*Happy Reading*Yang Arletta ingat adalah, kesadarannya menurun drastis saat memejamkan mata ketika Arkana banting stir ke kolong mobil kontainer. Setelahnya, seruan Arkana yang memanggil namanya dengan panik. Bayang wajah gusar Arkana dan tangisnya samar terbayang. Lalu, Arkana yang menyetir tapi sambil terus memegang tangannya erat dan sesekali mencium bagian punggungnya. Setelah itu blas tak ada ingatan lagi. Arletta tidak tahu Arkana membawanya ke mana, apa saja yang terjadi dan apa saja yang dia lakukan pria itu atau siapa pun yang menolongnya. Yang jelas, saat kesadarannya kembali, nyeri dan denyut pening yang pertama kali terasa. Arletta melenguh pelan. Kemudian sedikit demi sedikit mengumpulkan semua energi dan kesadarannya lagi, lalu membuka mata perlahan. Atap ruangan megah yang pertama kali menyambutnya. Arletta mengerjap lagi dan mulai meliarkan pandangannya pada sekeliling. Masih kemegahan yang Arletta temukan dan barang-barang malah lainnya. Arletta menurunkan lagi pa
*Happy Reading*"Kamu mengenalku?" tanya Frans kemudian. Tetapi tak menunjukan ekspresi berlebihan. Masih tetap datar dan ... dingin."Aku sebenarnya tidak mengenalmu. Tapi, aku pernah melihatmu sekali sekitar sepuluh tahun yang lalu."Frans menatap Arletta dengan intens. Seakan mengingat wajahnya dan mencoba menggali memory tentang gadis itu di masa lalu. Siapa tahu memang pernah bertemu. Tetapi sejauh apa pun Fran menggali, Frans benar-benar tak menemukan satu pun memory tersebut."Aku tidak ingat," ungkap Frans jujur."Tentu saja kau tak ingat. Karena waktu itu hanya aku yang melihatmu. Sementara kamu, fokus melawan rivalmu di arena tarung."Arena tarung?Lalu, Arletta pun menyebutkan sebuah nama tempat latihan muang thai. Dan nama tersebut sangat famillier di telinga Frans. "Aku juniormu di sana Frans.""Benarkah?""Ya! Kau boleh tanyakan pada guru tentang data-dataku." Arletta meyakinkan. "Tapi ... aku merasa tidak pernah melihatmu sebelumnya," ungkap Frans lagi masih penasaran
*Happy Reading*"Jadi, kamu satu perguruan ya, dengan Frans, anak buah Pak Arjuna itu?" tanya Arkana saat menemani Arletta makan malam. "Entah bisa dibilang begitu atau nggak. Soalnya, aku kan masuk setelah Frans keluar." Arletta menjawab seadanya. Di sela kunyahan makan malamnya.Arkana mengangguk angguk mengerti. Lalu, menyeka sudut bibir Arletta sejenak, yang terdapat sisa makanan. Setelah itu, kembali menyuapi istrinya dengan telaten.Sebenarnya, Arletta sudah bilang bahwa dia bisa makan sendiri. Tetapi, bukan Arkana namanya kalau tidak modus. Dengan berbagai alasan, dia pun melarang Arletta makan sendiri dan bersikukuh menyuapi gadis itu. "Biar kita kek suami istri beneran, Luv. Romantis juga kan, kalau saling suap-suapan kek gini?"Sakarepmu! Meski jengah, akhirnya Arletta pun mengalah saja. Toh, dia juga belum ada tenaga ekstra untuk mendebat suaminya. Jadi biarin aja udah. Kali-kali bikin reader senang gak ada salahnya, kan?"Tapi kamu hebat loh, Luv. Cuma sekali ketemu dan
*Happy Reading*"Hallo, Kan? Karmilla hilang! Lo bisa bantu gue nyari dia, gak?"Apa?!Arletta langsung bangun dan duduk dengan tegak, setelah mendengar kabar mengejutkan barusan dari Elkava. "Hilang? Hilang gimana maksud lo?" cecarnya kemudian. "Loh, kok ... elo, Le?" Elkava pun tak kalah terkejut kala mendengar suara Arletta yang menyahutinya. Pria itu memang belum diberitahu Arkana perihal Arletta yang sudah siuman. "Lo udah bangun? Kok, gak kasih tahu gue?""Gak usah alihin topik. Jelaskan! Apa maksud lo tadi? Karmilla hilang? Maksudnya?" Arletta makin mendesak Elkava. Hening tercipta. Elkava tak segera memberi jawaban. Mungkin pria itu saat ini tengah dilema. Antara memberitahu Arletta yang sebenarnya, atau menyembunyikannya demi kondisi Arletta yang masih belum fit. "Kav? Jangan diem aja. Jelasin! Karmilla kenapa?" Namun, bukan Arletta memang namanya jika akan patuh dan perduli akan kondisinya sendiri."Milla gak papa--""Kav!"Elkava yang sebenarnya ingin berbohong pun ke
