Pak Clint mengerutkan kedua alisnya. Tatapan matanya tajam, menatap raut wajah Aldous yang masih memancarkan kekhawatiran. "Tapi kenapa?" tanyanya dengan penasaran. "Semalam, saat acara kenduri di rumah Martin, saya.... saya melihat makhluk itu, pak. Dia ada di belakang rumah Bu Florin. Dia sepertinya memperhatikan saya," ucap Aldous mencoba menjelaskan pada Pak Clint yang bungkam selama beberapa saat lamanya. "Kamu jangan khawatir ya? Dia tidak akan bisa mengganggu kamu," ucap Pak Clint mencoba menenangkan hati dan pikiran bocah itu. Kali ini, Aldous yang bungkam. Ia seperti tidak bisa percaya dengan kata-kata manis Pak Clint padanya. Pikirannya melayang, memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa lepas dari incaran makhluk itu. ***"Aldous? Kamu nggak pergi mengaji?" Ibu membuka pintu kamar yang terbuat dari kayu. Ia bisa melihat putra tunggalnya itu sedang berbaring sambil bermain game. "Aku mau di rumah saja, Bu," sahut Aldous yang kedua matanya tidak beralih sama sekali dari
"Mama, kenapa kamu meninggalkan aku sendirian di sini?" Seorang bocah dengan tubuh yang penuh dengan bulu berwarna hitam legam, dengan kedua mata yang merah menyala, dan gigi taring yang panjang, berjalan perlahan mendekat ke arah wanita berambut panjang dan sedikit ikal itu. "Kamu siapa?" tanya Esmeralda gugup. Tubuhnya gemetar karena takut melihat bocah itu."Mama, aku adalah anakmu, anak yang telah kamu lahirkan ke dunia ini, kenapa kamu jahat padaku, ma? Kenapa kamu meninggalkan aku sendirian di sini? Kenapa kamu membiarkan orang-orang menyakitiku? Kenapa, ma? Kenapa kamu tidak kembali untuk mencariku? Apakah kamu membenciku?" Langkahnya terhenti tepat di hadapan wanita itu. Ia menjulurkan tangannya, mendekat ke arah kedua bola mata Esmeralda yang menatapnya dengan terbelalak. Ujung kuku bocah yang runcing itu terus mendekat hingga menusuk kedua bola mata Esmeralda yang spontan berteriak dengan keras. Crats! Darah segar muncrat membasahi lantai. Esmeralda histeris. Suara teria
"Ada apa, Es?" tanya Rafaela dengan wajah yang bingung saat melihat Esmeralda yang tiba-tiba terdiam saat melihat ponselnya. "Nggak apa-apa." Wanita itu tersenyum kecil sambil meletakkan kembali ponselnya di atas meja. Ia sedikit salah tingkah di hadapan temannya itu. Rafaela yang terlanjur penasaran, tidak percaya dengan jawaban Esmeralda yang mengatakan tidak terjadi apa-apa. Ia melirik ponsel milik temannya itu yang masih menyala. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal, muncul di jendela notifikasi. [08123456xxx] Kamu di mana?"Itu siapa, Es?" Rafaela yang semakin terlihat penasaran, tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya pada temannya itu. "Aku juga nggak tahu siapa? Kan nomornya tidak ada di daftar kontakku," jawab Esmeralda sekenanya saja. Ia berpura-pura kembali mengerjakan pekerjaannya yang belum diselesaikan olehnya. "Kamu sibuk nggak?" tanya Esmeralda secara tiba-tiba pada Rafaela yang segera perhatiannya kembali tertuju pada wajah wanita itu. "Nggak, tuh. Meman
[08123456xxx] Dek, mas minta maaf atas kesalahan mas yang dulu. Maafin mas ya, dek? Karena telah menuding kamu selingkuh di belakang mas.Tring! Sebuah pesan kembali masuk. Esmeralda gegas membuka chat dari mantan suaminya itu yang sepertinya belum selesai dengan pembicaraannya. [08123456xxx] Mas sekarang sudah tahu kebenarannya dek. Mas sudah mendengar sendiri bahwa kehamilan kamu, bukanlah kehamilan biasa. Karena anak yang kamu kandung itu adalah anak Genderuwo.Kedua mata Esmeralda membelalak dengan lebar. Ia menutup mulutnya yang menganga dengan kedua telapak tangannya, sehingga ponsel yang sejak tadi ia pegang, terjatuh ke lantai. Saat Esmeralda tersadar, ia buru-buru mengambil ponsel yang telah terjatuh itu. Ia menjadi panik saat ia tahu bahwa ponsel itu mati. Ia gegas menyalakan tombol daya. Tapi sepertinya sia-sia saja. Ponsel itu tidak mau hidup. Tubuh Esmeralda gemetar. Ia menggigit ujung kukunya sambil mencoba untuk berpikir dengan jernih. Wanita itu melirik ke arah ja
Kemarin ada sedikit kesalahan ya. Niat hati mau save, malah ke publish. Jadi sebelum baca part ini, coba baca ulang part sebelumnya ya, sudah nyambung dengan ceritanya belum. Soalnya beberapa hari belum lulus tinjau, dan baru hari Senin sudah lulus tinjau. Karena itu saya baru up bab lagi. ***Esmeralda datang ke kantornya dengan raut wajah yang lesu. Hal itu segera disadari oleh Rafaela yang gegas menghampiri wanita itu di meja kerjanya. "Kamu kenapa?" tanyanya dengan penasaran. Ia menatap wajah Esmeralda yang tampak kusut. Wanita itu mengusap poni sampingnya ke belakang dengan menggunakan kedua tangannya. Ia menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Handphone aku rusak, Raf." Suara Esmeralda terdengar sedikit serak menyahuti wanita kecil itu yang tampak mengerutkan kedua alisnya. "Rusak? Kok Bisa?" Esmeralda mengangguk pelan. Ia memusatkan pandangannya pada Rafaela yang balas menatapnya. "Iya, jatuh di lantai," jawabnya dengan nada yang terdengar putus asa. "Kalau begitu, servic
"Jadi, apa yang mas mau sampaikan padaku? Apa maksud mas mengirimkan pesan seperti itu?" tanya Esmeralda tanpa berbasa-basi lagi. Ia menatap wajah lelaki yang duduk di hadapannya dengan serius. Franky tidak langsung menjawab. Ia mengaduk es teh manis yang berada di atas meja sambil sesekali menyedotnya. Perasaan dingin yang masuk ke tenggorokannya membuat ia merasa sedikit lebih sejuk. "Mas sudah mendengar semua pembicaraan ibu dan bapakku, dek," ucap Franky yang mulai berani membuka suaranya. Esmeralda masih diam menatap wajah lelaki itu. Dia masih menunggu lelaki itu untuk berbicara, melanjutkan ucapannya. "Ibuku bilang, semua ini adalah rencananya untuk memisahkan kita berdua, dek," lanjut Franky dengan lirih, yang membuat kedua alis Esmeralda tampak mengerut. "Apa maksudnya, mas?" "Ibu bekerjasama dengan Mbah Sartoni, dia mengawinkan kamu dengan Genderuwo untuk menghasilkan anak jin," jawab Franky dengan pasti, yang membuat kedua mata Esmeralda tampak membelalak dengan lebar
"Bu, sebaiknya ibu pulang saja, biar bapak yang jaga putri kita di sini," ucap Pak Belerick saat melihat istrinya yang sudah nampak sangat kelelahan. "Nggak usah, pak. Ibu masih mau di sini jaga putri kita," sahut wanita tua itu dengan kedua mata yang sudah terlihat sayu. Beberapa kali ia menguap karena beberapa hari ini ia bergadang, tidak bisa tidur di sofa. "Tapi wajah ibu sudah terlihat sangat capek. Nanti kalau ibu yang sakit bagaimana?" ucap Pak Belerick mengingatkan. "Tapi, pak...." Belum sempat istrinya itu membantah, lelaki tua itu telah lebih dulu memotongnya. "Ibu pulang saja dulu, istirahat. Nanti kalau ibu sudah merasa lebih baik, kita bergantian berjaga," ucapnya mengusulkan. Bu Melisa terdiam selama beberapa saat untuk berpikir. Setelah menimbang-nimbang, apa yang telah dikatakan oleh suaminya ada benarnya. Wanita itu pun mengangguk menyetujui usulan suaminya. Ia segera beranjak dari sisi tempat tidur putrinya yang masih belum sadarkan diri. "Nanti kalau ada apa-
"Apa?" Suara bapak yang terdengar lantang, telah mengejutkan Bu Melisa dan Esmeralda. "Ehm, bukan apa-apa, pak." Bu Melisa semakin terlihat gugup. Keringat dingin mengalir membasahi sekujur tubuhnya. Ia berusaha untuk melindungi Esmeralda dari kemarahan bapaknya. "Jangan bohong!" tegas Pak Belerick yang membuat Bu Melisa terkejut. Ia tersentak mendengar suara lelaki tua itu yang semakin terdengar meninggi. "Ada apa, nak? Katakan semuanya pada bapak!" ucap lelaki tua itu lagi. Kali ini nada bicaranya diturunkan lebih rendah dari sebelumnya. Ia menatap wajah Esmeralda dengan tatapan yang penuh harap. Sementara Esmeralda tampak ragu-ragu. Ditatapnya wajah ibunya yang hanya tertunduk seolah telah pasrah dengan apa yang akan terjadi. "Pak, sebelum kecelakaan, aku bertemu dengan Mas Franky," tutur Esmeralda dengan perlahan. Wajahnya ia tundukkan dalam-dalam, merasa takut melihat ekspresi kemarahan bapaknya. Tapi tak ada respon dari lelaki tua itu. Esmeralda melirik sejenak ke arah waj