*Happy Reading*Beberapa jam sebelumnya. "Kenapa sih, kamu gak serahin aja semuanya sama Elkava dan anak buahnya. Mas yakin, dia pasti bisa menemukan Karmilla." Arkana masih mendebat Arletta diperjalanan menuju lokasi yang di share Elkava. "Kalau memang dia butuh bantuan. Mas bisa minta tolong ayah untuk mengirimkan orang buat bantu Elkava. Atau kalau perlu, kita juga bisa minta tolong Pak Arjuna untuk bantu mencari Karmilla. Mas yakin, Karmilla pasti akan segera ditemukan. Anak buah Pak Arjuna kan banyak. Kamu gak harus turun tangan sendiri begini jadinya," imbuhnya lagi. Masih tak bisa menerima keputusan Arletta. "Milla pasti sedang ketakutan sekali saat ini. Di matanya, anak buah Elkava, ayah Yudis, Pak Arjuna, bahkan Joshua tidak ada bedanya sama sekali. Dia tidak akan bisa membedakan mana kawan, mana lawan saat seperti ini. Karena memang, tampilan semua bawahan itu biasanya sama saja, kan?"Benar, juga! Arkana baru terpikirkan hal tersebut."Sebanyak apa pun orang kita mencari
*Happy Reading*"Tunggu di sana. Gue amanin sekitar dulu!" titah tegas Elkava. Setelah Arletta memberitahukannya tentang lokasinya dan Milla saat ini. "Okeh." Arletta hanya menyahut singkat sebelum memutuskan sambungan telepon.Arletta lalu melirik gadis yang saat ini sedang ditemani Kinan. Masih berusaha ditenangkan karena terus terlihat resah dan gusar. Arletta pun kembali merepih melihat kondisinya.Mata gadis itu sembab paska menangis hebat barusan. Pakaiannya lusuh, kaki telanjang yang berdarah, juga beberapa luka lecet di tangan dan kakinya yang biasa terawat. Rasa bersalah kembali menyeruak dalam hati Arletta."Bagaimana?" tanya seseorang tiba-tiba meminta atensi Arletta. "Sedang mengamankan tempat ini terlebih dahulu. Setelah itu baru menjemput kami." Arletta menjawab tanpa menoleh pada sang penanya. Karena sudah tahu siapa dia. Itu adalah Pak Chakra. "Kalau begitu, apa sekarang saya sudah boleh bertanya. Apa sebenarnya yang terjadi? Dan siapa orang-orang yang mengejar gadi
*Happy Reading*Arletta seperti mengalami dejavu saat keesokan harinya membuka mata. Di sambut langit-langit ruangan yang megah, barang-barang mahal di sekitar dan dikelilingi alat medis. Hanya saja kali ini minus Arkana yang tertidur di samping tempat tidurnya. Ke mana pria itu?"Baiklah. Kali ini saya maafkan kalian. Tapi lain kali, jangan salahkan kami jika akhirnya angkat tangan menolong kalian."Samar, Arletta mendengar suara Pak Arjuna di balik pintu yang ada di ruangan tersebut."Baik, Pak. Saya mengerti. Terima kasih sebelumnya." Suara Arkana pun turut terdengar dari sana. Mungkinkah pria itu sedang di sidang pemilik rumah akibat ulahnya semalam? Semalam? Ah, iya. Semalam bagaimana selanjutnya? Apa yang terjadi? Dan bagaimana pula kondisi Milla? Apa ... mereka baik-baik saja? "Frans kita kembali." Suara Pak Arjuna kembali terdengar."Baik Tuan!"Lalu hening. Hanya derap langkah terdengar pelan mulai menjauh. "Ah, iya." Suara derap langkah tiba-tiba terhenti, disusul suar
*Happy Reading*"Mengakuisisi perusahaan dan berinvestasi? Hal apa lagi yang masih kamu sembunyikan, Sayang?" ... Arletta harus menghadapi tanya dan tatapan Arkana yang syarat akan rasa ingin tahu. "Gak usah kaget gitu kali, Mas." Arletta memutar mata malas. "Kamu kan tahu, aku memang terjun ke dunia bisnis sekarang. Jadi perihal akuisisi, investasi, dan semacamnya adalah hal umum yang dilakukan pelaku bisnis, kan? Jadi, gak usah sok kaget, okeh.""Tapi--""Kecuali kamu sudah ada niat terjun ke dunia bisnis juga. Mari kita debatkan hal ini," sela Arletta cepat. Membuat Arkana terdiam gemas. Kenapa Arkana merasa orang sekitarnya mulai menyindir pekerjaannya. Kemarin Elkava, sekarang Arletta. Apa mereka memang bersekongkol ingin menarik Arkana terjun ke dunia bisnis? Eh tapi kan ...."Usaha studio Mas juga termasuk bisnis, Sayang. Kenapa kamu bicara seolah-olah Mas gak punya usaha dan cuma hobby menghamburkan uang saja?" ucap Arkana tak terima. "Ya, usaha kamu juga bisa di bilang bis