*Happy Reading*Karmilla berusaha berlari secepat yang dia bisa. Meski tertatih dan terseok-seok dengan kaki telanjang yang sudah terluka, Karmilla terus berlari dan berusaha mencari tempat sembunyi yang aman. Di mana dia saat ini pun, Karmilla tidak tahu. Dia dari tadi terus berlari, berlari dan berlari demi menghindari orang-orang yang berniat menangkapnya. Sebenarnya, Karmilla juga bisa ilmu bela diri. Tetapi hanya sedikit. Hanya sekedar untuk membela diri dan membalas jika bertemu orang-orang semacam pria hidung belang. Namun, masalahnya adalah, saat ini yang dia hadapi bukan pria hidung belang yang bertangan nakal. Melainkan orang jahat yang pastinya punya ilmu bela diri lebih mumpuni. Jelas Karmilla tak akan bisa melawannya. Karenanya, dari pada mati konyol Karmilla pun memilih kabur dan menghindar saja. Dia bukan Arletta yang pasti bisa melawan orang-orang itu. Akan tetapi, harus ke mana dia pergi sekarang?Kondisi yang larut dan paska hujan membuat keadaan sekitarnya semaki
*Happy Reading*Beberapa jam sebelumnya. "Kenapa sih, kamu gak serahin aja semuanya sama Elkava dan anak buahnya. Mas yakin, dia pasti bisa menemukan Karmilla." Arkana masih mendebat Arletta diperjalanan menuju lokasi yang di share Elkava. "Kalau memang dia butuh bantuan. Mas bisa minta tolong ayah untuk mengirimkan orang buat bantu Elkava. Atau kalau perlu, kita juga bisa minta tolong Pak Arjuna untuk bantu mencari Karmilla. Mas yakin, Karmilla pasti akan segera ditemukan. Anak buah Pak Arjuna kan banyak. Kamu gak harus turun tangan sendiri begini jadinya," imbuhnya lagi. Masih tak bisa menerima keputusan Arletta. "Milla pasti sedang ketakutan sekali saat ini. Di matanya, anak buah Elkava, ayah Yudis, Pak Arjuna, bahkan Joshua tidak ada bedanya sama sekali. Dia tidak akan bisa membedakan mana kawan, mana lawan saat seperti ini. Karena memang, tampilan semua bawahan itu biasanya sama saja, kan?"Benar, juga! Arkana baru terpikirkan hal tersebut."Sebanyak apa pun orang kita mencari
*Happy Reading*"Tunggu di sana. Gue amanin sekitar dulu!" titah tegas Elkava. Setelah Arletta memberitahukannya tentang lokasinya dan Milla saat ini. "Okeh." Arletta hanya menyahut singkat sebelum memutuskan sambungan telepon.Arletta lalu melirik gadis yang saat ini sedang ditemani Kinan. Masih berusaha ditenangkan karena terus terlihat resah dan gusar. Arletta pun kembali merepih melihat kondisinya.Mata gadis itu sembab paska menangis hebat barusan. Pakaiannya lusuh, kaki telanjang yang berdarah, juga beberapa luka lecet di tangan dan kakinya yang biasa terawat. Rasa bersalah kembali menyeruak dalam hati Arletta."Bagaimana?" tanya seseorang tiba-tiba meminta atensi Arletta. "Sedang mengamankan tempat ini terlebih dahulu. Setelah itu baru menjemput kami." Arletta menjawab tanpa menoleh pada sang penanya. Karena sudah tahu siapa dia. Itu adalah Pak Chakra. "Kalau begitu, apa sekarang saya sudah boleh bertanya. Apa sebenarnya yang terjadi? Dan siapa orang-orang yang mengejar gadi
*Happy Reading*Arletta seperti mengalami dejavu saat keesokan harinya membuka mata. Di sambut langit-langit ruangan yang megah, barang-barang mahal di sekitar dan dikelilingi alat medis. Hanya saja kali ini minus Arkana yang tertidur di samping tempat tidurnya. Ke mana pria itu?"Baiklah. Kali ini saya maafkan kalian. Tapi lain kali, jangan salahkan kami jika akhirnya angkat tangan menolong kalian."Samar, Arletta mendengar suara Pak Arjuna di balik pintu yang ada di ruangan tersebut."Baik, Pak. Saya mengerti. Terima kasih sebelumnya." Suara Arkana pun turut terdengar dari sana. Mungkinkah pria itu sedang di sidang pemilik rumah akibat ulahnya semalam? Semalam? Ah, iya. Semalam bagaimana selanjutnya? Apa yang terjadi? Dan bagaimana pula kondisi Milla? Apa ... mereka baik-baik saja? "Frans kita kembali." Suara Pak Arjuna kembali terdengar."Baik Tuan!"Lalu hening. Hanya derap langkah terdengar pelan mulai menjauh. "Ah, iya." Suara derap langkah tiba-tiba terhenti, disusul suar