Alex memang agak terkejut. Namun, hal yang membuatnya terkejut adalah dia tidak menyangka ada seorang pria yang akan datang berkunjung ke kamar mereka di jam segini.Hanya hal itulah yang membuatnya terkejut. Dia sama sekali tidak mengerti maksud Jason."Kamu adalah?"Mendengar dua kata itu keluar dari mulut Alex, ekspresi Jason membeku sejenak. Kemudian, seulas senyum sinis tersungging di wajahnya. "Oh? Ada apa ini? Apa Tuan Muda Keluarga Dirgantara ini sudah lupa ingatan?"Alex berkata dengan ekspresi tenang, "Aku memang nggak terlalu mengingat kejadian dulu lagi. Tuan, kalau dilihat dari ekspresi wajahmu, apa dulu kita bermusuhan?"Jason sangat muak melihat ekspresi tenang Agam saat ini. Dia berkata, "Dasar bajingan! Apa kamu tahu bagaimana Pamela mencarimu selama tiga tahun ini? Masa mudanya sudah terkuras habis untukmu!"Alex mengangkat alisnya. Begitu mendengar nama Pamela disebut, hatinya sedikit bergetar dan berdenyut sakit. "Siapa Pamela?"Jason yang sudah tidak bisa mengendal
Sambil menyipitkan matanya, Jason melirik ponsel tersebut. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi Pamela terlebih dahulu.Tak lama kemudian, panggilan telepon terhubung."Pamela, ada apa? Apa kamu ada urusan mencariku?"Pamela bertanya, "Pak Jason, apa pihak penyelenggara acara lelang sudah memberimu kabar? Apa mereka sudah memeriksa kebenaran hubungan ayah dan anak antara Theo dan Sophia?"Mendengar sepulang ke rumahnya adiknya masih harus mengkhawatirkan urusan Perusahaan Dirgantara, serta mengingat ekspresi santai pria yang menempati kamar seberang itu, hati Jason terasa sakit. "Untuk sementara waktu, belum ada kabar. Pamela, kamu nggak perlu memikirkan hal ini lagi. Aku akan membantumu mengurusnya dengan baik. Tanah pasti akan menjadi milikmu dengan harga yang memuaskan.""Kalau ada informasi baru, segera beri tahu aku." Pamela sedikit mengkhawatirkan hal ini, Dia merasa Sophia tidak akan mengakui bahwa dia adalah putri Theo dengan mudah ....Jason berkata dengan lembut, "Hmm, di
Selama tiga tahun ini, Justin memang berkembang secara signifikan. Setelah lulus sekolah, dia menjalani pelatihan di perusahaan cabang keluarga di luar negeri. Sekarang, dia sudah memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah sendiri.Tentu saja hal ini membuat Jason merasa sangat senang. Akhirnya Justin bukan lagi orang yang tidak bisa berbuat apa-apa!Besok, dia akan meminta departemen personalia perusahaan keluarganya untuk mengatur sebuah posisi untuk Justin, agar adik lelakinya itu bisa berlatih dan mengasah kemampuannya lebih dalam lagi....Di kediaman Keluarga Yanuar.Tiga tahun berlalu, ini adalah pertama kalinya Justin pulang ke rumah.Ternyata memang benar, rumah adalah tempat yang paling nyaman. Dia bersandar di sofa dengan beralaskan kedua tangannya sebagai bantal.Dia melirik ayahnya yang baru saja mengakhiri panggilan telepon dan bertanya, "Bagaimana? Kakakku nggak pulang, 'kan?!"Marko meletakkan ponselnya, lalu berkata pada putra bungsunya itu, "Hari ini kakakmu ada u
Ariel mengalihkan pandangannya dari Justin, menyesap anggurnya dan berkata, "Sama sekali nggak manis lagi."Marlon berkata, "Ckckck, dulu kamu mengatainya terlalu kekanak-kanakan, sekarang kamu merasa dia nggak manis lagi. Ariel, sebenarnya pria seperti apa yang kamu mau?"Ariel meletakkan gelas dalam genggamannya dan berkata, "Pria seperti apa pun aku nggak mau. Aku pergi ke kamar kecil sebentar."Selesai berbicara, dia bangkit dari tempat duduknya, membenarkan posisi bingkai kacamatanya, lalu berjalan ke arah kamar kecil ....Di lokasi perjamuan ini, wastafel boleh digunakan oleh pria dan wanita, tidak dibagi. Saat Ariel keluar dari kamar kecil dan hendak mencuci tangannya di wastafel, dia melihat ada seorang pria yang sedang mencuci tangan di wastafel.Melalui pantulan cermin, dia mengetahui bahwa pria itu adalah Justin.Namun, dia tidak menghentikan langkah kakinya karena Justin berada di sana. Dia tetap melangkahkan kakinya ke sana dengan tenang untuk mencuci tangan. Tidak ada eks
Dia menarik tisu dua lembar tisu dari kotak tisu di belakang wanita itu, mengelap tangannya, lalu melemparkan tisu bekas itu ke tempat sampah dengan jijik. Setelahnya, dia langsung meninggalkan tempat itu tanpa menoleh ke belakang ....Tindakannya itu seolah-olah mengisyaratkan Ariel "kotor".Melihat punggung pria itu sudah makin menjauh, Ariel terkekeh. 'Sekarang Tuan Muda Justin itu benar-benar sudah berubah menjadi pria dewasa yang menyebalkan!'Kemudian, dia berbalik dan melihat pantulan dirinya di dalam cermin. Apa wajahnya benar-benar sudah keriput? Apa tanda-tanda penuaannya terlihat sejelas itu?Namun, dia baru berusia dua puluh enam tahun .......Saat kembali ke lokasi perjamuan dan melewati lantai dansa, Ariel melihat Justin sedang berdansa bersama seorang wanita cantik berusia dua puluhan tahun sambil memeluk wanita itu. Gerakan dansa mereka terlihat sangat elegan.'Hmm, itu pacarnya, 'kan? Seharusnya wanita itu adalah nona dari keluarga kaya.''Mereka sangat cocok!'Meliha
'Apa-apaan ini?! Kalau begitu, aku mau meminta sopir mengantarnya ke mana?'Ariel mengerutkan keningnya. Saat dia hendak membuka mulutnya untuk berbicara, pahanya terasa gatal ....Begitu dia menundukkan kepalanya, dia melihat Justin sedang menyentuh pahanya dengan jari-jarinya. Pergerakan pria itu sangat pelan, seolah-olah menyentuhnya, tetapi tidak benar-benar menyentuhnya.Ariel menepis tangan Justin, lalu berkata dengan suara rendah, "Jangan mempelajari hal-hal mesum!"Setelah tangannya ditepis, Justin hanya terkekeh pelan. Kali ini, dia benar-benar menyentuh paha Ariel. Pada saat bersamaan, dia berkata pada sopir, "Pak, tolong tutup tirainya, ada rahasia bisnis yang perlu kubicarakan dengan Bu Ariel."Begitu mendengar ucapan Justin, sopir tertegun sejenak. Kemudian, dia melemparkan sorot mata ke arah Ariel seolah-olah meminta persetujuan majikannya.Ariel tahu penyakit Justin kumat lagi. Dia juga tidak ingin indra penglihatan sopir polosnya tercemar oleh tindakan Justin. Jadi, dia
Justin berkata, "Hmm .... Karena sekarang dia sedang bersamaku!"Pamela seakan-akan sudah bisa menebak sesuatu. "Minta dia jawab panggilan teleponku!"Di ujung telepon, Justin terdiam sejenak, lalu berkata, "Kak Pamela, sepertinya sekarang dia nggak bisa menjawab telepon! Besok aku akan pergi ke kediaman Keluarga Dirgantara untuk melihatmu dan anak-anakmu. Sudah dulu, ya."Selesai berbicara, terdengar suara panggilan telepon terputus. Sudut bibir Pamela berkedut.'Dasar bocah ini!'"Ibu ...."Tiba-tiba, terdengar suara Revan dari arah belakangnya.Pamela menyimpan ponselnya dan berbalik. Dia melihat Revan berjalan masuk dengan ekspresi kesal."Ada apa, Revan?"Revan mengerutkan keningnya dan berkata, "Ibu, Heri dan Vani bertengkar, aku nggak bisa menghentikan mereka berdua. Bibi sedang memberi mereka pelajaran! Ibu, cepat lihat mereka ...."'Apa? Heri dan Vani bertengkar?'Pamela merasa sangat heran. 'Heri dan Vani adalah kembar. Sejak kecil, mereka nggak pernah bertengkar? Ada apa den
Makin ibu mereka terlihat tenang, makin terlihat ibu mereka sedang marah. Sikap ibu mereka sekarang jauh lebih menakutkan daripada langsung memarahi mereka.Setelah melontarkan satu kalimat itu dengan datar, Pamela langsung berbalik dan keluar dari kamar Olivia."Heri" dan Vani mengangkat kepala mereka, melemparkan sorot mata meminta bantuan kepada Olivia ....Olivia juga tahu kakak iparnya sudah marah. Dia tidak bisa ikut campur saat kakak iparnya memberi pelajaran kepada keponakan-keponakannya nanti. Dia mengangkat bahunya dan merentangkan tangannya pada dua bocah itu dengan tidak berdaya."Ibu kalian sudah tahu, sekarang aku juga nggak bisa membantu kalian lagi! Pergilah! Tunggu 'vonis hukuman' kalian!"Melihat reaksi bibir mereka, "Heri" dan Vani benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi.Hanya ada satu hal dalam benak mereka sekarang. 'Gawat! Bibi juga nggak peduli pada kami lagi!'Karena tidak punya pilihan lain lagi, dua bocah itu terpaksa mengikuti ibu mereka keluar dari kamar b