*Happy Reading*"Cucu?" Kedatangan Arletta di sambut antusias oleh sang nenek di rumah sakit. Langsung dipeluk erat sekali. Seakan Arletta bisa hilang kapan saja. "Cucu kenapa baru datang? Uti kangen.""Aku baru tiba dari Jakarta, Nek."Ya, Arletta memang memutuskan langsung pergi ke Rumah sakit. Sesampainya dia di kota kelahiran Arkana. Mengabaikan teguran sang suami yang menginginkannya istirahat sejenak untuk menghilangkan lelah. Tetapi, buat apa? Mereka pulang di antar Helikopter Pak Arjuna. Di perjalanan hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam dan 30 menit dari hotel tempat landasan sampai ke rumah sakit. Jadi, mana ada capeknya? Itu juga kenapa, Arletta langsung memutuskan ke rumah sakit menjenguk sang kakek."Begitu? Masih capek berarti. Ayo sini duduk," balas sang nenek. Membimbing Arletta dan Arkana ke sebuah sofa yang ada di sana. Namun, entah kenapa Arletta malah tertarik pada seorang perawat yang juga ada di sana, bersiap menyuntikan sesuatu ada selang infus Kakek
*Happy Reading*Ternyata Adiyaksa dalang dibalik semua ini. Pantas saja Pak Arjuna saat itu mewanti-wanti agar segera membereskan Adiyaksa. Ternyata, dia memang sudah tak tertolong. "Lalu, bagaimana sekarang? Kamu punya ide?" tanya Arkana, meminta pendapat Arletta setelah tadi ikut menyimak kesaksian dua orang yang kini masih bersimpuh di lantai ruangan Ayah Yudis. "Adiyaksa ingin kabar kematian Kakek, kan? Maka berikan apa yang dia mau," jawab Arletta datar."Maksudnya?" tanya Arkana lagi makin penasaran. Namun, bukannya menjawab. Arletta malah tersenyum misterius dengan tatapan yang juga tak kalah misterius. Arkana saja sampai merinding dibuatnya. Pria itu tak dapat menebak pasti apa yang akan Arletta untuk menyelesaikan masalah ini. Ah, Arletta memang tak akan bisa ditebak dengan mudah. "Luv, jangan bikin orang penasaran," tegur Arkana kemudian. Sayangnya, Arletta seperti enggan menjelaskan apa pun. Hanya tersenyum saja, lalu beranjak mendekati ke arah dua tersangka yang ada
*Happy reading*Keesokan harinya, kabar kematian tetua Kusuma memang sampai ke telinga Adiyaksa. Namun, bertepatan dengan kabar perusahaan Setiawan yang menarik seluruh Investasinya dari Kusuma Group dan membatalkan seluruh kontrak kerja sama antara mereka.Tentu saja, hal itu membuat Adiyaksa kalang kabut menghadapi kekisruhan perusahaan yang tiba-tiba tercipta. Karena perusahaan Setiawan adalah kasta tertinggi di kerajaan Bisnis. Hingga kejadian penarikan ini pun menjadi tanda tanya besar bagi seluruh pemegang saham. Jika Setiawan sampai menarik, bahkan membatalkan kerja sama dengan sebuah perusahaan. Itu berarti ada sesuatu yang salah di perusahaan partner tersebut. Bahkan tak jarang, nasib perusahaan yang ditinggalkan itu akan perlahan masuk ke daftar black list perusahaan lainnya. Itulah yang ditakutkan pemegang saham lainnya. Maka demi menyelamatkan diri sendiri. Para pemegang saham itu pun berlomba menarik saham mereka dari Kusuma Group. Dan demi menyelesaikan semuanya. Adiya
*Happy Reading*Sebenarnya, kondisi kakek tak terlalu parah paska insiden yang menimpanya tempo hari. Hanya saja, karena mendapatkan perawatan dan obat-obatan yang tak seharusnya. Kakek pun tak sadarkan diri lumayan lama. Lihat saja, buktinya sekarang, setelah mendapatkan perawatan dan obat-obatan yang tepat. Kakek pun sudah siuman dengan kondisi tubuh yang lebih baik. "Jadi begitu?" gumam Kakek setelah tahu kebenarannya dari Ayah Yudis dan rencana yang Arletta buat. Wajah tuanya tampak sedih dan kecewa. Pun sang nenek di sebelahnya, yang ikut mendengarkan. Bedanya, nenek bisa secara gamblang menangis tersedu menyuarakan perasaan sedih dan kecewanya. Sementara Kakek berusaha tetap tegar. "Lalu, apa rencanamu?" tanya kakek lagi pada Arletta. "Kalau kakek bertanya padaku. Tentu saja akan aku jawab. Menjebak Adiyaksa dan memasukannya ke dalam penjara atas kejahatannya yang berlapis. Tetapi, aku tahu, sebagai orang tua pasti kalian ingin memaafkan dan memberikan kesempatan lagi, lagi,