Fabian mengangguk dengan wajah masam sambil berkata, "Aku tahu Pak Phillip orang yang membenci kebohongan, sama sepertiku. Kalau sampai kelak aku tahu kamu berbohong atas kejadian hari ini, aku nggak akan melepaskanmu."Phillip mengangguk sambil menjawab, "Aku terima."Entah apa yang dibicarakan kedua pria itu, Lesti terus memperhatikan mereka, tetapi tak sedikit pun pembicaraan mereka terdengar olehnya, dia terus berjalan bolak-balik di depan pintu kamar rawat Dian dengan cemas."Ibu sudah gila, ya? Kok bisa-bisanya Ibu mengirim Phillip ke kamar Dian?""Atau ada yang salah dengan pikiran Ibu? Jelas-jelas Ibu tahu, putrimu ini menyukai Phillip, kenapa kesempatan bagus ini malah Ibu berikan pada wanita sialan itu?"Ririn bertanya pada ibunya dengan wajah putus asa, "Mungkinkah Ibu sudah kecanduan menjadi ibu tiri? Apa Ibu benar-benar menganggap diri Ibu sebagai ibu dari wanita itu?""Sebenarnya apa yang ada di pikiran Ibu?"Ririn benar-benar putus asa. Membayangkan pria yang disukainya
Raut wajah Fabian sangat jelek. "Sudahlah, jangan banyak bicara lagi, kejadian ini nggak ada hubungannya dengan Phillip. Siapa pun yang membocorkan kejadian hari ini harus keluar dari kediaman Keluarga Sandiga. Ingat itu."Lesti seolah tidak mengerti, "Fabian, apa maksudmu?""Bukankah kita sekeluarga? Mana mungkin kami membocorkan kejadian ini? Kami bahkan nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi."Meskipun berkeringat dingin di bagian belakang lehernya, Lesti tetap melawan Fabian dengan keras kepala.Dia tahu dia tidak bisa menyerah sekarang. Begitu dia merasa bersalah, Fabian pasti akan menyalahkannya atas kejadian ini.Ririn bahkan membela ibunya, "Ayah, ucapan Ayah keterlaluan. Apa Ayah akan membuang ikatan keluarga yang sudah kita jalin selama ini?""Ucapan Ayah benar-benar menyakiti kami."Ibu-anak itu menangis tersedu-sedu, sementara Dian belum sadarkan diri, kepala Fabian sampai berdenyut."Sudahlah, apa belum cukup memalukan?""Nanti kita bicarakan di rumah saja."Melihat ekspre
"Kamu tahu seberapa besar pengorbananku untuk keluarga ini, tapi sekarang kamu menyalahkanku atas semuanya hanya karena Dian.""Benar, nama belakangku bukan Sandiga, tapi dengan segala pengorbananku, apa aku masih belum layak dianggap sebagai anggota Keluarga Sandiga?"Fabian memeluk Lesti sembari menepuk punggungnya, "Sudahlah, aku yang salah bicara, aku nggak bermaksud seperti itu, aku hanya terlalu cemas. Ada orang luar di sini, beri muka untukku, oke?"Fabian menghiburnya lagi, Lesti pun berhenti menangis, tapi dia terlihat pucat dan lemah."Setelah mengantar Dian ke rumah sakit, kamu juga sekalian periksakan kesehatanmu, kamu terlihat pucat," kata Fabian. Setelah itu, dia menoleh ke arah Ririn sambil berkata, "Ririn, kemarilah, papah ibumu."Namun tak disangka, seluruh pikiran Ririn tertuju pada Phillip. Dia menatapnya dengan cermat, seolah takut ada ekspresi yang luput dari pengamatannya. Phillip tentu menyadari tatapan itu, tetapi memilih mengabaikannya.Tatapan Ririn membuatnya
"Lesti, katakan yang sejujurnya, apa kejadian hari ini ada hubungannya denganmu?"Jari-jari Lesti membeku di bahu Fabian. Dia ingin menarik kembali tangannya, tapi Fabian menangkapnya. Dia menjawab dengan senyuman canggung di wajahnya, "Apa maksudmu? Bukankah sebelumnya aku sudah menjelaskannya padamu?""Kenapa kamu masih menanyakannya?"Fabian mengamati wajahnya dengan cermat, tidak ingin ada ekspresi yang luput dari pengamatannya."Bagaimanapun juga Dian putriku, aku paling memahami karakternya, dia nggak mungkin melakukan hal seperti ini.""Sekalipun suka bersenang-senang, dia nggak akan main-main dengan tubuhnya, apalagi dokter mendeteksi adanya kandungan obat tidur dalam tubuhnya.""Setahuku kualitas tidur Dian sangat baik, sama sekali nggak ada gejala insomnia, lalu dari mana obat tidur ini berasal?"Lesti mengulurkan tangan, berlagak marah, "Berarti maksudmu, aku berbohong?""Dian, putrimu itu anak yang baik, dia nggak pernah melakukan kesalahan, aku yang mencelakainya!""Dia su
