Semua orang di tempat sudah dewasa, jadi semuanya memahami arti kata "pengembalian" yang dikatakan wanita paruh baya itu.Kecuali Olivia.Olivia mengernyit sambil bertanya dengan penasaran, "Apanya yang dikembalikan?"Pertanyaan ini membuat semua orang menatap ke arahnya dengan tatapan kesal. Wanita paruh baya itu juga terdiam, tidak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan ini.Frida memukul tangan cucunya dengan kesal sambil berkata, "Anak kecil jangan menyela percakapan orang dewasa!"Olivia menarik tangannya yang agak kesakitan karena pukulan neneknya. Dia tidak mengetahui kesalahan kata apa yang dia katakan, jadi dia hanya memonyongkan bibirnya sambil berkata, "Nenek, aku bukan anak kecil, aku lebih tua setahun dari Pamela!"Frida seketika mengernyit dan berkata, "Nggak ada urusanmu di sini! Cepat pergi ke kamarmu!""Baiklah, aku diam saja!" seru Olivia.Dia tidak ingin kembali ke kamarnya, dia juga ingin tetap berada di ruang tamu untuk melihat akhir dari masalah ini.Meskipun di
Maksud Pamela, bisakah Agam lebih menjaga ucapannya di hadapan tetua keluarganya?Pamela bergeser ke satu sisi dengan kesal, untuk menjaga jarak dengan pria di sisinya.Namun, Agam tentu saja tidak membiarkannya menjauh, jadi Agam langsung merangkul gadis ini ke dalam pelukannya. Saat Pamela hendak meronta, Agam mendekat ke telinganya sambil berbisik dengan suara yang penuh kasih sekaligus mengancam, "Yang patuh, ya. Jangan gerak. Kalau nggak, Paman akan langsung menciummu di hadapan semua orang."Pamela benar-benar kesal dibuat pria ini. Pelukan Agam membuat Pamela benar-benar malu di hadapan Frida!Namun, Pamela juga tahu jelas bahwa pria ini tidak pernah asal bicara. Jika Pamela benar-benar meronta lagi, dia benar-benar akan dicium di hadapan semua orang ....'Sudahlah! Jangan melawan lagi!' pikir Pamela. Dia menyerah dan membenamkan wajahnya di dada pria itu untuk menghindari kenyataan ini. Dia menganggap dirinya tidak berada di tempat ini dan tidak ada yang melihatnya. Dia tidak i
"Selain itu, Pamela juga harus mengakui bahwa dia merebut hasil ujian putriku dan meminta maaf pada putriku di depan umum!" kata wanita paruh baya itu.Mendengar permintaan wanita itu, Pamela mengangkat kepalanya dari pelukan Agam, menoleh dan menatap wanita itu dengan tatapan konyol ....Namun, Agam malah memutar kembali kepala Pamela dengan tangannya yang besar, supaya Pamela kembali membenamkan kepalanya dalam pelukan Agam dan tidak melihat wanita yang menjijikkan itu, supaya tidak mengotori matanya.Agam melirik sekilas ke arah gadis muda yang hanya bisa menangis di sisi wanita paruh baya itu dengan tatapan dingin."Putrimu nggak pernah kuliah. Dengan riwayat pendidikannya, jelas-jelas dia nggak berkualifikasi untuk bekerja di Perusahaan Dirgantara," kata Agam.Wanita itu mengernyit dan berkata dengan kesal, "Putri saya memang nggak kuliah, tapi bukankah dia nggak bisa kuliah karena Pamela merebut posisinya?""Tuan Agam, sekarang, Pamela adalah istri Anda. Sepertinya kalian berdua
"Nala, ikuti ibu! Keluarga Dirgantara nggak manusiawi! Ibu pasti akan mencari cara lain untuk mendapatkan keadilan bagimu!" seru wanita paruh baya itu.Kemudian, dari luar, hanya terdengar suara teriakan kasar wanita paruh baya itu dan suara tangisan putrinya ....Wanita paruh baya itu dan putrinya sudah diusir ke luar, menyisakan tiga anggota Keluarga Alister yang masih bengong di dalam ruang tamu.Olivia berkacak pinggang sambil berjalan maju dan berkata dengan kesal, "Kenapa? Kalian bertiga masih belum mau pergi, ya? Mau bermalaman di Kediaman Dirgantara?"Ketiga anggota Keluarga Alister baru tersadar, mereka pun bergegas berdiri!Sebelum mereka pergi, Darius berkata dengan agak gelisah, "Nyonya, Tuan, ibu dan anak itu datang mencari masalah di tempat kami, mereka juga meminta pertanggungjawaban kami seperti ini. Hari ini, kami juga nggak berdaya, jadi kami membawanya mencari Pamela .... Kelak, kalau mereka menyinggung Keluarga Dirgantara, hal itu nggak ada hubungannya dengan Keluar
