Agam menyipitkan mata untuk melihat Pamela sambil tersenyum....Ting!Pintu lift terbuka.Agam memasukkan tangannya ke kantong celana sambil berjalan keluar, sedangkan Ervin mengikutinya dari belakang.Jovita juga menarik Pamela keluar, takut pria di depan akan lupa janji makan bersama dan pergi duluan ...."Nona Alister, tunggu dulu!"Tiba-tiba ada yang memanggilnya, Jovita pun berhenti melangkah, dia menoleh, lalu melihat Pak Marlon selaku wakil CEO Perusahaan Vasant keluar dari lift satunya lagi sambil menatapnya dengan senyum.Jovita berbalik dengan percaya diri sambil bertanya dengan senyum, "Pak Marlon, ada masalah apa sampai membuat Anda mengejar ke sini? Apa masih ada masalah ambasador yang perlu disampaikan padaku?"Marlon hanya meliriknya, lalu melihat ke arah Pamela. "Aku nggak mencarimu, aku mau mencari Nona Alister ini."Senyum di wajah Jovita menjadi kaku, tetapi dia tetap berusaha tersenyum dan berkata, "Begini, ya .... Pamela, cepat ke sana, Pak Marlon mencarimu!"Keti
"Terserah," jawab Agam.Dari nada bicara pria ini yang dingin, sepertinya dia sama sekali tidak tertarik untuk makan, tetapi dia malah tidak menolak.Jovita tidak berpikir panjang tentang sikap Agam yang cuek. Dia hanya merasa senang karena dia bisa makan siang dengan seorang pria terhormat seperti Agam."Kalau begitu, ayo pergi ke Restoran Yunella, makanan di sana enak-enak!" kata Jovita.Restoran Yunella adalah salah satu restoran kelas atas terbaik di Kota Marila. Harga makanan di restoran tersebut sangat mahal. Kalau bukan untuk mentraktir orang penting seperti Agam, Jovita biasanya juga tidak rela untuk makan di restoran itu!Agam hanya mengiakan ajakan Jovita dengan ekspresi datar, lalu berbalik dan berjalan ke arah pintu lobi ....Sambil mengikuti Agam, Jovita menoleh dan berteriak dengan kesal pada Pamela, "Ayo cepat, jangan lama-lama! Kamu mau membuat Pak Agam menunggumu, ya?"Pamela mengernyit dengan tidak berdaya, lalu menyusul kedua orang itu.Mereka datang dengan jemputan
Setelah Pamela duduk kembali dengan benar, Jovita tidak lagi mengganggunya. Dia takut dia akan membuat masalah lagi, sehingga Pamela memanfaatkan kesempatan itu dan bersandar pada Agam ....Menyebalkan sekali!'Dasar Pamela, wanita jalang yang nggak tahu malu! Tiap ada kesempatan, dia selalu menempel dengan pria itu!' pikir Jovita.Restoran Yunella yang dipilih oleh Jovita berada di pusat kota dan bisa dijangkau dalam waktu belasan menit dengan mobil.Mereka berjalan memasuki restoran itu dan duduk sesuai arahan pelayan restoran.Jovita lagi-lagi berdiri dengan manis dan berkata, "Pak Agam, silakan pesan, ya. Saya pergi ke kamar mandi dulu."Agam menganggukkan kepalanya dengan santai, tetapi tatapannya yang cuek bahkan tidak tertuju pada Jovita sedetik pun.Jovita menoleh dan berkata pada Pamela, "Pamela, temani aku!"Jovita hanya menyuruh Pamela untuk menemaninya sebagai sebuah alasan. Sebenarnya, dia takut setelah dia pergi, Pamela akan menggoda Agam!Pamela menganggukkan kepalanya d
Setelah menenangkan dirinya, Pamela berbalik dan melihat Agam yang sudah entah sejak kapan berada di belakangnya. Agam sedang menatapnya dengan tatapan suram.Entah mengapa, Pamela merinding. Tanpa disadari, dia langsung mematikan panggilan itu."Bukan siapa-siapa, aku hanya menelepon seorang teman!" jawab Pamela dengan santai sambil memasukkan ponselnya ke dalam kantong bajunya.Agam mengulurkan tangannya yang kurus ke hadapan Pamela dan berkata, "Sini ponselmu."Agam tampak seperti seorang guru yang ingin menyita ponsel muridnya.Pamela seketika tercengang. Dia mengernyit dengan kesal. Dia merasa bahwa Agam sangat mengherankan, tetapi dia juga tidak ingin berdebat dengan Agam di tempat ini. Setelah berpikir sejenak, dia mengeluarkan ponselnya dan menyerahkannya pada Agam.Saat Agam mengambil ponsel itu dan melihat layar ponsel yang terkunci, dia pun berkata dengan dingin, "Kata sandi."Pamela langsung berseru, "Paman, ini privasiku, aku berhak untuk nggak mengatakannya!"Agam memicin
Agam hanya menatapnya dengan tatapan dingin sambil mengangkat ponsel itu tinggi-tinggi. Dengan satu gerakan jarinya yang panjang, Agam menerima panggilan itu dan menekan tombol pengeras suara ....Terdengar suara dari ujung telepon lainnya. Marlon bertanya dengan lembut, "Nona Pamela, kenapa tadi panggilannya langsung dimatikan?"Pamela terdiam.Agam menatap Pamela yang tampak bersalah dengan tatapan mendalam dan bertanya, "Ini teman yang kamu katakan?"Pamela tidak menjawab. 'Marlon memang teman sekaligus bawahanku, aku hanya nggak bisa memberitahukannya padamu!' pikir Pamela.Untungnya, dia tidak menyimpan nomor telepon Marlon karena dia sudah menghafal nomor Marlon dan Ariel. Asalkan Marlon tidak asal bicara, Agam tidak akan menyadari bahwa mereka sebenarnya sudah saling kenal ...."Nona Pamela, kenapa kamu nggak berbicara? Kamu sekarang di mana? Apakah aku perlu pergi ke sana ..." tanya Marlon dengan penuh semangat.Agam memicingkan matanya dan menurunkan tangannya yang terangkat.
Pamela berkata lagi, "Paman, kamu sebenarnya nggak pernah memercayaiku, 'kan?! Kamu menyuruh Ervin untuk mengaturkan pekerjaan untukku supaya kamu bisa menahanku di tempat yang bisa kamu kuasai, jadi kamu bisa langsung tahu aku lagi ngapain, apakah aku berselingkuh atau nggak. Benar, 'kan?"Agam memelototi wanita ini dengan matanya yang gelap dan tidak menjawab untuk sementara."Paman, sebenarnya aku hanya orang yang lewat selama tiga bulan di kehidupanmu yang jaya. Jadi, jangan coba-coba untuk mengendalikan aku! Kalau kamu nggak percaya padaku, aku bisa bersumpah padamu!" kata Pamela.Seusai berbicara, Pamela mengangkat tangannya dengan tegas dan berkata, "Aku, Pamela Alister, bersumpah, dalam waktu dua bulan dan tujuh hari yang tersisa, aku nggak akan berselingkuh dari Pak Agam. Kalau aku melanggar sumpah ini, aku akan meninggal dengan mengenaskan!"Setelah mengucapkan sumpahnya dengan tegas dan jelas, dia menurunkan tangannya, berbalik dan berjalan ke arah pintu ....Namun, baru saj
Tatapan Agam menggelap. Dia berpikir, setelah dua bulan dan tujuh hari lagi, gadis ini bisa berpacaran dan bermesraan dengan pria lain, sedangkan Agam tidak berhak mengaturnya lagi ....Tidak boleh!Pamela ditahan di pintu oleh Agam dan tidak bisa melepaskan diri. Dia merasa malu dan juga marah. Setelah sekian lama, pria ini masih saja tidak mengatakan apa pun. Pamela mulai kesal, dia pun mengernyit dan berkata, "Paman, kalau ada masalah, cepat katakan. Bisa lepaskan aku dulu, nggak? Kalau nggak ada urusan lainnya, aku mau keluar ... hmm?!"Pria ini tiba-tiba membungkukkan badannya dan mencium bibir gadis ini ....Pikiran Pamela seketika menjadi kosong. Dia membelalakkan matanya untuk memastikan apakah kejadian ini benar-benar terjadi atau tidak!Wajah Agam yang tampan berada sangat dekat dengannya, pria ini terus menciumnya dengan kuat ....Apa ini?Saat Pamela tersadar, dia merasa tersinggung dan marah. Dia mengangkat kedua tangannya dan mendorong dada pria ini. Namun, dia tidak hany
Pamela tidak bisa melepaskan dirinya dari pegangan Agam. Dalam kepanikannya, dia mengangkat tangannya yang lain dan menampar pria itu ....Plak!...Ervin mengadang di depan pintu dengan tubuhnya, tetapi Jovita malah tetap mendorong pintunya dari sebuah celah!Makin dilarang, Jovita makin merasa curiga. Dia harus masuk dan melihat apa yang sebenarnya dilakukan Agam di dalam. Apakah Agam sendirian atau bersama orang lain?Ervin tidak tahan lagi, dia pun berkata dengan marah, "Nona Jovita, kalau kamu masih saja bersikeras, jangan salahkan aku kalau aku main kasar denganmu!"Jovita sama sekali tidak menghargai Ervin. Baginya, sekretarisnya Agam hanyalah peran rendahan seperti asistennya sendiri.Dia tidak pernah menghargai asistennya, jadi dia merasa bahwa Agam juga tidak akan menghargai seorang sekretaris!Ervin hanyalah seorang sekretaris rendahan, tetapi dia juga berani sok hebat di hadapan Jovita. Begitu Jovita berhasil menaklukkan hati Agam, dia akan langsung membiarkan Agam memecat
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen