"Jadi, apa yang mas mau sampaikan padaku? Apa maksud mas mengirimkan pesan seperti itu?" tanya Esmeralda tanpa berbasa-basi lagi. Ia menatap wajah lelaki yang duduk di hadapannya dengan serius. Franky tidak langsung menjawab. Ia mengaduk es teh manis yang berada di atas meja sambil sesekali menyedotnya. Perasaan dingin yang masuk ke tenggorokannya membuat ia merasa sedikit lebih sejuk. "Mas sudah mendengar semua pembicaraan ibu dan bapakku, dek," ucap Franky yang mulai berani membuka suaranya. Esmeralda masih diam menatap wajah lelaki itu. Dia masih menunggu lelaki itu untuk berbicara, melanjutkan ucapannya. "Ibuku bilang, semua ini adalah rencananya untuk memisahkan kita berdua, dek," lanjut Franky dengan lirih, yang membuat kedua alis Esmeralda tampak mengerut. "Apa maksudnya, mas?" "Ibu bekerjasama dengan Mbah Sartoni, dia mengawinkan kamu dengan Genderuwo untuk menghasilkan anak jin," jawab Franky dengan pasti, yang membuat kedua mata Esmeralda tampak membelalak dengan lebar
"Bu, sebaiknya ibu pulang saja, biar bapak yang jaga putri kita di sini," ucap Pak Belerick saat melihat istrinya yang sudah nampak sangat kelelahan. "Nggak usah, pak. Ibu masih mau di sini jaga putri kita," sahut wanita tua itu dengan kedua mata yang sudah terlihat sayu. Beberapa kali ia menguap karena beberapa hari ini ia bergadang, tidak bisa tidur di sofa. "Tapi wajah ibu sudah terlihat sangat capek. Nanti kalau ibu yang sakit bagaimana?" ucap Pak Belerick mengingatkan. "Tapi, pak...." Belum sempat istrinya itu membantah, lelaki tua itu telah lebih dulu memotongnya. "Ibu pulang saja dulu, istirahat. Nanti kalau ibu sudah merasa lebih baik, kita bergantian berjaga," ucapnya mengusulkan. Bu Melisa terdiam selama beberapa saat untuk berpikir. Setelah menimbang-nimbang, apa yang telah dikatakan oleh suaminya ada benarnya. Wanita itu pun mengangguk menyetujui usulan suaminya. Ia segera beranjak dari sisi tempat tidur putrinya yang masih belum sadarkan diri. "Nanti kalau ada apa-
"Apa?" Suara bapak yang terdengar lantang, telah mengejutkan Bu Melisa dan Esmeralda. "Ehm, bukan apa-apa, pak." Bu Melisa semakin terlihat gugup. Keringat dingin mengalir membasahi sekujur tubuhnya. Ia berusaha untuk melindungi Esmeralda dari kemarahan bapaknya. "Jangan bohong!" tegas Pak Belerick yang membuat Bu Melisa terkejut. Ia tersentak mendengar suara lelaki tua itu yang semakin terdengar meninggi. "Ada apa, nak? Katakan semuanya pada bapak!" ucap lelaki tua itu lagi. Kali ini nada bicaranya diturunkan lebih rendah dari sebelumnya. Ia menatap wajah Esmeralda dengan tatapan yang penuh harap. Sementara Esmeralda tampak ragu-ragu. Ditatapnya wajah ibunya yang hanya tertunduk seolah telah pasrah dengan apa yang akan terjadi. "Pak, sebelum kecelakaan, aku bertemu dengan Mas Franky," tutur Esmeralda dengan perlahan. Wajahnya ia tundukkan dalam-dalam, merasa takut melihat ekspresi kemarahan bapaknya. Tapi tak ada respon dari lelaki tua itu. Esmeralda melirik sejenak ke arah waj
Esmeralda menatap layar komputernya dengan tatapan mata yang kosong. Ia masih terngiang ucapan bapaknya tentang sebuah perjodohan yang akan diatur oleh bapaknya yang sangat ingin menimang cucu. Ngomong-ngomong soal cucu, ia tiba-tiba kembali teringat tentang kehamilan singkatnya. Ia pernah menjadi seorang ibu, meskipun ia tidak pernah melihat bayinya yang ia pikir sudah gugur. Esmeralda mendadak teringat dengan ucapan mantan suaminya - Franky yang mengatakan bahwa kehamilan ia sebelumnya, bukanlah kehamilan biasa, melainkan kehamilan anak genderuwo. Esmeralda menggeleng cepat, berusaha menepis pikiran buruknya tentang apa yang ia dengar dari mantan suaminya itu. Mana mungkin, makhluk yang berada di dua alam berbeda, bisa menghasilkan anak? "Dor!" Sebuah tepukan keras pada bahu Esmeralda yang tiba-tiba muncul dari arah belakangnya, membuat wanita itu tersentak kaget. Esmeralda menoleh, melihat Rafaela telah berdiri di belakang kursinya sambil tertawa cengengesan. Dalam sekejap,
