Setelah Kalana dibawa pergi oleh petuga polisi, Johan dan Anisa hanya bisa menghela napas!Huh! Bagaimana pun Kalana adalah cucu yang mereka sayangi selama bertahun-tahun, kini dia harus dijebloskan ke penjara, mana mungkin mereka tidak merasakan apa-apa!Namun, mereka juga tahu jelas, Kalana yang sekarang berbeda dengan Kalana semasa kecil, dia harus menerima akibat dari segala perbuatannya.Jason menatap polisi yang membawa Kalana pergi, tatapannya menyimpan kerumitan yang tak bisa diungkapkan.Setelah menarik pandangannya, dia menatap Pamela.Melihat kain kasa yang mengelilingi luka di dahi Pamela, Jason merasa tidak tega sekaligus bersyukur karena adiknya masih hidup!Dia tidak bisa menahan diri untuk memeluk Pamela, kemudian berkata, "Syukurlah, syukurlah kamu masih hidup! Pamela, untunglah kamu baik-baik saja, Kakak takut setengah mati, tahu, nggak?"Pamela yang dipeluk erat secara tiba-tiba tidak segera meronta, dia tidak terlalu keberatan dengan tindakan Jason, juga tidak terla
Ekspresi wajah pria itu tidak jelas, dia menatap Pamela dengan mata sayu ....Olivia membungkam mulutnya, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri reaksi Agam ketika mengira Pamela sudah meninggal, dia tahu seberapa pentingnya Pamela bagi Agam, juga memahami perasaan Agam saat ini pasti sangat rumit, lebih baik dia tidak ikut campur!Pamela mendekati Agam, lalu menyapa, "Paman."Setelah mendekat, barulah dia menyadari Agam memegang sebatang rokok yang belum dinyalakan.Entah karena rumah sakit tidak mengizinkannya merokok atau karena alasan lain.Sepertinya sudah lama sekali Agam tidak merokok.Ekspresi Agam sulit ditebak, dia membuang rokok yang belum dinyalakan itu ke tong sampah di dekat sana, lalu melepas mantel dan memakaikannya pada Pamela.Tanpa mengatakan apa pun, Agam berbalik dan pergi.Pamela mengerutkan kening, mengikutinya dari belakang ....Meski kurang responsif, Olivia bisa merasakan kejanggalan antara Agam dan Pamela. Dia tidak berani terlalu dekat, hanya diam-diam me
Melihat Tuan Muda berjalan keluar, Calvin tadinya ingin mengikuti, tapi Anisa justru menghentikannya."Calvin, kamu jangan pergi, temani kami di sini," cegat Anisa.Calvin terlihat kesulitan, "Uh, itu ...."Saat ini Jason terus memikirkan kondisi kesehatan Pamela, sama sekali tidak menyadari Calvin telah dicegat oleh Anisa, dia berjalan keluar sendirian.Setelah Jason keluar, Anisa langsung bertanya, "Calvin, katakan yang sebenarnya! Kenapa kaki Jason bisa terluka? Lukanya serius, nggak?"Untuk menenangkan Johan dan Anisa, Calvin tidak berani meninggalkan mereka begitu saja.Meskipun tempat ini bukan kamar mayat sungguhan, melainkan kamar cadangan tak terpakai yang digunakan pihak rumah sakit untuk membantu Pamela, kamar yang sudah bertahun-tahun menganggur itu tetap saja agak seram, tidak baik jika kedua orang tua itu berlama-lama di sana.Calvin berkata, "Nyonya, aku benar-benar nggak berbohong. Luka kaki Tuan Muda nggak serius, hanya perlu pemulihan, juga nggak akan menimbulkan damp
Calvin tertekan menghadapi pertanyaan dari Johan, dia menjawab dengan berat, "Tuan, Tuan Muda dan Nona Pamela ...."Johan melotot sambil mengancam, "Jangan membodohiku, lebih baik kamu katakan yang sebenarnya, kalau sampai aku tahu kamu membohongiku, kamu akan tahu akibatnya!"Calvin merasa tak sanggup merahasiakannya lagi, cepat atau lambat Tuan akan mengetahuinya, setelah berpikir sejenak, dia berkata tak berdaya, "Karena ... karena Nona Pamela ....""Karena dia adalah penyelamat Kakek, Keluarga Yanuar berutang padanya."Saat ini suara Jason terdengar, menyela ucapan yang hampir dilontarkan Calvin.Johan dan Anisa menoleh ke arah datangnya suara, terlihat cucu sulung mereka yang menggunakan tongkat sudah kembali.Melihat Tuan Muda sudah kembali, Calvin menghela napas lega. Di bawah tekanan Tuan dan Nyonya barusan, dia hampir saja membocorkan identitas Nona Pamela, untung saja ....Jason yang menggunakan tongkat berjalan mendekati Johan dan Anisa, lalu menyerahkan sebotol obat di tang
Saat itu, takutnya Pamela akan menghadapi masalah besar.Jason sadar, dia adalah kakak yang buruk. Untuk saat ini, hal yang bisa dia lakukan adalah melindungi dunia Pamela dan tidak membuat masalah untuknya.Di saat yang sama, di ruang VIP rumah sakit.Frida terbaring di ranjang rumah sakit, dia tertidur di bawah pengaruh obat penenang, tapi alisnya berkerut erat, dalam tidur pun dia tidak rileks.Di samping ranjang, Tomi duduk di kursi roda, memandangi istrinya dengan penuh perhatian, dia sangat mengkhawatirkannya.Dalam situasi ini, mereka harus menjaga emosi Frida, tidak boleh membuatnya kesal. Setelah siuman, dia pasti akan menanyakan kabar Pamela lagi.Uh! Gadis kecil itu bernasib buruk, dia meninggal di usia muda!"Kakek, bagaimana keadaan Nenek?"Tomi menghela napas meratapi istrinya, tiba-tiba terdengar suara seorang wanita datang dari belakang ....Karena perhatiannya tertuju pada Frida, Tomi tidak bisa membedakan suara itu dengan cermat, dia mengira cucunyalah yang telah kemb
Melihat Frida berusaha bangkit, Pamela segera mengulurkan tangan untuk membantunya, dia juga menaikkan bantal belakang Frida, agar dia bisa bersandar dengan nyaman.Setelah duduk, Frida meraih tangan Pamela, lalu menepuknya dengan lembut sambil berkata, "Pamela, kamu ini, kenapa nggak memberi tahu Nenek kalau kamu hamil? Kalau bukan kejadian hari ini, Nenek sampai sekarang pun nggak tahu kalau kamu hamil."Pamela duduk di tepi ranjang, tersenyum pada Frida, kemudian menjelaskan, "Aku bukan sengaja mau merahasiakannya, aku cuma takut Nenek cemas, juga takut Nenek mengaturku, melarangku melakukan berbagai hal ...."Frida mengerutkan dahi, berkata dengan nada tegas, "Apa mungkin Nenek nggak cemas? Kamu ini cucu menantuku, kamu dan anak dalam perutmu sama pentingnya bagi Nenek. Kamu nggak ingin Nenek mengaturmu, lihat, sekarang kamu berkeliaran di luar sampai tertabrak, 'kan? Untung saja nggak ada yang serius, kalau nggak, bagaimana Nenek bisa menerima kenyataan ini?"Pamela mengangguk, "H
"Paman," panggil Pamela dengan suara lembut, dia berjalan mendekat.Pria itu menoleh, lalu mematikan puntung rokoknya tanpa mengatakan sepatah kata pun.Pamela menatap Agam dengan sepasang mata indahnya, lalu bertanya dengan suara pelan, "Kenapa merokok sendirian di sini? Nggak jenguk Nenek?"Agam menyipitkan mata, tidak ada perubahan yang jelas pada ekspresinya, hanya sekadar bertanya, "Bagaimana keadaan Nenek?""Nenek sudah siuman, juga sudah makan, tak ada yang serius," jawab Pamela.Agam mengangguk sedikit, lalu berkata dengan nada tenang tanpa emosi, "Baguslah."Pamela kurang nyaman dengan sikap Agam yang seperti ini, dia mengerutkan kening sambil bertanya, "Paman, apa kamu mengabaikanku karena aku mengganggumu merokok?"Agam hanya menatapnya tanpa berbicara.Setelah menunggu beberapa saat, Agam tak kunjung bersuara, Pamela berkata dengan tidak senang, "Maaf, sudah mengganggu. Aku keluar dulu, kamu lanjutkan saja!"Setelah bicara, dia berbalik, bermaksud keluar dari sana ...."Pam
Pamela bisa merasakan tubuh pria itu masih sedikit bergetar, sepertinya dia belum sepenuhnya pulih dari rasa takut akan kematiannya ....Hatinya tergerak, selama ini dia tidak pernah merasakan hidupnya begitu dipedulikan orang.Sejak ibunya menghilang, orang-orang di sekitar hanya menganggapnya seperti hewan peliharaan, kepanikan dan kepedulian seperti ini baru pertama kali dia rasakan."Paman, kalau aku benar-benar mati, bagaimana denganmu?"...Kelly yakin semua pasti berjalan dengan lancar, dia menunggu kabar dari putrinya di apartemen sambil menempelkan masker wajah, tapi dia tak pernah menyangka, yang dia terima justru kabar penangkapan putrinya!Kabar itu membuatnya panik seketika, dia terus mondar-mandir di ruang tamu, berusaha mencari orang yang bisa membebaskan putrinya, tapi dia tidak menemukan orang tersebut!Johan, Anisa dan Jason juga tahu soal penangkapan Kalana, tetapi mereka tidak menahannya, artinya Keluarga Yanuar sudah menyerah padanya.Bagaimana ini?Apa yang harus
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen