POV Indri"Mmmp …."Aku sangat takut dengan orang yang sedang membekapku ini. Entah apa maksudnya, yang jelas dia berhasil membuatku amat ketakutan. Apalagi perutku tak hentinya terasa sakit."Diam, atau kamu aku serahkan pada mantan suamimu," bisiknya dari belakang.Aku tak mengerti apa maksudnya melakukan ini. Mantan suami? Apakah dia antek-antek mas Andi? Ya Tuhan, kalau benar, aku harus bagaimana?"Aw!" Aku menggigit tangannya sampai dia mengaduh kesakitan."Sakit tahu!" pekiknya.Aku membalikkan badanku, dan melihat wajah orang itu."Kamu?" Aku terkejut saat melihat orang yang ada di hadapanku ini."Iya, ini aku, kita ketemu lagi di tempat yang berbeda, dan keadaan yang berbeda," imbuhnya.Dia adalah lelaki yang sempat menolongku waktu aku tertangkap basah saat menyelinap di rumahku sendiri.Lelaki itu melihat ke arah perutku. Entah apa yang dipikirkannya, namun yang jelas perutku terasa kram dan sakit."Keponakanku," lirihnya.Apa? Keponakan? Apa aku tidak salah dengar?Aku pena
Sampai di villa, aku masuk ke dalam, tanpa mandi dan makan terlebih dahulu, aku langsung menaiki lantai atas dan meletakkan tasku di atas meja lalu merebahkan diri setelah masuk ke dalam kamar."Duh … capeknya," gumamku dengan tiduran menyamping.Aku menatap lurus ke arah tembok. Mengingat-ingat ucapan demi ucapan yang Adit sampaikan tadi. Aku baru tahu kalau dia adalah adiknya mas Andi. Selama empat tahun hubungan, mas Andi belum pernah memperkenalkan aku dengan keluarganya. Maka tak heran jika aku terkejut.Aku pun harus ingat pesan-pesan Adit sebelum dia pergi. Bahwa aku harus waspada terhadap mas Andi yang akhir-akhir ini berusaha mencariku.Aku tidak mengerti, kenapa mas Andi dengan mudahnya berubah haluan. Dulu dia sangat baik dan terlihat mencintaiku. Namun setelah menikah, sifat kebencian dirinya terhadapku muncul setelah semua hartaku ia dan Hana rampas. Dan sekarang, mas Andi dengan gampangnya ingin kembali denganku. Ada apa dengannya? Ternyata dia tipe lelaki yang plin plan
Aku gelagapan saat tak bisa melepaskan diri dari cengkraman di ujung dasterku. Pikiranku sudah berkelana kemana-mana, mengingat sekarang aku sedang tinggal sendirian di villa dekat hutan. Bisa jadi yang menarik dasterku adalah jin penunggu villa ini. Maka tak heran jika di dalam villa ini banyak penunggunya, karena villa ini sudah lama kosong. Aku berusaha menepis segala ketakutanku sebisa mungkin. Namun apalah, aku hanya seorang perempuan yang tinggal seorang diri. Perasaan takut pasti ada, dan hal itu wajar."Siapa kamu? Jangan macam-macam dengan saya?" bentakku. Aku berharap seseorang atau sesosok makhluk halus itu tidak menggangguku, apalagi sampai menampakkan wujudnya. Jika saja itu terjadi, entah apa yang akan terjadi padaku, aku sangat takut.Tak ada suara sahutan apapun dari sesuatu atau seseorang atau bahkan sesosok makhluk halus yang menarik dasterku itu."Tolong lepasin saya, jangan ganggu saya. Saya cuma tinggal disini, nggak pernah berniat untuk mengganggu siapapun. Jadi
POV Adit"Halo, Indri, kamu kenapa?"Tidak ada jawaban sama sekali dari seberang telepon sana. Yang ada hanya suara seperti orang yang berteriak seperti kesakitan.Apakah Indri melahirkan? Kalau iya, aku harus segera menemuinya. Aku khawatir Indri kenapa-kenapa.Aku keluar dari rumah orang tuaku, karena aku tidak ikut menempati rumah rampasan dengan bang Andi. Hanya kedua orang tuaku yang ikut tinggal disana, karena yang mereka tahu, itu adalah rumah hasil kerja keras bang Andi, tanpa tahu seluk beluknya.Aku bersiap berangkat menggunakan mobil angkot.Malam ini hujan begitu deras, dan kilatan cahaya petir begitu menakutkan. Namun tak menyurutkan niatanku untuk menemui Indri.Aku mengunci pintu rumah ini. Aku bergegas masuk ke dalam mobil angkot, yang terparkir di halaman rumah.Dalam perjalanan, aku berdoa semoga tak terjadi apa-apa terhadap wanita yang pernah disakiti oleh kakakku itu. Aku merasa iba terhadapnya. Dia tidak pantas diperlakukan seperti itu. Aku pun sangat mengutuk per
POV AditKeesokan harinyaSore, tepat pukul 15.00, aku mendorong kursi roda yang diduduki oleh Indri untuk pulang.Aku dan Fina menatap Indri sedih. Semalam setelah Indri melewati masa kritisnya, dan sudah sadarkan diri. Semula Indri merasa aneh kenapa dia bisa berada di rumah sakit. Namun aku sudah menjelaskan apa yang terjadi, sampai dia dibawa ke rumah sakit. Tak sampai itu, Indri pun tak jarang menanyai keberadaan bayinya. Dia teringat semalam dia melahirkan bayinya di dekat tangga. Mendengar itu, aku dan Fina yang dari semalam menemani indri, ikut merasakan sedih dan hancur. Indri bertanya-tanya tiap ia menanyakan keberadaan bayinya, namun kami terlihat menunduk sulit untuk menjawab.Aku bisa menahan diri tidak menangis, namun Fina, dia tak tahan dan tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya. Maka dari itu, aku dan Fina memutuskan untuk memberitahu Indri, bahwa anaknya tidak selamat, karena telat mendapatkan penanganan.Jangan ditanya perasaan Indri seperti apa setelah tahu. Dia sang
POV Indri "Kamu kenapa?" Aku tersentak saat Adit bertanya. Aku tengah memikirkan sesuatu, namun aku tidak akan memberitahu Adit dulu. Cukup sekarang Adit hanya sebagai sumber informasi saja mengenai Andi dan Hana.Mendengar kondisi Hana sekarang, aku tak habis pikir. Ternyata kondisi kehamilan orang berbeda-beda. Hana yang kata Adit, sejak hamil jadi jarang mandi, bau, dan kusam. Ya, aku akan memanfaatkan situasi itu.Aku harus cepat sembuh, harus cepat pulih. Aku akan merencanakan sesuatu yang besar, yang mungkin akan membuat dua manusia jahat itu akan menemui karmanya. Tentunya dengan cara yang tidak akan mereka duga.Seketika kesedihanku berubah jadi bara api dendam yang kian memuncak. Darah di kepalaku seakan mendidih. Aku sudah tak sabar ingin segera bertindak atas kejahatan Andi dan Hana. Gara-gara mereka, aku harus menderita seperti ini. Anakku kehilangan nyawa, dan mereka harus membayar semuanya. Tak akan kubiarkan mereka hidup tenang."Apa kamu baik-baik saja?" tanya Adit,
POV Indri"Indri, kamukah itu? Kamu tidak apa-apa?" tanya Andi, matanya tak berhenti menatapku.Aku menggeleng, kemudian bangkit mencoba menghindarinya."Tunggu, jangan pergi," cegah Andi.Sebelah tanganku dipegang erat oleh Andi. Membuatku berhenti melangkah."Lepasin, Mas!" Aku menepis tangannya kuat. Walaupun dalam hati aku tersenyum. Namun senyuman itu awal dari bangkitnya diriku. Bangkit dari keterpurukan dan awal kehancuran Andi."Tunggu, Indri, jangan menghindar! Aku ingin bicara sama kamu," pungkas Andi.Aku melihat tangannya begitu erat menggenggam tanganku. 'cih, sangat menjijikkan,' batinku menggerutu."Mau bicara apa lagi, Mas? Semua sudah selesai. Kamu sudah mendapatkan semua yang kamu mau. Harta, Hana, dan semua yang aku miliki. Jadi, aku mohon jangan ganggu aku. Aku ingin hidup tenang," imbuhku.Aku terkejut saat tiba-tiba mas Andi menarik tanganku, dan membawaku masuk ke dalam mobilnya. Bukan, tepatnya mobil ayahku. Begitu tidak tahu malunya dia. Dia masih saja menggun
POV AndiAkhirnya setelah semua usahaku, aku berhasil mendapatkan Indri kembali. Walaupun Indri sempat ragu, namun aku berhasil meyakinkannya dan mendapatkannya kembali. Dengan begitu, aku bisa memamerkan kecantikan Indri di depan teman-temanku dan saingan Bisnisku, sebagai kekasih dan sebentar lagi akan menjadi istriku. Jujur saja, gampang bagiku mencari wanita cantik yang lain selain Indri. Tapi entah kenapa, aku maunya hanya Indri. Tetap dia wanita tercantik yang pernah aku kenal. Maka dari itu, aku rela merendahkan diriku, demi bisa mendapatkannya kembali. Aku yakin, teman-temanku dan saingan Bisnisku akan kagum dan minder saat menatap wajah Indri yang cantik itu. Aku pun yakin, pasangan mereka tidak akan ada apa-apanya dibandingkan Indri.Betapa bangganya aku atas semua ini. Namun ada sesuatu yang menggangguku, dan membuatku risih. Hana, ya, Hana wanita yang beberapa bulan aku nikahi. Hana berubah drastis dari biasanya semenjak ia hamil. Bukan berubah ke arah yang lebih wow dan m