POV IndriAku tersentak, saat mendengar suara orang yang sedang berada di hadapanku.Pemilik toko itu memutar kursinya, dan terlihatlah orang yang sangat aku benci, Mas Andi. Aku baru tahu, kalau mas Andi membuka toko pakaian seramai ini."Kamu?" berangku menatap tajam."Iya, ini aku, kenapa kamu terkejut?" tanya Mas Andi dengan santainya."Maaf, permisi saya berubah pikiran," ujarku dengan merebut kembali amplop coklat beserta surat lamaranku dari tangannya. Aku berjalan hendak keluar dari dalam ruangan ini.Prok! Prok! Prok!Langkahku terhenti, namun tak sedikitpun menoleh ke arah mas Andi."Hebat! Kamu memang hebat, Indri. Menolak pekerjaan yang belum aku setujui. Kamu sungguh hebat!" ucap mas Andi.Tak sedikitpun aku menghiraukannya. Aku menyentuh handle pintu, dan mulai memutarnya."Tunggu!"Aku urung memutar handle pintu, dan membalikkan badan menghadap ke arahnya."Ada apa lagi? Bukannya kita nggak ada urusan?" tukasku.Mas Andi bangkit dan berjalan menghampiriku."Jelas kita a
POV Andi"Sial … sial … sial! Kemana wanita itu?"Aku kehilangan jejak, saat aku hampir bisa menangkap Indri. Entah kemana dia berlari, atau bisa jadi dia sedang sembunyi.Aku terus mencarinya, aku ingin mendapatkannya kembali."Keluar kamu, Indri! Kamu tidak akan bisa lari dariku. Anak yang ada di dalam kandungan kamu tetaplah anakku. Kamu tidak bisa menyangkal itu," teriakku.Aku berjalan kecil sambil menoleh kesana kemari. Berharap aku bisa menemukan Indri."Keluar, keluarlah! Aku berjanji tidak akan menyakiti kamu dan anak kita. Ayo, sayang, keluarlah. Aku menunggumu disini," ujarku.Sialnya tak ada tanda-tanda Indri menampakkan batang hidungnya. Aneh, secepat itu wanita hamil menghilang begitu saja.Aku masih penasaran, aku terus menyisir lokasi Indri menghilang. Aku bertanya kepada orang-orang yang ada di sekitar sini. Tapi mereka tak ada yang tahu dan tak ada yang melihat kemana Indri pergi.Kring! Kring! Kring!Dering ponselku berbunyi, aku melihat ternyata yang menelpon adala
POV Indri"Mmmp …."Aku sangat takut dengan orang yang sedang membekapku ini. Entah apa maksudnya, yang jelas dia berhasil membuatku amat ketakutan. Apalagi perutku tak hentinya terasa sakit."Diam, atau kamu aku serahkan pada mantan suamimu," bisiknya dari belakang.Aku tak mengerti apa maksudnya melakukan ini. Mantan suami? Apakah dia antek-antek mas Andi? Ya Tuhan, kalau benar, aku harus bagaimana?"Aw!" Aku menggigit tangannya sampai dia mengaduh kesakitan."Sakit tahu!" pekiknya.Aku membalikkan badanku, dan melihat wajah orang itu."Kamu?" Aku terkejut saat melihat orang yang ada di hadapanku ini."Iya, ini aku, kita ketemu lagi di tempat yang berbeda, dan keadaan yang berbeda," imbuhnya.Dia adalah lelaki yang sempat menolongku waktu aku tertangkap basah saat menyelinap di rumahku sendiri.Lelaki itu melihat ke arah perutku. Entah apa yang dipikirkannya, namun yang jelas perutku terasa kram dan sakit."Keponakanku," lirihnya.Apa? Keponakan? Apa aku tidak salah dengar?Aku pena
Sampai di villa, aku masuk ke dalam, tanpa mandi dan makan terlebih dahulu, aku langsung menaiki lantai atas dan meletakkan tasku di atas meja lalu merebahkan diri setelah masuk ke dalam kamar."Duh … capeknya," gumamku dengan tiduran menyamping.Aku menatap lurus ke arah tembok. Mengingat-ingat ucapan demi ucapan yang Adit sampaikan tadi. Aku baru tahu kalau dia adalah adiknya mas Andi. Selama empat tahun hubungan, mas Andi belum pernah memperkenalkan aku dengan keluarganya. Maka tak heran jika aku terkejut.Aku pun harus ingat pesan-pesan Adit sebelum dia pergi. Bahwa aku harus waspada terhadap mas Andi yang akhir-akhir ini berusaha mencariku.Aku tidak mengerti, kenapa mas Andi dengan mudahnya berubah haluan. Dulu dia sangat baik dan terlihat mencintaiku. Namun setelah menikah, sifat kebencian dirinya terhadapku muncul setelah semua hartaku ia dan Hana rampas. Dan sekarang, mas Andi dengan gampangnya ingin kembali denganku. Ada apa dengannya? Ternyata dia tipe lelaki yang plin plan
Aku gelagapan saat tak bisa melepaskan diri dari cengkraman di ujung dasterku. Pikiranku sudah berkelana kemana-mana, mengingat sekarang aku sedang tinggal sendirian di villa dekat hutan. Bisa jadi yang menarik dasterku adalah jin penunggu villa ini. Maka tak heran jika di dalam villa ini banyak penunggunya, karena villa ini sudah lama kosong. Aku berusaha menepis segala ketakutanku sebisa mungkin. Namun apalah, aku hanya seorang perempuan yang tinggal seorang diri. Perasaan takut pasti ada, dan hal itu wajar."Siapa kamu? Jangan macam-macam dengan saya?" bentakku. Aku berharap seseorang atau sesosok makhluk halus itu tidak menggangguku, apalagi sampai menampakkan wujudnya. Jika saja itu terjadi, entah apa yang akan terjadi padaku, aku sangat takut.Tak ada suara sahutan apapun dari sesuatu atau seseorang atau bahkan sesosok makhluk halus yang menarik dasterku itu."Tolong lepasin saya, jangan ganggu saya. Saya cuma tinggal disini, nggak pernah berniat untuk mengganggu siapapun. Jadi
POV Adit"Halo, Indri, kamu kenapa?"Tidak ada jawaban sama sekali dari seberang telepon sana. Yang ada hanya suara seperti orang yang berteriak seperti kesakitan.Apakah Indri melahirkan? Kalau iya, aku harus segera menemuinya. Aku khawatir Indri kenapa-kenapa.Aku keluar dari rumah orang tuaku, karena aku tidak ikut menempati rumah rampasan dengan bang Andi. Hanya kedua orang tuaku yang ikut tinggal disana, karena yang mereka tahu, itu adalah rumah hasil kerja keras bang Andi, tanpa tahu seluk beluknya.Aku bersiap berangkat menggunakan mobil angkot.Malam ini hujan begitu deras, dan kilatan cahaya petir begitu menakutkan. Namun tak menyurutkan niatanku untuk menemui Indri.Aku mengunci pintu rumah ini. Aku bergegas masuk ke dalam mobil angkot, yang terparkir di halaman rumah.Dalam perjalanan, aku berdoa semoga tak terjadi apa-apa terhadap wanita yang pernah disakiti oleh kakakku itu. Aku merasa iba terhadapnya. Dia tidak pantas diperlakukan seperti itu. Aku pun sangat mengutuk per
POV AditKeesokan harinyaSore, tepat pukul 15.00, aku mendorong kursi roda yang diduduki oleh Indri untuk pulang.Aku dan Fina menatap Indri sedih. Semalam setelah Indri melewati masa kritisnya, dan sudah sadarkan diri. Semula Indri merasa aneh kenapa dia bisa berada di rumah sakit. Namun aku sudah menjelaskan apa yang terjadi, sampai dia dibawa ke rumah sakit. Tak sampai itu, Indri pun tak jarang menanyai keberadaan bayinya. Dia teringat semalam dia melahirkan bayinya di dekat tangga. Mendengar itu, aku dan Fina yang dari semalam menemani indri, ikut merasakan sedih dan hancur. Indri bertanya-tanya tiap ia menanyakan keberadaan bayinya, namun kami terlihat menunduk sulit untuk menjawab.Aku bisa menahan diri tidak menangis, namun Fina, dia tak tahan dan tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya. Maka dari itu, aku dan Fina memutuskan untuk memberitahu Indri, bahwa anaknya tidak selamat, karena telat mendapatkan penanganan.Jangan ditanya perasaan Indri seperti apa setelah tahu. Dia sang
POV Indri "Kamu kenapa?" Aku tersentak saat Adit bertanya. Aku tengah memikirkan sesuatu, namun aku tidak akan memberitahu Adit dulu. Cukup sekarang Adit hanya sebagai sumber informasi saja mengenai Andi dan Hana.Mendengar kondisi Hana sekarang, aku tak habis pikir. Ternyata kondisi kehamilan orang berbeda-beda. Hana yang kata Adit, sejak hamil jadi jarang mandi, bau, dan kusam. Ya, aku akan memanfaatkan situasi itu.Aku harus cepat sembuh, harus cepat pulih. Aku akan merencanakan sesuatu yang besar, yang mungkin akan membuat dua manusia jahat itu akan menemui karmanya. Tentunya dengan cara yang tidak akan mereka duga.Seketika kesedihanku berubah jadi bara api dendam yang kian memuncak. Darah di kepalaku seakan mendidih. Aku sudah tak sabar ingin segera bertindak atas kejahatan Andi dan Hana. Gara-gara mereka, aku harus menderita seperti ini. Anakku kehilangan nyawa, dan mereka harus membayar semuanya. Tak akan kubiarkan mereka hidup tenang."Apa kamu baik-baik saja?" tanya Adit,