"Kamu siapa?" tanya Esmeralda dengan tatapan mata yang tajam. Pandangannya mengarah dari ujung kepala lelaki itu hingga ujung kaki. Dia tidak ingin percaya bahwa lelaki itu yang akan dijodohkan dengannya. Jantung Esmeralda berdetak dengan kencang, menunggu jawaban dari lelaki itu."Maaf kak, kamu menempati kursiku. Apa kamu tidak melihatnya? Di meja ini telah ditulis reservasi?" tanya lelaki itu hendak memastikan. Mendengar jawaban dari Esmeralda, telah membuatnya bisa bernafas dengan lega. "Maaf," ucap Esmeralda singkat. Ia gegas pergi meninggalkan bangkunya. Pandangannya mengedar, mencari tempat duduk yang masih kosong. Tapi, hari itu di cafe yang dikunjungi oleh Esmeralda sangat ramai. Tidak seperti biasanya. Jadi wanita itu tidak memiliki tempat duduk lain. Sebuah tepukan halus di pundaknya, telah menyita perhatian wanita itu. Ia menoleh, menatap seorang lelaki yang tinggi itu, telah berdiri di belakangnya. Lelaki itu lebih tinggi dari Esmeralda, jadi ia harus mendongak untuk
"Ah...." Ling mendadak terlihat gugup. Ia tampak menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal. Ia menatap wajah Esmeralda yang polos. Beberapa detik kemudian, pandangannya beralih pada Rafaela yang tampak tersenyum nakal."Kalau calon suamimu keberatan, lebih baik nggak usah, Esme," ucap Rafaela secara tiba-tiba yang telah membuat perhatian Esmeralda tersita. Wanita itu menoleh, menatap wajah temannya dengan tatapan polos. "Kok keberatan? Kamu nggak keberatan kan, Ling?" Dengan cepat perhatian Esmeralda beralih pada Ling yang sepertinya tidak memiliki pilihan lain. Lelaki itu hanya menganggukkan kepalanya dengan pelan. "Kalau gitu, yuk kita pulang," ajak Esmeralda dengan antusias. Ling gegas membukakan pintu mobil untuk Esmeralda, yang membuat Rafaela semakin iri dengan temannya itu. Rafaela duduk di kursi belakang, menatap Esmeralda dan Ling yang terlihat mengobrol dengan akrab. Beberapa menit kemudian, mobil berhenti di sebuah rumah yang cukup besar. Esmeralda gegas mem
"Kamu bicara apa, Esme?" Raut wajah Rafaela mendadak berubah. Ia terlihat sedikit gugup menatap wajah Esmeralda yang tersenyum kecut padanya. "Kamu berusaha menggoda Ling, kan?" ucap wanita itu tanpa berbasa-basi lagi, yang membuat Rafaela membelalakkan kedua matanya dengan lebar. "Tidak!" Rafaela menggeleng dengan cepat. Seketika semburat wajahnya terlihat panik. "Aku bahkan tidak pernah berpikir melakukan itu," sangkalnya dengan tegas. Esmeralda terdiam selama beberapa saat. Untuk sejenak, ia menjadi ragu-ragu. Raut wajah temannya itu terlihat sangat meyakinkan. Tapi di sisi lain, Ling tidak mungkin berbohong padanya. Untuk apa dia melakukan itu? "Ah, sudahlah! Aku tidak tahu siapa yang benar, dan siapa yang salah!" Esmeralda mengibaskan tangannya di depan wajah Rafaela yang kedua matanya mulai terlihat berkaca-kaca. Hanya selang beberapa saat, airmata itu mengalir perlahan membasahi pipinya. "Kamu tidak percaya padaku, Esme? Bahkan kita sudah lama saling mengenal. Kenapa kamu
Langkah Rafaela berhenti, saat ia berhadapan dengan seorang lelaki asing yang tampak kebingungan. "Kamu siapa?" tanyanya dengan penasaran. Rafaela menatap ujung rambut hingga ujung kaki dari lelaki bertubuh gemuk itu, yang balas menatapnya dengan tatapan mata yang dalam. "Permisi, apakah kamu bekerja di sini?" tanya lelaki itu dengan ragu. "Ya, kamu siapa ya? Cari siapa?" Rafaela tidak bisa menahan dirinya lagi untuk tidak bertanya. Ia terlihat tidak sabar menunggu jawaban dari lelaki itu. "Apakah benar, Esmeralda bekerja di sini?" Lelaki itu kembali menatap wajah Rafaela dengan tatapan yang menyimpan sebuah harapan besar. "Ya, benar. Kamu siapa ya?" "Aku adalah Franky, mantan suaminya," sahut lelaki itu dengan penuh percaya diri. "Apakah Esmeralda masih berada di kantor?" tanyanya lagi hendak memastikan. Rafaela menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Di kantor sudah tidak ada orang. Mereka semua sudah pulang termasuk Esmeralda." Jawaban wanita itu membuat Franky tertunduk mera
Melihat pemandangan di depannya, membuat Bu Layla berteriak dengan histeris. Wanita itu merangkak untuk menghampiri tubuh suaminya yang terlihat tidak berdaya. Pak Khaled batuk berdarah, yang membuat Bu Layla semakin panik. "Bu, cepat bawa Xiena dan Xavier keluar dari rumah ini. Ajak juga putri kita, " ucapnya dengan suara yang lirih. Lelaki tua itu tampak sekarat. "Tapi kami harus ke mana Pak? " tanya Bu Layla dengan panik. Belum sempat Pak Khaled menjawab pertanyaan istrinya, ia yang melihat Esmeralda berjalan maju ke arahnya, berusaha sekuat tenaga untuk kembali bangkit, melindungi anak dan istrinya. "Cepatlah pergi, bu! " ucapnya yang segera berdiri di hadapan Esmeralda. Sementara Pak Khaled mengalihkan perhatian hantu wanita itu, Bu Layla dan Camelia pergi meninggalkan kamar sambil membawa serta Xiena dan Xavier. Mereka berhasil keluar dari rumah itu. Sedangkan Pak Khaled mendapatkan serangan bertubi-tubi yang membuat lelaki tua itu semakin tidak berdaya. Pak Khaled yan
"Bu, coba lihat siapa yang datang? " ucap Pak Khaled memberikan perintah. Bu Layla tidak menyahut. Ia segera beranjak dari tempat duduk nya menuju ke pintu depan. Saat ia membuka pintu dengan perlahan, ia membelalakkan kedua matanya karena terkejut. Ia hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang berdiri di depan pintu dengan wajah yang pucat itu, benar-benar Esmeralda. Dia sudah pulang setelah hampir satu bulan menghilang tanpa jejak, dan juga tiada kabar. Bu Layla melongo. "Ini beneran kamu Esmeralda? " tanyanya hendak memastikan. Wanita itu diam. Bibirnya mengatup rapat. Pandangannya kosong. Ia tidak menyahut pertanyaan yang telah diajukan oleh Bu Layla. Tatapan matanya terlihat kosong. Ia berjalan masuk ke dalam, melewati Bu Layla yang masih terbengong memandangi punggung Esmeralda yang semakin jauh dari hadapannya. wanita itu menuju ke kamar si kembar. Bu Layla yang tersadar dari lamunannya, bergegas masuk ke dalam rumah. Pak Khaled yang semula terlihat f
Tok tok tokSuara ketukan nyaring telah menyita perhatian Pak Khaled, Bu Layla dan Camelia yang sedang bermain dengan Xavier dan Xiena di ruang keluarga. Ketiganya saling menatap satu sama lain selama beberapa saat. "Siapa ya yang datang? " tanya Pak Khaled yang terlihat penasaran. Camelia hanya angkat bahu, lalu kembali mengalihkan pandangannya menatap wajah Xavier dan Xiena. Bu Layla yang menyadari bahwa dirinya yang harus membukakan pintu, segera beranjak dari tempat ia duduk. "Biar ibu saja yang buka, " ucapnya yang melenggang pergi menuju ke pintu depan. Raut wajah Bu Layla berubah saat ia melihat seseorang yang berada di balik pintu, yang telah mengetuk pintu rumahnya adalah Pak Clint. Sebuah senyuman tampak tercetak dengan jelas di bibirnya. "Pak Clint? Ada apa ya? Tumben sore-sore datang bertamu? " tanya Bu Layla hendak memastikan. Pak Clint terdiam selama beberapa saat. Wajahnya tampak memperlihatkan raut kebingungan dan gelisah, membuat Bu Layla menyadari bahwa ada