Sebelum Jovita berjalan keluar dari pintu Kediaman Dirgantara, dia menoleh dan melihat adegan ini, sehingga amarahnya hampir meledak!Atas dasar apa Pamela yang tumbuh di desa bisa mendapatkan kasih sayang dari Agam?!Awalnya, jika bukan karena gangguan Pamela, sekarang, orang yang bermanjaan dalam pelukan Agam adalah Jovita!'Tunggu saja. Masalah hari ini nggak akan berakhir seperti ini! Kalau aku nggak bisa hidup senang, jangan harap Pamela juga bisa hidup senang!' pikir Jovita....Agam menggendong Pamela ke lantai atas. Frida tersenyum sambil menatap mereka dari lantai bawah, dia pun tidak bisa menahan diri dari berkata dengan penuh emosi, "Memang benar, semua orang ada kelemahannya. Dulu, aku sama sekali nggak akan menyangka bahwa Agam juga bisa bersikap seperti ini!"Olivia mengangkat bahunya karena dia sudah lama terbiasa dengan hal itu!Selama ini, kakaknya tergila-gila dengan Pamela dan memang sudah berubah drastis.Pada saat ini, Tomi duduk di kursi roda sambil bergerak denga
Akhir-akhir ini, Pamela menyadari sebuah kebenaran, yaitu tidak boleh bersaing kekuasaan dengan pria di atas ranjang. Oleh karena itu, Pamela tidak menanggapi ucapan pria itu. Dia berkata, "Paman, jangan berulah lagi! Adsila masih menunggu panggilan dariku! Mungkin saja ada masalah mendesak. Cepat berdiri! Nanti, kita baru bahas urusanmu lagi."Kata-kata Pamela membuat pikiran Agam melayang-layang.Agam juga tidak ingin gadis ini memikirkan hal lain saat mereka sedang melakukannya. Dia pun berdiri dan melepaskan gadis ini untuk sementara.Pamela bergegas berdiri dan mencari ponselnya. Dia berlari ke kamar mandi dan mengunci pintunya, lalu menghubungi Adsila.Jika dia tidak mengunci pintu, Agam pasti akan masuk dan menyerangnya.Panggilan ini langsung terhubung. Suara Adsila terdengar sangat bersemangat, seakan-akan dia terus menunggu panggilan Pamela. "Bibi, tadi kamu ngapain? Aku sudah menghubungimu berkali-kali, tapi kamu nggak menerima panggilanku!""Aku meninggalkan ponselku di kam
Pamela tersipu oleh kata-kata penuh arti pria itu, "Agam, kamu ...."Agam mencondongkan badan menyentuh dahi Pamela sembari bertanya, "Aku kenapa? Hm?"Pamela memelototinya, "Kamu ... jangan keterlaluan! Kalau begini terus, aku benar-benar akan marah!" bentaknya.Pria itu mencium lembut ujung hidung Pamela, tangan besarnya menyentuh kepala kecil Pamela sembari berkata, "Baiklah, nggak aku ganggu lagi. Sana, ganti baju. Malam hari sangat dingin di luar, pakai yang tebal. Paman antar ke rumah Keluarga Andonis.""Gitu dong!" Pamela menghela napas, berjalan melewati pria itu menuju lemari pakaian untuk mengambil baju ganti.Saat hendak melepaskan kaus dan menggantinya dengan sweter, ketika bajunya terangkat sampai pinggang, dia merasakan seorang pria dalam kamar itu terus menatapnya.Pamela berbalik menatap Agam, dia mengerutkan kening berseru, "Paman, berbaliklah!""Segan amat?" komentar Agam, dia berdiri dengan malas, kedua tangan dalam saku celana, menatap Pamela sambil tersenyum.Mante
Adsila terkekeh sambil berkata, "Karena foto pernikahan kalian sudah keluar! Tante, foto pernikahan itu memang seharusnya diperlihatkan di upacara pernikahan, tapi upacara pernikahan kalian 'kan sudah lewat, sedangkan foto pernikahan baru menyusul. Jadi aku mengundang semua orang untuk melihatnya! Kalau nggak, sia-sia dong foto pernikahannya!"Sudut mulut Pamela terangkat.Sejak awal, pengambilan foto pernikahan memang bukan niat Pamela, Adsila yang menyeretnya. Tadinya Pamela berpikir boleh juga foto pernikahannya dijadikan kenang-kenangan, tak disangka malah diperlihatkan pada semua orang ....Derry yang duduk di sofa mengangkat tangan, melambai dengan malas sembari bercanda, "Agam, kamu dan Pamela selaku pemeran utama selalu datang paling lambat. Nggak bisa, kamu harus dihukum!"Agam berjalan mendekat, ikut duduk di sofa, kemudian menjawab, "Aku nggak senggang sepertimu!"Derry mengangkat bahu acuh tak acuh, kemudian berkata, "Iya, aku si jomblo, tentu banyak waktu senggang!"Eric m
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen