Ekspresi Pamela menjadi serius, lalu segera berdiri dari kursi. "Marlon, kamu keluar untuk mengulur waktu, sedangkan aku akan mencari kesempatan untuk kabur. Jangan biarkan dia tahu aku ada di sini!""Baik!"Marlon langsung menyimpan sikap tak seriusnya dan menerima perintah untuk menyambut Agam.Pamela mengikuti Marlon sampai depan kantor, lalu melalui celah pintu untuk mengamati situasi di luar ....Hanya melihat Agam keluar dari lift diikuti dengan Ervin.Marlon menyambut dengan senyum. "Pak Agam, maaf atas penyambutan kami yang kurang baik."Agam menganggukkan kepalanya. "Kalian yang terlalu sungkan."Marlon secara alami menyampingkan tubuh untuk memandu jalan. "Bu Ariel bilang Pak Agam sangat tertarik dengan desain bangunan Perusahaan Vasant, sekarang aku akan membawamu untuk melihat interior Perusahaan Vasant dulu."Agam mengangkat tangan untuk menolak, "Nggak usah repot-repot, sebelum naik ke sini, aku sudah melihat interior di lantai bawah, juga sudah memahami gaya desain bangu
Ariel berkata, "Ini termasuk hal pribadi desainer, jadi saya nggak bisa mengatakannya."Agam tersenyum dengan dingin. "Tampaknya Perusahaan Vasant nggak berniat menerima pesanan Perusahaan Dirgantara, kalau begitu nggak usah dipaksa."Selesai berbicara, Agam meletakkan kopinya, lalu berdiri ....Percakapan mereka didengar jelas oleh Pamela yang di ruang istirahat!Nada bicara Agam sudah terdengar tak senang, dia juga tahu kalau Agam tidak punya kesabaran yang lebih.Hari ini kalau dia pergi, pesanan dua triliun akan melayang!Ketika sedang berpikir, Pamela tiba-tiba melihat di pojok ruang istirahat terletak setumpuk mesin yang dibeli oleh Marlon, di antara mesin itu ada masker anti racun ...."Pak Agam, tunggu dulu!"Agam yang sudah mau keluar tiba-tiba berhenti melangkah begitu mendengar suara itu, lalu pelan-pelan menoleh dengan mata yang disipitkan ....Setelah mendengar suara itu, Ariel menoleh dengan kaget!Penampilan bos ....Pamela mengganti baju Ariel di ruang istirahat, juga m
Setelah menjelaskan kedatangannya dengan antusias, Agam tidak memberi respons apa pun. Sikap ini membuat senyum di wajah Jovita menjadi kaku.Wajah Agam yang ganteng menjadi dingin, bahkan membuat orang merasa takut.Jovita tidak berani cari topik lagi, dia hanya menoleh melihat Ariel yang mengantar Agam keluar agar bisa menghilangkan suasana tegang ini."Bu Ariel, di mana asistenku, ya? Aku mau ambil sesuatu darinya!"Mata Ariel terlintas rasa gawat, dia memegang kacamata berbingkai emas dengan tenang sambil menjawab, "Nona Jovita, tadi asistenmu sudah keluar."Jovita mengerutkan alisnya dengan kesal. "Sudah keluar? Ke mana dia? Kenapa nggak menungguku kembali?!"Ariel tersenyum sopan, bahkan bersikap tak peduli. "Aku kurang tahu."Awalnya Jovita merasa tidak senang karena Pamela ditinggalkan untuk berbicara dengan Ariel. Sekarang dia mengetahui kalau wanita jalang itu pergi duluan tanpa memberi tahu dirinya, hal ini membuatnya sangat tidak senang. Dia segera mengeluarkan ponsel untuk
Pria ganteng dan wanita cantik berjalan beriringan, sungguh enak dilihat ....Melihat Pamela berjalan bersama Marlon dari Perusahaan Vasant, mata Jovita melintas rasa cemburu. Karena di depan mereka tiga orang yang hebat, dia hanya bisa tersenyum ramah, tapi malah bertanya dengan nada yang aneh, "Pamela, ke mana kamu?"Pamela berjalan mendekat, lalu menjawab dengan jujur, "Aku mau ke kamar mandi, tapi setelah cari sangat lama, juga nggak menemukan kamar mandi. Kemudian, bertemu dengan Pak Marlon, jadi merepotkannya untuk memandu aku ke kamar mandi."Jovita memelototi Pamela, lalu melihat ke arah Marlon dan berkata dengan sopan, "Pak Marlon, maaf sekali karena asistenku sudah merepotkanmu."Marlon hanya tersenyum. "Nggak apa-apa, tadi aku juga mau ke kamar mandi, jadi hanya sekalian membantunya."Jovita tertawa, tetapi dalam hatinya sangat tidak senang karena Pamela bisa bersama dengan Marlon ....Pamela bertanya dengan ekspresi patuh, "Kak Jovita, kok kamu sudah kembali? Apa sudah mema
Marlon menghela napas dengan tak berdaya, lalu menjawab, "Bos lompat keluar dari jendela kantor, lalu masuk ke kamar mandi melalui jendela. Inilah cara yang dia gunakan."Ariel mengerutkan alisnya. "Ini di lantai 30!"Marlon mengangkat bahunya sambil berkata, "Di ruang istirahat ada set panjat tebingku, jadi bos menggunakan alat itu! Selain itu, kamu juga tahu keterampilan bos gimana, jadi itu bukan kesulitan baginya!"Ariel melepaskan kacamata berbingkai emasnya, lalu memijat alisnya. "Jadi, orang di dalam?""Orang di dalam adalah Sekretaris Zee, bos menyuruhnya mengganti pakaian, lalu duduk di sana dengan mengenakan masker anti racun dan pura-pura sibuk bekerja!""Bos memang pintar!"Marlon menyipitkan mata sambil berpikir. "Ariel, kenapa Bos begitu menolak Agam tahu kalau dia adalah Moon?"Ariel meliriknya, lalu memperingatinya, "Bos pasti ada alasannya sendiri, kita jangan asal tebak!"Marlon memegang dagunya sambil berpikir. "Aku nggak percaya kalau Agam nggak suka pada Bos, aku h
Agam menyipitkan mata untuk melihat Pamela sambil tersenyum....Ting!Pintu lift terbuka.Agam memasukkan tangannya ke kantong celana sambil berjalan keluar, sedangkan Ervin mengikutinya dari belakang.Jovita juga menarik Pamela keluar, takut pria di depan akan lupa janji makan bersama dan pergi duluan ...."Nona Alister, tunggu dulu!"Tiba-tiba ada yang memanggilnya, Jovita pun berhenti melangkah, dia menoleh, lalu melihat Pak Marlon selaku wakil CEO Perusahaan Vasant keluar dari lift satunya lagi sambil menatapnya dengan senyum.Jovita berbalik dengan percaya diri sambil bertanya dengan senyum, "Pak Marlon, ada masalah apa sampai membuat Anda mengejar ke sini? Apa masih ada masalah ambasador yang perlu disampaikan padaku?"Marlon hanya meliriknya, lalu melihat ke arah Pamela. "Aku nggak mencarimu, aku mau mencari Nona Alister ini."Senyum di wajah Jovita menjadi kaku, tetapi dia tetap berusaha tersenyum dan berkata, "Begini, ya .... Pamela, cepat ke sana, Pak Marlon mencarimu!"Keti
"Terserah," jawab Agam.Dari nada bicara pria ini yang dingin, sepertinya dia sama sekali tidak tertarik untuk makan, tetapi dia malah tidak menolak.Jovita tidak berpikir panjang tentang sikap Agam yang cuek. Dia hanya merasa senang karena dia bisa makan siang dengan seorang pria terhormat seperti Agam."Kalau begitu, ayo pergi ke Restoran Yunella, makanan di sana enak-enak!" kata Jovita.Restoran Yunella adalah salah satu restoran kelas atas terbaik di Kota Marila. Harga makanan di restoran tersebut sangat mahal. Kalau bukan untuk mentraktir orang penting seperti Agam, Jovita biasanya juga tidak rela untuk makan di restoran itu!Agam hanya mengiakan ajakan Jovita dengan ekspresi datar, lalu berbalik dan berjalan ke arah pintu lobi ....Sambil mengikuti Agam, Jovita menoleh dan berteriak dengan kesal pada Pamela, "Ayo cepat, jangan lama-lama! Kamu mau membuat Pak Agam menunggumu, ya?"Pamela mengernyit dengan tidak berdaya, lalu menyusul kedua orang itu.Mereka datang dengan jemputan
Setelah Pamela duduk kembali dengan benar, Jovita tidak lagi mengganggunya. Dia takut dia akan membuat masalah lagi, sehingga Pamela memanfaatkan kesempatan itu dan bersandar pada Agam ....Menyebalkan sekali!'Dasar Pamela, wanita jalang yang nggak tahu malu! Tiap ada kesempatan, dia selalu menempel dengan pria itu!' pikir Jovita.Restoran Yunella yang dipilih oleh Jovita berada di pusat kota dan bisa dijangkau dalam waktu belasan menit dengan mobil.Mereka berjalan memasuki restoran itu dan duduk sesuai arahan pelayan restoran.Jovita lagi-lagi berdiri dengan manis dan berkata, "Pak Agam, silakan pesan, ya. Saya pergi ke kamar mandi dulu."Agam menganggukkan kepalanya dengan santai, tetapi tatapannya yang cuek bahkan tidak tertuju pada Jovita sedetik pun.Jovita menoleh dan berkata pada Pamela, "Pamela, temani aku!"Jovita hanya menyuruh Pamela untuk menemaninya sebagai sebuah alasan. Sebenarnya, dia takut setelah dia pergi, Pamela akan menggoda Agam!Pamela menganggukkan kepalanya d
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen