Hingga detik terakhir, Pamela masih berharap Agam memiliki hati nurani dan mengatakan yang sebenarnya.Melihat Agam terlihat begitu percaya diri, Pamela sendiri merasa bosan. Sungguh membosankan!Pamela memandang Agam tanpa ekspresi. Dia menatap wajah yang pernah membuat jantungnya berdebar kencang dan berkata dengan nada datar, "Hanya dengan berdiri di sini, kamu telah menyinggung perasaanku. Karena sekarang aku nggak ingin melihatmu!"Kehangatan di mata Agam menghilang. "Nggak ingin melihatku? Pamela, apakah aku begitu mengganggumu?""Yah! Kamu membuatku sangat jijik!" Pamela menyunggingkan sudut mulutnya dengan dingin. Dia berkata dengan tatapan sinis, "Pak Agam, awalnya aku menciummu dengan paksa untuk menyingkirkan pasangan kencan butaku. Itu salahku, tapi aku sudah bertanggung jawab. Aku sudah memikul tanggung jawabku. Sekarang, aku nggak berutang apa pun padamu! Sementara kamu, apakah kamu merasa menyenangkan menaklukkan wanita yang nggak tertarik padamu? Tapi, aku nggak ingin b
Pamela menggerakkan bibirnya dengan dingin. "Ya sudah kalau kamu mendengarnya. Aku nggak takut kamu mendengarnya. Tapi, kamu salah tentang satu hal! Kakakmu dan aku nggak bisa bercerai, karena dia dan aku nggak mengajukan pernikahan. Bagaimana kami bisa bercerai?"Olivia terdiam seribu bahasa.Pamela sangat lelah hingga dia mengusap pelipisnya. "Apakah kamu ada urusan? Kalau nggak ada urusan, aku akan menutup pintu dan tidur!"Olivia berkata sambil mengerutkan keningnya, "Ada urusan! Anak ini baru saja bangun dan ingin mencarimu, jadi aku membawanya ke sini!"Pamela menunduk dan melirik ke Revan yang malang, lalu dia berkata dengan dingin, "Dia adalah anak angkat kakakmu. Nggak ada hubungannya denganku. Kamu seharusnya menelepon kakakmu dan memintanya untuk membawa anak itu pergi!"Setelah berkata, Pamela hendak menutup pintu, tapi gerakannya malah terhenti ....Karena tiba-tiba Pamela merasakan kakinya dipeluk. Pamela takut jika dia menutup pintu akan menyakiti anak itu!Pamela menund
Pamela sedikit tidak berdaya terhadap anak yang merasa tidak aman ini. Demi membuat Revan cepat tidur, Pamela membujuknya, "Baik, aku nggak akan pergi. Kamu bisa tidur. Saat kamu bangun besok pagi, kita akan sarapan bersama.""Hmm ... oke ..." jawab Revan. Kemudian, dia perlahan menutup matanya dan tidur dengan patuh.Keesokan harinya.Seperti yang dia sepakati dengan Revan tadi malam, Pamela bangun dan mandi, lalu membawanya ke bawah untuk sarapan.Revan baru saja tiba di Kediaman Keluarga Dirgantara. Dia masih tidak begitu terbiasa. Meskipun kedua tetua Keluarga Dirgantara menyayangi anak-anak, dia tetap merasa takut. Dia hanya ingin tetap bersama Pamela ....Setelah sarapan, Pamela memberi Revan beberapa nasihat, kemudian menyerahkannya kepada Olivia. Dia harus keluar untuk berbicara dengan Marlon dan Ariel di perusahaan.Namun, ketika Pamela membuka pintu, dia melihat pintu itu diblokir oleh Ervin dan sekelompok pengawal.Ervin memanggilnya sambil menundukkan kepalanya dengan horma
Pamela mengepalkan tangannya dengan kuat. Dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon pria yang tidak ingin dia hubungi lagi.Panggilan itu dijawab dengan cepat, tapi tidak ada suara.Pamela bertanya dengan marah, "Agam, apa maksudmu?"Kemudian, suara serak yang familier dari Agam terdengar. "Nona Pamela nggak ingin bermain-main denganku lagi, jadi kamu mulai memanggil namaku?"Pamela meneleponnya bukan karena dia ingin mendengar sindiran Agam!"Pak Agam, kita bukan anak-anak lagi. Bukankah kamu terlalu kekanak-kanakan dengan membatasi kebebasanku saat kamu marah padaku?"Agam mendengus dengan dingin, "Kamu masih tahu kalau aku marah?"Pamela mengerutkan kening dan mengendalikan emosinya, kemudian berkata, "Singkirkan orang-orangmu, aku ingin keluar!""Untuk apa kamu keluar?""Aku bebas melakukan apa pun yang aku inginkan. Aku nggak perlu melaporkan semuanya padamu, kan?"Tidak ada emosi atau kemarahan dalam suara Agam. "Setelah kamu menikah dengan anggota Keluarga Dirgantara, kamu harus
"Pak Marlon benar. Pamanku akan memberikan pekerjaan yang baik untukku, tapi aku nggak ingin hidup di bawah perlindungan pamanku seumur hidupku. Aku ingin tumbuh sendiri dan keluar untuk berlatih."Marlon sangat mengagumi sikapnya. "Yah, wawasanmu cukup luas. Apakah rekan itu menggodamu tadi?"Adsila tertegun sejenak, lalu menjelaskan, "Nggak, dia hanya memintaku membantunya merapikan dokumen. Alatnya rusak."Marlon jelas tidak memercayai penyangkalannya. "Orang itu cukup baik. Dia lulus dari sekolah ternama dan cukup tampan. Sebenarnya, kamu mungkin bisa mempertimbangkannya. Perusahaan nggak melarang percintaan di kantor!"Mata Adsila bergetar, alisnya berkerut samar-samar. Dia merasakan penghinaan yang tak terlukiskan, tapi dia tidak marah. Adsila hanya berkata sambil mengangguk, "Baiklah, kalau dia benar-benar tertarik padaku, aku akan memikirkannya. Terima kasih Pak Marlon karena mengkhawatirkan masalah pernikahanku."Marlon sedikit ragu-ragu. Setelah hening selama dua detik, dia t
Marlon secara alami mengalihkan perhatiannya ke Ariel. "Apa hubungan kalian?"Ariel menyesap kopi dengan tatapan tenang dan berkata, "Nggak ada hubungan apa pun."Marlon tersenyum, lalu memandang Justin dengan penuh niat sambil berkata, "Apakah kamu mendengarnya? Ariel bilang dia nggak memiliki hubungan apa pun denganmu!"Tanpa perlu Marlon menggodanya, Justin sudah marah karena jawaban Ariel. "Kamu bilang kamu nggak ada hubungan apa pun denganku? Hari itu ... kamu jelas ... kamu ...."Semakin Justin berbicara, wajahnya semakin merah dan semakin sulit untuk menjelaskannya. Justin bahkan tidak tahu apa yang harus dia lakukan!Terlintas sedikit rasa kesal di wajah Ariel. Dia memarahi dengan suara serius, "Diam! Kalau kamu nggak bisa berbicara, berhentilah bicara! Minggir, jangan menghalangi pekerjaanku!"Justin sangat marah hingga dia tidak bisa berbicara. Dia duduk di kursi di sebelah dengan kesal ....Ariel bahkan tidak memandang Justin. Dia menatap Marlon dan bertanya, "Apakah kamu ma
Marlon berkata sambil melambaikan tangannya, "Nggak akan lagi, nggak akan lagi! Hanya kamu yang akan menyukai wanita jahat dan gila kerja, Tuan Muda Justin!"Justin menunjukkan ekspresi cemberut. Dia tidak suka mendengar apa yang dikatakan Marlon tentang kekasihnya.Ariel melepas kacamatanya dan mencubit alisnya. "Kalau nggak ada hal lain yang ingin kamu katakan, keluarlah dulu. Aku akan menemuimu nanti."Marlon tersenyum, lalu berkata sambil mengangkat bahunya, "Oke! Kalau begitu aku nggak akan mengganggu kalian berdua. Aku sendiri yang akan menelepon Bos dulu!"Ariel memperingatkan, "Jangan bicara omong kosong kepada Bos!"Marlon memberi isyarat oke. Marlon tahu bahwa Ariel tidak ingin dia memberi tahu bosnya tentang hubungan Ariel dengan Justin.Bagaimanapun juga, Justin adalah saudara tiri dari Pamela. Ariel telah membawa masalah kepada orang lain, mungkin dia takut dimarahi oleh bosnya?Setelah Marlon keluar, Ariel memakai kacamatanya lagi dan menatap Justin dengan dingin sambil b
Ariel mengangkat kepalanya, lalu berkata sambil melirik ke arah Justin, "Kenapa kamu nggak pergi? Apakah kamu nggak punya uang saku untuk makan? Apakah kamu ingin aku memberimu?"Setelah mendengar Ariel ingin memberinya, Justin yang baru saja merasa diabaikan oleh Ariel menjadi lebih energik lagi. Dia merasa bahwa Ariel jelas-jelas peduli padanya ...."Nggak perlu! Aku punya uang, tapi kamu seharusnya menemaniku makan, jangan tinggalkan aku sendiri!"Alis Ariel kembali mengernyit dengan jijik. "Maaf, menurutku, dunia ini nggak ada kata seharusnya. Hanya anak-anak yang akan terus menekankan kata seharusnya."Justin kembali berkata, "Aku bukan anak kecil!"Ariel berkata sambil mencibir, "Apakah aku mengataimu?"Justin menyilangkan tangannya dan duduk dengan marah. Sebelumnya, Justin belum pernah diperlakukan seperti ini oleh seorang wanita. Sementara wanita ini sangat tidak tahu aturan! Justin benar-benar marah!Ariel mengabaikan Justin. Dia menyesuaikan kacamatanya, lalu fokus pada peke