Sambil menyipitkan matanya, Jason melirik ponsel tersebut. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi Pamela terlebih dahulu.Tak lama kemudian, panggilan telepon terhubung."Pamela, ada apa? Apa kamu ada urusan mencariku?"Pamela bertanya, "Pak Jason, apa pihak penyelenggara acara lelang sudah memberimu kabar? Apa mereka sudah memeriksa kebenaran hubungan ayah dan anak antara Theo dan Sophia?"Mendengar sepulang ke rumahnya adiknya masih harus mengkhawatirkan urusan Perusahaan Dirgantara, serta mengingat ekspresi santai pria yang menempati kamar seberang itu, hati Jason terasa sakit. "Untuk sementara waktu, belum ada kabar. Pamela, kamu nggak perlu memikirkan hal ini lagi. Aku akan membantumu mengurusnya dengan baik. Tanah pasti akan menjadi milikmu dengan harga yang memuaskan.""Kalau ada informasi baru, segera beri tahu aku." Pamela sedikit mengkhawatirkan hal ini, Dia merasa Sophia tidak akan mengakui bahwa dia adalah putri Theo dengan mudah ....Jason berkata dengan lembut, "Hmm, di
Selama tiga tahun ini, Justin memang berkembang secara signifikan. Setelah lulus sekolah, dia menjalani pelatihan di perusahaan cabang keluarga di luar negeri. Sekarang, dia sudah memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah sendiri.Tentu saja hal ini membuat Jason merasa sangat senang. Akhirnya Justin bukan lagi orang yang tidak bisa berbuat apa-apa!Besok, dia akan meminta departemen personalia perusahaan keluarganya untuk mengatur sebuah posisi untuk Justin, agar adik lelakinya itu bisa berlatih dan mengasah kemampuannya lebih dalam lagi....Di kediaman Keluarga Yanuar.Tiga tahun berlalu, ini adalah pertama kalinya Justin pulang ke rumah.Ternyata memang benar, rumah adalah tempat yang paling nyaman. Dia bersandar di sofa dengan beralaskan kedua tangannya sebagai bantal.Dia melirik ayahnya yang baru saja mengakhiri panggilan telepon dan bertanya, "Bagaimana? Kakakku nggak pulang, 'kan?!"Marko meletakkan ponselnya, lalu berkata pada putra bungsunya itu, "Hari ini kakakmu ada u
Ariel mengalihkan pandangannya dari Justin, menyesap anggurnya dan berkata, "Sama sekali nggak manis lagi."Marlon berkata, "Ckckck, dulu kamu mengatainya terlalu kekanak-kanakan, sekarang kamu merasa dia nggak manis lagi. Ariel, sebenarnya pria seperti apa yang kamu mau?"Ariel meletakkan gelas dalam genggamannya dan berkata, "Pria seperti apa pun aku nggak mau. Aku pergi ke kamar kecil sebentar."Selesai berbicara, dia bangkit dari tempat duduknya, membenarkan posisi bingkai kacamatanya, lalu berjalan ke arah kamar kecil ....Di lokasi perjamuan ini, wastafel boleh digunakan oleh pria dan wanita, tidak dibagi. Saat Ariel keluar dari kamar kecil dan hendak mencuci tangannya di wastafel, dia melihat ada seorang pria yang sedang mencuci tangan di wastafel.Melalui pantulan cermin, dia mengetahui bahwa pria itu adalah Justin.Namun, dia tidak menghentikan langkah kakinya karena Justin berada di sana. Dia tetap melangkahkan kakinya ke sana dengan tenang untuk mencuci tangan. Tidak ada eks
Dia menarik tisu dua lembar tisu dari kotak tisu di belakang wanita itu, mengelap tangannya, lalu melemparkan tisu bekas itu ke tempat sampah dengan jijik. Setelahnya, dia langsung meninggalkan tempat itu tanpa menoleh ke belakang ....Tindakannya itu seolah-olah mengisyaratkan Ariel "kotor".Melihat punggung pria itu sudah makin menjauh, Ariel terkekeh. 'Sekarang Tuan Muda Justin itu benar-benar sudah berubah menjadi pria dewasa yang menyebalkan!'Kemudian, dia berbalik dan melihat pantulan dirinya di dalam cermin. Apa wajahnya benar-benar sudah keriput? Apa tanda-tanda penuaannya terlihat sejelas itu?Namun, dia baru berusia dua puluh enam tahun .......Saat kembali ke lokasi perjamuan dan melewati lantai dansa, Ariel melihat Justin sedang berdansa bersama seorang wanita cantik berusia dua puluhan tahun sambil memeluk wanita itu. Gerakan dansa mereka terlihat sangat elegan.'Hmm, itu pacarnya, 'kan? Seharusnya wanita itu adalah nona dari keluarga kaya.''Mereka sangat cocok!'Meliha
'Apa-apaan ini?! Kalau begitu, aku mau meminta sopir mengantarnya ke mana?'Ariel mengerutkan keningnya. Saat dia hendak membuka mulutnya untuk berbicara, pahanya terasa gatal ....Begitu dia menundukkan kepalanya, dia melihat Justin sedang menyentuh pahanya dengan jari-jarinya. Pergerakan pria itu sangat pelan, seolah-olah menyentuhnya, tetapi tidak benar-benar menyentuhnya.Ariel menepis tangan Justin, lalu berkata dengan suara rendah, "Jangan mempelajari hal-hal mesum!"Setelah tangannya ditepis, Justin hanya terkekeh pelan. Kali ini, dia benar-benar menyentuh paha Ariel. Pada saat bersamaan, dia berkata pada sopir, "Pak, tolong tutup tirainya, ada rahasia bisnis yang perlu kubicarakan dengan Bu Ariel."Begitu mendengar ucapan Justin, sopir tertegun sejenak. Kemudian, dia melemparkan sorot mata ke arah Ariel seolah-olah meminta persetujuan majikannya.Ariel tahu penyakit Justin kumat lagi. Dia juga tidak ingin indra penglihatan sopir polosnya tercemar oleh tindakan Justin. Jadi, dia
Justin berkata, "Hmm .... Karena sekarang dia sedang bersamaku!"Pamela seakan-akan sudah bisa menebak sesuatu. "Minta dia jawab panggilan teleponku!"Di ujung telepon, Justin terdiam sejenak, lalu berkata, "Kak Pamela, sepertinya sekarang dia nggak bisa menjawab telepon! Besok aku akan pergi ke kediaman Keluarga Dirgantara untuk melihatmu dan anak-anakmu. Sudah dulu, ya."Selesai berbicara, terdengar suara panggilan telepon terputus. Sudut bibir Pamela berkedut.'Dasar bocah ini!'"Ibu ...."Tiba-tiba, terdengar suara Revan dari arah belakangnya.Pamela menyimpan ponselnya dan berbalik. Dia melihat Revan berjalan masuk dengan ekspresi kesal."Ada apa, Revan?"Revan mengerutkan keningnya dan berkata, "Ibu, Heri dan Vani bertengkar, aku nggak bisa menghentikan mereka berdua. Bibi sedang memberi mereka pelajaran! Ibu, cepat lihat mereka ...."'Apa? Heri dan Vani bertengkar?'Pamela merasa sangat heran. 'Heri dan Vani adalah kembar. Sejak kecil, mereka nggak pernah bertengkar? Ada apa den
Makin ibu mereka terlihat tenang, makin terlihat ibu mereka sedang marah. Sikap ibu mereka sekarang jauh lebih menakutkan daripada langsung memarahi mereka.Setelah melontarkan satu kalimat itu dengan datar, Pamela langsung berbalik dan keluar dari kamar Olivia."Heri" dan Vani mengangkat kepala mereka, melemparkan sorot mata meminta bantuan kepada Olivia ....Olivia juga tahu kakak iparnya sudah marah. Dia tidak bisa ikut campur saat kakak iparnya memberi pelajaran kepada keponakan-keponakannya nanti. Dia mengangkat bahunya dan merentangkan tangannya pada dua bocah itu dengan tidak berdaya."Ibu kalian sudah tahu, sekarang aku juga nggak bisa membantu kalian lagi! Pergilah! Tunggu 'vonis hukuman' kalian!"Melihat reaksi bibir mereka, "Heri" dan Vani benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi.Hanya ada satu hal dalam benak mereka sekarang. 'Gawat! Bibi juga nggak peduli pada kami lagi!'Karena tidak punya pilihan lain lagi, dua bocah itu terpaksa mengikuti ibu mereka keluar dari kamar b
Vani sengaja bergeser ke samping, berusaha untuk menjaga jarak dengan "Heri". Kemudian, dia menatap ibunya dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Nggak, dia bukan kakak yang tumbuh bersamaku! Sejak pulang dari piknik hari itu, dia bukan kakakku lagi! Ibu, kakakku sudah hilang. Orang ini bukan kakakku, dia hanya sangat mirip dengan kakakku!"Pamela sedikit kurang memahami ucapan putrinya, pandangannya tertuju pada wajah "Heri". 'Hmm? Jelas-jelas wajahnya sama persis dengan putraku. Apa yang aneh?''Lagi pula, bagaimana mungkin di dunia ini ada dua anak yang wajahnya sama persis?'Saat itu, Pamela hanya melahirkan sepasang kembar identik, bagaimana mungkin ada bocah lelaki yang sama persis dengan Heri?Pamela menegur putrinya dengan ekspresi serius, "Vani, jangan berbicara sembarangan."Vani berkata dengan ekspresi serius, "Ibu, aku nggak berbicara sembarangan! Dia benar-benar bukan kakakku!""Heri" juga tidak membantah ucapan Vani. Dia hanya berdiri diam di tempat dan menundukkan kepalany
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen