*Happy Reading*"Hallo, Kan? Karmilla hilang! Lo bisa bantu gue nyari dia, gak?"Apa?!Arletta langsung bangun dan duduk dengan tegak, setelah mendengar kabar mengejutkan barusan dari Elkava. "Hilang? Hilang gimana maksud lo?" cecarnya kemudian. "Loh, kok ... elo, Le?" Elkava pun tak kalah terkejut kala mendengar suara Arletta yang menyahutinya. Pria itu memang belum diberitahu Arkana perihal Arletta yang sudah siuman. "Lo udah bangun? Kok, gak kasih tahu gue?""Gak usah alihin topik. Jelaskan! Apa maksud lo tadi? Karmilla hilang? Maksudnya?" Arletta makin mendesak Elkava. Hening tercipta. Elkava tak segera memberi jawaban. Mungkin pria itu saat ini tengah dilema. Antara memberitahu Arletta yang sebenarnya, atau menyembunyikannya demi kondisi Arletta yang masih belum fit. "Kav? Jangan diem aja. Jelasin! Karmilla kenapa?" Namun, bukan Arletta memang namanya jika akan patuh dan perduli akan kondisinya sendiri."Milla gak papa--""Kav!"Elkava yang sebenarnya ingin berbohong pun ke
*Happy Reading*Karmilla berusaha berlari secepat yang dia bisa. Meski tertatih dan terseok-seok dengan kaki telanjang yang sudah terluka, Karmilla terus berlari dan berusaha mencari tempat sembunyi yang aman. Di mana dia saat ini pun, Karmilla tidak tahu. Dia dari tadi terus berlari, berlari dan berlari demi menghindari orang-orang yang berniat menangkapnya. Sebenarnya, Karmilla juga bisa ilmu bela diri. Tetapi hanya sedikit. Hanya sekedar untuk membela diri dan membalas jika bertemu orang-orang semacam pria hidung belang. Namun, masalahnya adalah, saat ini yang dia hadapi bukan pria hidung belang yang bertangan nakal. Melainkan orang jahat yang pastinya punya ilmu bela diri lebih mumpuni. Jelas Karmilla tak akan bisa melawannya. Karenanya, dari pada mati konyol Karmilla pun memilih kabur dan menghindar saja. Dia bukan Arletta yang pasti bisa melawan orang-orang itu. Akan tetapi, harus ke mana dia pergi sekarang?Kondisi yang larut dan paska hujan membuat keadaan sekitarnya semaki
*Happy Reading*Beberapa jam sebelumnya. "Kenapa sih, kamu gak serahin aja semuanya sama Elkava dan anak buahnya. Mas yakin, dia pasti bisa menemukan Karmilla." Arkana masih mendebat Arletta diperjalanan menuju lokasi yang di share Elkava. "Kalau memang dia butuh bantuan. Mas bisa minta tolong ayah untuk mengirimkan orang buat bantu Elkava. Atau kalau perlu, kita juga bisa minta tolong Pak Arjuna untuk bantu mencari Karmilla. Mas yakin, Karmilla pasti akan segera ditemukan. Anak buah Pak Arjuna kan banyak. Kamu gak harus turun tangan sendiri begini jadinya," imbuhnya lagi. Masih tak bisa menerima keputusan Arletta. "Milla pasti sedang ketakutan sekali saat ini. Di matanya, anak buah Elkava, ayah Yudis, Pak Arjuna, bahkan Joshua tidak ada bedanya sama sekali. Dia tidak akan bisa membedakan mana kawan, mana lawan saat seperti ini. Karena memang, tampilan semua bawahan itu biasanya sama saja, kan?"Benar, juga! Arkana baru terpikirkan hal tersebut."Sebanyak apa pun orang kita mencari
*Happy Reading*"Tunggu di sana. Gue amanin sekitar dulu!" titah tegas Elkava. Setelah Arletta memberitahukannya tentang lokasinya dan Milla saat ini. "Okeh." Arletta hanya menyahut singkat sebelum memutuskan sambungan telepon.Arletta lalu melirik gadis yang saat ini sedang ditemani Kinan. Masih berusaha ditenangkan karena terus terlihat resah dan gusar. Arletta pun kembali merepih melihat kondisinya.Mata gadis itu sembab paska menangis hebat barusan. Pakaiannya lusuh, kaki telanjang yang berdarah, juga beberapa luka lecet di tangan dan kakinya yang biasa terawat. Rasa bersalah kembali menyeruak dalam hati Arletta."Bagaimana?" tanya seseorang tiba-tiba meminta atensi Arletta. "Sedang mengamankan tempat ini terlebih dahulu. Setelah itu baru menjemput kami." Arletta menjawab tanpa menoleh pada sang penanya. Karena sudah tahu siapa dia. Itu adalah Pak Chakra. "Kalau begitu, apa sekarang saya sudah boleh bertanya. Apa sebenarnya yang terjadi? Dan siapa orang-orang yang mengejar gadi
*Happy Reading*Arletta seperti mengalami dejavu saat keesokan harinya membuka mata. Di sambut langit-langit ruangan yang megah, barang-barang mahal di sekitar dan dikelilingi alat medis. Hanya saja kali ini minus Arkana yang tertidur di samping tempat tidurnya. Ke mana pria itu?"Baiklah. Kali ini saya maafkan kalian. Tapi lain kali, jangan salahkan kami jika akhirnya angkat tangan menolong kalian."Samar, Arletta mendengar suara Pak Arjuna di balik pintu yang ada di ruangan tersebut."Baik, Pak. Saya mengerti. Terima kasih sebelumnya." Suara Arkana pun turut terdengar dari sana. Mungkinkah pria itu sedang di sidang pemilik rumah akibat ulahnya semalam? Semalam? Ah, iya. Semalam bagaimana selanjutnya? Apa yang terjadi? Dan bagaimana pula kondisi Milla? Apa ... mereka baik-baik saja? "Frans kita kembali." Suara Pak Arjuna kembali terdengar."Baik Tuan!"Lalu hening. Hanya derap langkah terdengar pelan mulai menjauh. "Ah, iya." Suara derap langkah tiba-tiba terhenti, disusul suar
*Happy Reading*"Mengakuisisi perusahaan dan berinvestasi? Hal apa lagi yang masih kamu sembunyikan, Sayang?" ... Arletta harus menghadapi tanya dan tatapan Arkana yang syarat akan rasa ingin tahu. "Gak usah kaget gitu kali, Mas." Arletta memutar mata malas. "Kamu kan tahu, aku memang terjun ke dunia bisnis sekarang. Jadi perihal akuisisi, investasi, dan semacamnya adalah hal umum yang dilakukan pelaku bisnis, kan? Jadi, gak usah sok kaget, okeh.""Tapi--""Kecuali kamu sudah ada niat terjun ke dunia bisnis juga. Mari kita debatkan hal ini," sela Arletta cepat. Membuat Arkana terdiam gemas. Kenapa Arkana merasa orang sekitarnya mulai menyindir pekerjaannya. Kemarin Elkava, sekarang Arletta. Apa mereka memang bersekongkol ingin menarik Arkana terjun ke dunia bisnis? Eh tapi kan ...."Usaha studio Mas juga termasuk bisnis, Sayang. Kenapa kamu bicara seolah-olah Mas gak punya usaha dan cuma hobby menghamburkan uang saja?" ucap Arkana tak terima. "Ya, usaha kamu juga bisa di bilang bis
*Happy Reading*"Cucu?" Kedatangan Arletta di sambut antusias oleh sang nenek di rumah sakit. Langsung dipeluk erat sekali. Seakan Arletta bisa hilang kapan saja. "Cucu kenapa baru datang? Uti kangen.""Aku baru tiba dari Jakarta, Nek."Ya, Arletta memang memutuskan langsung pergi ke Rumah sakit. Sesampainya dia di kota kelahiran Arkana. Mengabaikan teguran sang suami yang menginginkannya istirahat sejenak untuk menghilangkan lelah. Tetapi, buat apa? Mereka pulang di antar Helikopter Pak Arjuna. Di perjalanan hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam dan 30 menit dari hotel tempat landasan sampai ke rumah sakit. Jadi, mana ada capeknya? Itu juga kenapa, Arletta langsung memutuskan ke rumah sakit menjenguk sang kakek."Begitu? Masih capek berarti. Ayo sini duduk," balas sang nenek. Membimbing Arletta dan Arkana ke sebuah sofa yang ada di sana. Namun, entah kenapa Arletta malah tertarik pada seorang perawat yang juga ada di sana, bersiap menyuntikan sesuatu ada selang infus Kakek
*Happy Reading*Ternyata Adiyaksa dalang dibalik semua ini. Pantas saja Pak Arjuna saat itu mewanti-wanti agar segera membereskan Adiyaksa. Ternyata, dia memang sudah tak tertolong. "Lalu, bagaimana sekarang? Kamu punya ide?" tanya Arkana, meminta pendapat Arletta setelah tadi ikut menyimak kesaksian dua orang yang kini masih bersimpuh di lantai ruangan Ayah Yudis. "Adiyaksa ingin kabar kematian Kakek, kan? Maka berikan apa yang dia mau," jawab Arletta datar."Maksudnya?" tanya Arkana lagi makin penasaran. Namun, bukannya menjawab. Arletta malah tersenyum misterius dengan tatapan yang juga tak kalah misterius. Arkana saja sampai merinding dibuatnya. Pria itu tak dapat menebak pasti apa yang akan Arletta untuk menyelesaikan masalah ini. Ah, Arletta memang tak akan bisa ditebak dengan mudah. "Luv, jangan bikin orang penasaran," tegur Arkana kemudian. Sayangnya, Arletta seperti enggan menjelaskan apa pun. Hanya tersenyum saja, lalu beranjak mendekati ke arah dua tersangka yang ada