Marlon bertanya, "Siapa?"Secara serentak Ariel juga bertanya, "Siapa?""Kalau dia bersedia membantuku, saatnya nanti kalian pasti akan tahu!" jawab Pamela. Sebelum memastikan orang itu bersedia membantunya, dia tidak akan membocorkannya.Marlon dan Ariel saling memandang, keduanya tidak dapat menerka kepada siapa Pamela akan meminta bantuan ....Setelah ketiganya menghabiskan makan siang, Pamela meminta pembantu masuk untuk membereskan piring, Pak Dimas juga ikut masuk bersama para pembantu untuk menyampaikan pesan, "Nyonya, Nyonya Frida sudah menyiapkan meja mahyong, Nyonya dan teman-teman diminta bergabung."Frida belum lupa soal bermain mahyong?Pamela mengangguk, "Oke, kami akan ke sana sekarang."Setelah Pak Dimas pergi, Pamela menoleh dan berpesan pada Ariel dan Marlon, "Buat Nyonya Frida bermain mahyong dengan gembira."Meskipun tidak tertarik pada mahyong, Marlon dan Ariel tidak berani melawan perintah Pamela....Frida meminta pembantu menata meja mahyong di ruang tamu dengan
Adsila benar-benar tersinggung dengan ucapan Marlon padanya di kamar mandi siang tadi, dia tak ingin menghiraukannya lagi, dia bahkan sedang mempertimbangkan untuk berhenti kerja besok.Mungkin di mata Marlon dia memang semurahan itu? Sampai-sampai menggunakan ucapan seperti itu untuk menghinanya."Nggak pulang? Jadi mau ke mana?" tanya Marlon sembari meletakkan tangannya di jendela mobil dan mencondongkan kepalanya sedikit ke luar."Jam kerja sudah berlalu, aku nggak perlu melapor padamu ke mana aku akan pergi, 'kan?" jawab Adsila dengan ketus, masih tidak mau menatap Marlon.Marlon mengernyitkan kening, "Hari ini kamu keluar bersama kami, bisa dianggap perjalanan dinas, kalau terjadi apa-apa padamu di jalan pulang, kami harus bertanggung jawab. Dengarkan aku, naiklah."Adsila bersikeras, "Tenang saja, kalaupun terjadi sesuatu, aku nggak akan meminta pertanggungjawabanmu dan Bu Ariel. Pak Marlon, pulanglah lebih awal! Selamat tinggal!"Setelah itu, Adsila sengaja berbelok memasuki gan
Setelah menyiapkan makanan bayi untuk Revan, Pamela menyuruhnya berhenti bermain dan makan dulu.Revan sangat patuh padanya, begitu Pamela memanggilnya, Revan langsung meletakkan mainannya, turun dari ranjang dan berlari ke arahnya untuk makan.Pamela mengajari Revan makan sendiri dengan sendok. Anak itu mengangguk dan mengikuti instruksinya. Meski gerakannya agak kaku, dia berhasil belajar makan sendiri.Melihat Revan menyendok nasi ke dalam mulut, Pamela sedikit emosional, setelah dia pergi, apakah Keluarga Dirgantara akan menjaga anak ini dengan baik?Tidak ada keluarga kandungnya di sini, Agam si bajingan itu mungkin tidak akan memperlakukannya dengan baik, kalaupun Agam tulus padanya, pria itu tidak akan punya waktu menjaganya ....Itu sebabnya dia mengajarkan Revan untuk makan sendiri. Seandainya setelah dia pergi tidak ada yang menyuapinya makan, anak itu tidak akan kelaparan.Saat memperhatikan Revan makan sambil tenggelam dalam lamunannya, tiba-tiba ponsel Pamela berdering.Se
Setelah memutuskan panggilan dan meletakkan ponsel di samping, Pamela menarik selembar tisu, lalu menyeka mulut Revan yang berantakan oleh makanan, kemudian memeluknya."Sudah kenyang?" tanya Pamela.Revan yang patuh memeluk leher Pamela. "Ya, kenyang," jawabnya.Pamela mengajari Revan dengan sungguh-sungguh, "Hm, seterusnya kamu harus belajar makan sendiri dengan sendok, dengan begitu, tanpa bantuan orang dewasa pun, kamu nggak akan kelaparan."Revan menatap Pamela dengan perasaan gelisah, "Bibi Kak Pamela, apa kamu nggak akan terus menemaniku?Pamela tersenyum hangat, tidak menjawab pertanyaan anak itu secara langsung, "Ayahmu akan menemanimu selamanya, tapi Ayah sibuk bekerja, nggak mungkin bisa selalu menemanimu, jadi kamu harus cepat belajar mandiri, oke?"Revan mengangguk dengan patuh. "Baik, Revan akan berusaha belajar mandiri, biar Ayah dan Bibi Kak Pamela nggak khawatir ..." jawabnya.Sejak anak ini di sisinya, Pamela sering mengobrol dengannya. Perlahan-lahan semakin banyak k
Suara pria itu disertai tawa ringan, latar suaranya terdengar seperti sedang tidak di rumah.Pamela menjawab, "Ini aku."Orang di ujung telepon, Andra Bratajaya, ragu sejenak, kemudian mata monsternya berbinar dengan kilatan cahaya, "Lala? Tumben, kamu meneleponku duluan?" katanya.Pamela langsung ke topik utama, "Tuan Andra, apa kamu bisa membantuku?"Andra bertanya disertai tawa, "Membantumu? Apa keuntungannya untukku?"Pamela mengerutkan kening, menggerakkan sudut bibirnya, kemudian bertanya, "Bukankah kamu seharusnya menanyakan dulu bantuan apa yang kuinginkan?"Nada jahat Andra diturunkan sedikit. "Itu nggak penting, asalkan kamu memberiku kesempatan untuk dekat denganmu, sekalipun kamu memintaku mati, aku nggak akan berkedip," katanya.Sudut mulut Pamela bergerak semakin hebat, selama paruh pertama hidupnya, dia mengira Marlon adalah pria paling narsis di dunia ini, setelah bertemu Andra, barulah dia menyadari, kenarsisan Andra tiada taranya.Pamela malas meladeni gombalan Andra,
Saat ini barulah Justin berbicara dengan ragu-ragu, "Pamela, kenapa ponsel Kak Ariel ada padamu?"Pamela merasakan sakit kepala yang luar biasa, "Aku tanya sejak kapan kalian punya hubungan?" tanyanya.Justin tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya, apalagi dia teringat Ariel pernah memperingatkan bahwa hubungan mereka tidak boleh sampai diketahui Pamela, dia semakin tidak berani bicara ...."Ah itu, Kak Jason menyuruhku mengerjakan PR. Sudah dulu, ya!"Justin mengucapkan beberapa kata, kemudian langsung memutuskan panggilan.Mendengar bunyi panggilan sibuk di telepon, Pamela pun menghela napas.Benar-benar, tidak satu hal pun yang membuatnya tenang, Marlon terjerat dengan Adsila, sekarang Ariel dan Justin ....Huh!Semakin lama semakin kacau!...Keesokan paginya, seperti biasa Pamela turun bersama Revan untuk sarapan.Kemarin Pamela sudah berhasil mengajarkan Revan untuk makan sendiri, hari ini Revan tidak perlu disuapi lagi, dia bisa makan sendiri.Saat Pamela menyantap bubur, Tom
Nyonya Frida menatap Pamela dengan sedih, anak ini terlihat baik-baik saja, tapi semangatnya tidak setinggi sebelumnya, sebelum ini Pamela selalu terlihat sebagai anak yang penuh dengan semangat ....Pamela keluar setelah mengatakan apa yang ingin dia katakan.Tujuan Pamela adalah membuat Nyonya Frida memiliki rasa bersalah padanya, sehingga akan menurunkan kewaspadaannya terhadap Pamela. Karena besok Pamela akan selamanya meninggalkan Keluarga Dirgantara yang telah mengubah jalan hidupnya.Pamela melihat Olivia sedang bermain bersama Revan di halaman setelah keluar dari kamar Nyonya Frida, Ricky juga datang, dia mengawasi mereka berdua dari samping.Pamela berpikir sejenak dan menghampiri mereka.Revan langsung meninggalkan Olivia begitu melihat Pamela keluar dan menghampirinya."Bibi Kak Pamela ...."Olivia mengejar Revan dan berkata, "Dasar bocah, aku baru saja membujukmu dengan susah payah, tapi kamu langsung meninggalkanku begitu melihat kakakmu keluar!"Revan terkekeh setelah men
Pamela mengangkat kepalanya untuk memandang halaman Kediaman Dirgantara, dia tidak akan datang lagi ke tempat ini.Tidak disangka satu-satunya hal yang tidak bisa dia lepaskan adalah Revan ....Waktu berlalu dengan sangat cepat, satu hari telah berlalu setelah makan tiga kali.Pada malam hari, ponsel Pamela berdering setelah selesai mandi dan hendak membacakan sebuah cerita pada Revan untuk membujuknya tidur.Tidak disangka Agam meneleponnya lagi setelah Pamela mengambil ponselnya.Ada apa dengan pria ini? Tidak disangka dia ingat untuk meneleponnya setiap hari?Pamela menekan rasa jijik di dalam hatinya dan menjawab panggilan agar Agam tidak merasa curiga."Kamu sudah tidur belum?"Suara pria itu terdengar rendah dan lembut, sepertinya sudah mengabaikan rasa tidak senang pada panggilan telepon kemarin."Menurutmu? Apakah aku bisa menjawab panggilanmu kalau sudah tidur?" Nada bicara Pamela terdengar datar, tidak lembut dan juga tidak sinis.Pria itu berkata dengan suara rendah, "Bukank
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen