Banyak orang menginginkan nomor ini, tetapi begitu nomor itu mendarat dengan ringan di telapak tangan Dian, dia justru merasa nomor itu seberat seribu keping emas."..."Dian tidak langsung bicara. Phillip menatap layar ponselnya, memastikan panggilan itu dari nomor yang tidak dikenal sebelum bertanya lagi, "Panggilan spam?"Suara Phillip terdengar seperti akan segera memutuskan panggilan, Dian buru-buru menghentikannya."Jangan diputus! Ini aku!"Phillip mengenali suara Dian, dia tersenyum penuh minat, kemudian bersandar di kursi kantor."Oh, ternyata Nona Dian. Ada perlu apa?"Entah mengapa, suara Phillip melalui ponselnya membuat wajah Dian terbakar."Aku .... Ada yang ingin kutanyakan, tapi aku nggak tahu apa pertanyaanku terlalu lancang ....""Kalau menurutmu lancang, sebaiknya jangan ditanyakan. Gampang, 'kan?"Dian mulai panik, takut panggilannya akan diputus, tetapi Phillip tidak berniat memutus panggilannya, dia hanya ingin menggodanya."Tapi aku harus menanyakannya."Sekarang
"Nona Dian, masih ada yang kurang jelas?"Entah mengapa Phillip kehilangan kesabaran, dia melonggarkan dasinya dengan kesal.Dia bukan orang yang akan memberi penjelasan. Namun pertanyaan Dian membuatnya tidak bisa bertoleransi.Awalnya dia tidak menggubris masalah ini. Jika sebagai CEO Perusahaan Sanders dia bahkan harus menangani seseorang yang mengeluh kehilangan rumahnya di tanah yang akan dia kembangkan, maka waktu sehari 25 jam pun tidak akan cukup untuk kesibukannya.Namun, Dian menanyakan padanya, mencurigainya.Dian berkata, "Maaf, mungkin aku nggak seharusnya melakukan panggilan ini, juga nggak seharusnya menanyakan ini padamu.""Aku nggak bermaksud mencurigaimu, aku hanya ingin mencari tahu kebenarannya, aku ingin tahu kenapa dia berkeliaran sendirian dan terus mengatakan kalian menghancurkan keluarganya."Phillip menjawab, "Nona Dian benar-benar jujur. Hanya saja terkadang kamu perlu mencari tahu kebenarannya dulu sebelum bertanya padaku, sama seperti hari itu kamu salah te
Masih ada ruang untuk menangani masalah ini sekarang, tapi seiring berjalannya waktu, keadaan akan memburuk, penyelesaiannya tidak akan semudah saat ini lagi.Phillip meletakkan dokumen di tangannya, bersandar di kursi kantor sambil berkata, "Aku ingin dengar penjelasanmu sekali lagi mengenai masalah ini secara mendetail.""Sebenarnya sederhana, hanya ada perselisihan antara pengembang dan gelandangan yang belum terselesaikan dengan baik.""Tapi, informasi detailnya akan dilaporkan kepada Anda setelah kami menyelidikinya."Phillip mengerutkan kening, "Bukankah sebelumnya sudah dipastikan nggak ada masalah dengan pengembang? Kenapa pria ini tiba-tiba keluar ketika konstruksi akan dimulai?"Bobby tidak yakin departemen mana yang sedang diminta pertanggungjawaban oleh Phillip?Lagi pula, perusahaan mereka hanya membeli tanah ini dari pengembang. Jika perusahaan mereka tidak menawar tanah tersebut, taipan real estat lain yang akan memperebutkannya.Karena kekuatan perekonomian daerah sekit
Apalagi kerja kerasnya sia-sia, pria itu bahkan tidak melihatnya.Seiring berjalannya waktu, semakin sedikit reporter yang tersisa, pada akhirnya menyisakan Dian sendirian.Di siang hari dia tidak merasa takut, tetapi saat malam tiba, dia mulai panik. Akhirnya dia menggertakkan gigi dan menghampiri gelandangan itu untuk bertanya."Apa kamu nggak mau menceritakan apa yang terjadi padamu?""Kamu sudah lihat, reporter lain sudah pergi, meskipun aku anak baru, kamu nggak punya pilihan lain lagi."Pria itu meringkuk di balik jaket berlapis kapas yang compang-camping, dia bahkan tidak menoleh, seolah-olah tinggal sendirian di dunia kehampaan, sama sekali tidak mendengar suara Dian.Situasi jauh lebih baik jika narasumbernya orang lain, tetapi pria ini terus membicarakan kehancuran keluarganya, sementara Dian tidak berani mengambil inisiatif membahas luka hatinya.Dia berputar-putar di tempatnya beberapa kali dengan cemas, akhirnya menghentakkan kaki dan memindahkan barang-barangnya tepat di
"Lapor polisi? Siapa yang peduli padamu?""Aku cuma bicara beberapa patah kata, kamu pikir hanya kamu yang memahami hukum?"Dian mengepalkan tangannya, dadanya naik-turun karena marah."Dasar mesum! Kamu pikir nggak ada yang bisa membereskanmu?""Beraninya bicara kotor!"Namun, pemabuk ini bertekad mengambil keuntungan hari ini. Dia menukik ke bawah dan memeluk kedua kaki Dian.Dian jatuh ke tanah bersamanya."Ah ...."Kedua kaki Dian menendang tiada henti, wajah pemabuk tertendang beberapa kali hingga berteriak kesakitan, tetapi masih tidak mau melepaskan tangannya.Saat ini, gelandangan lain melepaskan jaket berlapis kapasnya yang compang-camping, berdiri dan berteriak, "Berisik sekali! Mengganggu istirahat orang saja!"Dian menatapnya dengan mata berkaca, memohon bantuannya.Pemabuk tidak menyangka gelandangan itu akan tiba-tiba bersuara, dia melepaskan tangannya karena kaget. Dian mengambil kesempatan ini untuk mundur terus-menerus.Namun pada akhirnya, gelandangan itu hanya mengam
"Sampah seperti dia, mati pun nggak patut disayangkan. Lihat saja betapa terampilnya dia, pasti sudah sering melakukannya."Kalaupun gelandangan tadi tidak menolongnya, Dian sudah memegang batu bata. Jika gelandangan itu tidak memukul punggung pemabuk ini dengan tongkat, maka kepala pemabuk itulah yang akan terluka.Setelah mereka pindah ke tempat lain, Dian akhirnya menyadari, "Ternyata kamu bisa bicara. Aku pikir kamu akan diam seperti ini selama sisa hidupmu."Gelandangan itu diam saja diejek Dian. Dia mengenakan selimut tipis dan mengalungkan jaket katun robek di lehernya.".... Kamu belum mengalami apa yang kulalui."Dian mengerti. Gelandangan itu hanya ingin mengatakan dia belum pernah mengalaminya, jika dia mengalaminya apakah dia akan bisa memahami pilihannya?Namun Dian tidak mengerti, jika semua itu benar terjadi padanya, mengapa tidak mau memberi tahu reporter?Mungkin akan ada solusi lain, daripada berkeliaran sepanjang hari di tanah ini, apa gunanya?Dian mengerutkan kenin
"Dasar konyol! Kenapa kalian mengira segala sesuatunya bisa diukur dari segi keuntungan?""Apakah kenangan dan kehangatan di rumah itu bisa dihitung nilainya?"Dian menggigit bibir bawahnya, "Aku nggak bermaksud begitu, maafkan aku."Dian merasa pipinya terbakar, dia merasa malu pada dirinya sendiri karena begitu naif.Benar, mengapa dia menganggap uang bisa membeli segalanya?Dia mengatai Phillip sebagai pengusaha yang mengutamakan keuntungan, tetapi dia sendiri tumbuh dalam keluarga seperti itu, secara tidak sadar dia juga ternoda oleh pemikiran ini.Selalu merasa uang bisa membeli segalanya dan segalanya bisa diselesaikan dengan uang."Aku dibesarkan di tanah ini. Akhirnya aku bisa membeli rumah sendiri di umur tiga puluhan, tetapi kemudian terpaksa meninggalkannya hanya dalam beberapa tahun.""Sekarang kalian semua mengira aku orang gila, tidur di tanah berlumpur ini, haha ....""Tapi sebelum pengembang itu menyerbu, rumahku di sini, kenapa aku harus pindah?"Dian terdiam menghadap
Dian sedih melihat Nando membentangkan jaket berlapis kapasnya yang compang-camping dengan cara yang pesimis sekaligus terlihat akrab.Sebelum semuanya terjadi, mungkin dia pemuda yang bersemangat tinggi, tapi sekarang dia begitu tertekan hingga usianya sulit ditebak."Nggak apa-apa, aku tahu kamu meragukan kemampuanku, tapi aku nggak akan menyerah, aku akan menepati janjiku.""Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyelidiki pengembang. Mungkin mulai besok aku nggak akan datang ke sini lagi, aku akan mencari informasi ke tempat lain, sebaiknya langsung ke kantor pusat pengembang."Nando agak terkejut ketika mendengar Dian membicarakan rencana ke depannya dengan begitu serius."Kamu ... benar-benar mau menyelidiki mereka? Kamu harus hati-hati, mereka nggak mudah dihadapi."Di tengah kebingungan, Nando hanya memberikan satu nasihat itu. Bagaimanapun, situasi menyedihkan yang menimpanya saat ini sudah cukup memperlihatkan taktik keras perusahaan itu.Dian tersenyum padanya, "Jangan kh