"Kalau tahu kamu di rumah sakit, aku pasti nggak akan membiarkan kamu menemaniku ke sini, ini bukan kabar baik, nggak perlu banyak orang mengetahuinya."Lesti membalikkan badannya, terlihat marah. Dia menyeka air matanya dalam diam, "Kalau aku memberitahumu, apa kamu akan percaya? Aku harus berulang kali menjelaskan sesuatu yang dapat diketahui dengan mudah. Intinya, kamu nggak percaya padaku.""Di hatimu, nggak ada yang bisa menandingi putri kandungmu.""Ya, aku tahu, ini urusan Keluarga Sandiga, aku yang orang luar nggak berhak ikut campur. Tapi aku sudah bertahun-tahun mengambil peran ibu tiri, setidaknya aku punya hak memperhatikan Dian, 'kan?""Kalau Pak Fabian bahkan nggak memberiku hak sekecil ini, aku benar-benar kehabisan kata-kata."Fabian menjawab, "Sudahlah, aku nggak pernah bilang begitu, bukankah kamu bicara seperti ini karena marah?""Hanya saja, saat melihat Dian sekamar dengan pria lain dalam keadaan berantakan, sebagai ayahnya, aku sangat terpukul. Seharusnya kamu mem
Dian yang belum sadarkan diri tidak mengetahui tindakan Fabian yang akan membuatnya tidak dapat menghadapi Phillip untuk waktu yang lama.Phillip yang masih memikirkan Dian setelah meninggalkan hotel juga tidak menyangka Fabian yang tidak disukainya akan membuat rencana untuk menjebaknya.Mungkin tanpa campur tangan Fabian, dia akan jatuh cinta pada Dian suatu hari nanti, tapi karena campur tangannya, mereka bahkan tidak bisa memulai secara normal.Dia benci dipaksa menikah oleh orang lain.Dia lebih membenci dirinya sendiri karena bisa dimanipulasi seperti ini.Dian kebingungan ketika terbangun, tidak tahu di mana dirinya berada.Dia perlahan menggerakkan jarinya, Fabian yang terus berada di sisinya langsung terbangun. Meski memilih memercayai Lesti untuk sementara, dia tetap bersikeras berjaga di sisi Dian dan meminta Ririn menemani ibunya pulang."Dian, akhirnya kamu sadar, kamu membuat Ayah takut setengah mati."Fabian menyeka wajah Dian, lalu segera membunyikan bel agar perawat ma
Fabian terpaksa menceritakan situasi yang dia ketahui saat itu, "Kalau Phillip nggak datang tepat waktu, mungkin kamu sudah kehilangan kesucianmu, Ayah nggak tahu siapa pelakunya, Ayah hanya tahu, kamu nggak berhati-hati."Dian terdiam sejenak, dia tidak pernah menyangka seseorang akan menggunakan metode tercela seperti itu untuk menghadapinya. Pantas saja dia merasa pusing ketika menaiki tangga untuk mencari kamar, otaknya juga tidak bisa berpikir jernih."Jadi semua itu bukan halusinasiku, Phillip benar-benar datang, lalu mana dia?"Entah mengapa, Dian merasa akan mendapatkan kronologi yang lebih lengkap dari Phillip.Dian menghela napas. Bagaimanapun, Fabian sudah punya rumah tangga dengan wanita lain, pasti ada penyortiran ketika menceritakan kejadian ini."Untuk apa kamu menanyakannya? Dia bilang kalian berdua hanya berteman.""Saat itu hanya ada kalian berdua di kamar, aku bahkan nggak tahu apakah dia menyentuhmu."Fabian berkata demikian karena marah, Dian mengerutkan kening dan
Fabian tersenyum sambil mengelus rambut Dian."Ini nggak ada apa-apanya, semasa muda dulu Ayah sering bergadang semalaman.""Malam ini Ayah harus menemanimu."Semasa kecil, setiap kali Dian sakit, Fabian dan Nadin akan merawatnya.Fabian mempertahankan kebiasaan ini, dia akan menemani Dian setiap kali putrinya itu tidak enak badan.Mengingat kenangan masa lalu itu, Dian tidak bisa menahan air matanya, dia memanggil "Ayah". Tak peduli seberapa aman dirinya sekarang, dia masih dilanda ketakutan.Dia membujuk Fabian pulang karena kasihan padanya, tapi sebenarnya dia membutuhkan kehadiran ayahnya di sini.Tidak ada yang bisa menandingi rasa aman yang diberikan seorang ayah.Fabian merapikan rambut berantakan Dian dan mengaitkannya ke belakang telinga sambil berkata, "Ayah akan selalu menemanimu, jangan takut."Sesuai dugaan Fabian, Dian terbangun tengah malam.Dia tanpa sadar memanggil ayahnya, Fabian bergegas ke sisinya, seolah belum tidur.Kata-kata Fabian sebelum Dian tertidur bagaikan