Sejujurnya cukup konyol jika diungkapkan, mereka paling membenci fenomena tidak adil, misi reporter juga untuk mengungkap sisi gelap ini, tapi saat ketidakadilan menimpa mereka, mereka hanya bisa mengalah pada kenyataan.Berbeda dengan Dian, dia langsung mengkritik rekan senior munafik ini. Melihat pria itu sangat kesal tetapi tidak bisa menjawab, diam-diam mereka merasa puas.Lagi pula semua yang dikatakan Dian adalah fakta, kalau dia memang sehebat itu, mengapa tidak melakukan wawancara sendiri?Dia begitu arogan hingga tidak ada narasumber yang menyukainya."Kamu! Huh, lihat saja nanti," marah senior itu.Dian menyilangkan tangannya, lalu melemparkan tasnya ke kursi, "Kenapa? Kakak mengancamku?""Asal tahu saja, aku paling nggak takut diancam, kalau kamu punya trik kotor, jangan ragu untuk menggunakannya. Bukankah kamu cuma bisa menyalahgunakan materi wawancaraku?""Aku memang anak baru, tapi kamu sebagai orang yang sudah lama berkecimpung di industri ini bukan hanya nggak mengikuti
Namun, sekelompok kecil pemegang saham itu tidak berwenang membantah keputusan Phillip.Terutama bagi mereka yang mengikuti Phillip selangkah demi selangkah dalam memperjuangkan Perusahaan Sanders, mereka memilih mengikutinya tanpa syarat.Mereka percaya pada visi dan pandangan ke depan CEO mereka, bagaimanapun, apa yang dilihat Phillip pastilah sesuatu yang tidak bisa mereka lihat, mereka hanya perlu mengikutinya.Lagi pula, jika ini benar-benar keputusan yang salah, mengapa banyak sekali taipan real estat yang bersaing memperebutkan tanah tersebut?Sejak penawaran diajukan, mereka sangat percaya diri dengan proyek tersebut.Phillip tidak terlalu memikirkannya, dia hanya merasa proyek ini menguntungkan, belum lagi Perusahaan Sanders tidak bisa membatasi diri pada teknologi tinggi saja.Setelah lama berkecimpung di industri teknologi tinggi, terkadang perlu beralih ke industri lain untuk melakukan perubahan. Manusia tidak bisa terus-terusan berada dalam zona nyamannya.Phillip adalah o
"Sangat berbahaya kalau kamu sendirian, lain kali usahakan hindari penyelidikan di luar seperti ini."Dian tersenyum malu-malu. Dia tahu mereka mengkhawatirkannya, tapi dia merasa mampu melakukan hal yang sama seperti mereka dan tidak berniat mendengarkan mereka.Setelah menghabiskan mi instannya, tubuh Dian terasa hangat. Dia bergabung dengan senior lain, kemudian bertanya, "Kak, aku pertama kali menjalankan tugas ini. Aku mau tanya, dari mana aku harus mulai menyelidikinya?"Beberapa orang di antaranya agak terkejut, "Kamu baru pertama kali? Kenapa nggak ada senior yang menemanimu? Kamu dari media mana?""Um .... Iya, mereka nggak mau melanjutkan penyelidikan lagi, aku nggak mau menyerah, makanya aku datang sendirian."Dian menjelaskan dengan ragu-ragu, mereka mengangguk paham."Waktu seumuran kamu, aku juga energik sepertimu.""Masalah besar maupun kasus nggak adil pasti kuselidiki.""Hufftt, semua sudah menjadi masa lalu. Walaupun rekanmu nggak mau ikut menderita, mereka juga nggak
Dian menjawab "Oh" yang panjang, "Tapi menurutku Phillip Sanders bukan orang seperti itu, mungkinkah kita salah?""Bagaimana kalau ternyata lahan ini didapatkan Perusahaan Sanders secara legal?""Bukankah seluruh arah penyelidikan kita salah?"Senior itu meliriknya dengan tatapan menghina, "Kamu masih terlalu muda, belum pernah melihat sisi gelap dari masyarakat ini.""Mungkin di matamu, CEO Perusahaan Sanders itu muda, tampan dan kaya, jadi nggak perlu terlibat dalam hal-hal seperti itu.""Tapi kukasih tahu, ya. Justru karena kaya, lebih mungkin baginya melakukan hal-hal kotor seperti ini.""Apa kamu tahu dari mana uangnya berasal? Berani sekali menjamin karakternya.""Kamu ini reporter, minimal nggak boleh memihak dalam penyelidikan.""Kalau kamu memihak padanya, mana mungkin kamu bisa menemukan fakta?"Alis Dian seketika berkerut. Dia mengakui, beberapa kali percakapan singkat dengan Phillip membuatnya memercayai pria ini, tetapi dia tidak memihak padanya.Jika dikatakan dia terlalu
Banyak orang menginginkan nomor ini, tetapi begitu nomor itu mendarat dengan ringan di telapak tangan Dian, dia justru merasa nomor itu seberat seribu keping emas."..."Dian tidak langsung bicara. Phillip menatap layar ponselnya, memastikan panggilan itu dari nomor yang tidak dikenal sebelum bertanya lagi, "Panggilan spam?"Suara Phillip terdengar seperti akan segera memutuskan panggilan, Dian buru-buru menghentikannya."Jangan diputus! Ini aku!"Phillip mengenali suara Dian, dia tersenyum penuh minat, kemudian bersandar di kursi kantor."Oh, ternyata Nona Dian. Ada perlu apa?"Entah mengapa, suara Phillip melalui ponselnya membuat wajah Dian terbakar."Aku .... Ada yang ingin kutanyakan, tapi aku nggak tahu apa pertanyaanku terlalu lancang ....""Kalau menurutmu lancang, sebaiknya jangan ditanyakan. Gampang, 'kan?"Dian mulai panik, takut panggilannya akan diputus, tetapi Phillip tidak berniat memutus panggilannya, dia hanya ingin menggodanya."Tapi aku harus menanyakannya."Sekarang
"Nona Dian, masih ada yang kurang jelas?"Entah mengapa Phillip kehilangan kesabaran, dia melonggarkan dasinya dengan kesal.Dia bukan orang yang akan memberi penjelasan. Namun pertanyaan Dian membuatnya tidak bisa bertoleransi.Awalnya dia tidak menggubris masalah ini. Jika sebagai CEO Perusahaan Sanders dia bahkan harus menangani seseorang yang mengeluh kehilangan rumahnya di tanah yang akan dia kembangkan, maka waktu sehari 25 jam pun tidak akan cukup untuk kesibukannya.Namun, Dian menanyakan padanya, mencurigainya.Dian berkata, "Maaf, mungkin aku nggak seharusnya melakukan panggilan ini, juga nggak seharusnya menanyakan ini padamu.""Aku nggak bermaksud mencurigaimu, aku hanya ingin mencari tahu kebenarannya, aku ingin tahu kenapa dia berkeliaran sendirian dan terus mengatakan kalian menghancurkan keluarganya."Phillip menjawab, "Nona Dian benar-benar jujur. Hanya saja terkadang kamu perlu mencari tahu kebenarannya dulu sebelum bertanya padaku, sama seperti hari itu kamu salah te
Masih ada ruang untuk menangani masalah ini sekarang, tapi seiring berjalannya waktu, keadaan akan memburuk, penyelesaiannya tidak akan semudah saat ini lagi.Phillip meletakkan dokumen di tangannya, bersandar di kursi kantor sambil berkata, "Aku ingin dengar penjelasanmu sekali lagi mengenai masalah ini secara mendetail.""Sebenarnya sederhana, hanya ada perselisihan antara pengembang dan gelandangan yang belum terselesaikan dengan baik.""Tapi, informasi detailnya akan dilaporkan kepada Anda setelah kami menyelidikinya."Phillip mengerutkan kening, "Bukankah sebelumnya sudah dipastikan nggak ada masalah dengan pengembang? Kenapa pria ini tiba-tiba keluar ketika konstruksi akan dimulai?"Bobby tidak yakin departemen mana yang sedang diminta pertanggungjawaban oleh Phillip?Lagi pula, perusahaan mereka hanya membeli tanah ini dari pengembang. Jika perusahaan mereka tidak menawar tanah tersebut, taipan real estat lain yang akan memperebutkannya.Karena kekuatan perekonomian daerah sekit
Apalagi kerja kerasnya sia-sia, pria itu bahkan tidak melihatnya.Seiring berjalannya waktu, semakin sedikit reporter yang tersisa, pada akhirnya menyisakan Dian sendirian.Di siang hari dia tidak merasa takut, tetapi saat malam tiba, dia mulai panik. Akhirnya dia menggertakkan gigi dan menghampiri gelandangan itu untuk bertanya."Apa kamu nggak mau menceritakan apa yang terjadi padamu?""Kamu sudah lihat, reporter lain sudah pergi, meskipun aku anak baru, kamu nggak punya pilihan lain lagi."Pria itu meringkuk di balik jaket berlapis kapas yang compang-camping, dia bahkan tidak menoleh, seolah-olah tinggal sendirian di dunia kehampaan, sama sekali tidak mendengar suara Dian.Situasi jauh lebih baik jika narasumbernya orang lain, tetapi pria ini terus membicarakan kehancuran keluarganya, sementara Dian tidak berani mengambil inisiatif membahas luka hatinya.Dia berputar-putar di tempatnya beberapa kali dengan cemas, akhirnya menghentakkan kaki dan memindahkan barang-barangnya tepat di