada anak-anak yang harus ku jaga perasaannya. Bagiku percuma menghabiskan energi untuk memaki kedua manusia tak beradab di hadapanku ini, toh tidak akan merubah kenyataan bahwa mas Danu sudah menghianatiku untuk yang kedua kalinya. "Jelaskan, Mas! Sejak kapan kalian berhubungan seperti ini. Jangan diam saja seperti pengecu