Seluruh bulu kuduk nya mendadak merinding. Esmeralda cepat-cepat masuk ke dalam mobilnya, dan kembali mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit yang sebelumnya telah di beritahukan oleh Bi Masha lewat pesan singkat di aplikasi hijau. Setibanya di rumah sakit, Esmeralda segera turun dari mobil. Ia keluar dari halaman parkir menuju ke lobby rumah sakit. Ia menemui resepsionis yang berjaga di sana. "Permisi, mbak. Saya mau menjenguk pasien atas nama Bu Aurora yang katanya sedang kritis, " ucap Esmeralda dengan raut wajahnya yang terlihat serius. "Oh, Bu Aurora ya? dia sudah dipindahkan ke rumah sakit umum Daerah yang ada di seberang sana, Bu! Keadaannya semakin parah. kedua matanya terus mengeluarkan darah. "Mendengar penjelasan dari petugas rumah sakit yang berjaga, membuat Esmeralda termangu selama beberapa saat lamanya. Lamunan Esmeralda terberai saat ia mendengar suara dering ponsel yang berbunyi keras dari dalam tasnya. "Baik, mbak. Terimakasih infony
Esmeralda melangkah dengan perasaan kecewa yang mendalam. Ia merasa patah hati setelah melakukan ritual sesajen itu, tapi tidak membuahkan hasil sama sekali. Tidak ada petunjuk atau tanda-tanda keberadaan bayi perempuannya. Bu Layla yang menyadari diamnya wanita itu, mengusap-usap dengan lembut bahunya seolah memberikan isyarat agar wanita itu tetap kuat dan bersabar. Kedatangan Mereka segera disambut oleh Camelia yang menghampiri mereka dengan raut wajah yang terlihat sangat antusias. "Bagaimana? Apakah Xiena sudah ditemukan? " tanyanya menyambar. Bu layla dan Pak Khaled saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, lalu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. Sementara Esmeralda hanya tertunduk dengan raut wajah yang murung. "Di mana Xavier, Mel? " tanya Bu Layla hendak memastikan. Ia merasa heran kenapa putrinya tidak bersama dengan bayi laki-laki itu. "Sehabis ku mandikan dan kuberi susu, dia tidur di kamar, " sahut Camelia menjelaskan. "Nduk, kamu kembali ke kamar s
Esmeralda tidak langsung menjawab. Ia terdiam selama beberapa saat lamanya. Wajahnya ia tundukkan dalam-dalam. Ia menarik nafas panjang, kemudian ia menghembuskan kembali secara perlahan. "Saya.... Dulunya menikah dengan orang sini, " ucap Esmeralda yang memulai ceritanya. Sementara Bu Layla dan Camelia tampak menyimak penuturan wanita itu. "Saya sempat tinggal di sini bersama dengan mantan suami saya. Ibu mertua saya kurang menyukai saya karena saya belum memiliki keturunan. Lalu saya tiba-tiba hamil. Tapi mantan suami saya malah menceraikan saya. Katanya dia mandul, bagaimana mungkin saya bisa hamil? Dia menuding saya selingkuh." Airmata kembali mengalir perlahan membasahi pipi Esmeralda. "Ya, saya merasakan ada yang aneh dengan kehamilan saya. Hanya beberapa bulan saja, tiba-tiba perut saya membesar, dan saya merasakan kontraksi yang hebat hingga saya tidak sadarkan diri. Saat saya terbangun, ibu mertua saya bilang bahwa bayi saya tidak selamat.""Lalu, apa yang terjadi? " tanya
*Special Part*Dokter wanita itu tertegun selama beberapa saat. Dia melirik wajah Esmeralda yang balas menatapnya, sebelum pandangannya kembali beralih menatap wajah sang perawat. "Ada apa dengan bayi lelaki itu?" tanyanya hendak memastikan. Dokter wanita itu menyerahkan bayi perempuan yang sejak tadi berada di tangannya, pada sang ibu yang segera menampungnya. Dokter itu berjalan perlahan menghampiri sang perawat yang kembali menatap bayi lelaki yang tidak bergerak sama sekali. "Dia tidak menangis, dan juga tidak bergerak, dok. Apakah dia sudah meninggal?" Perawat itu menatap wajah dokter yang berdiri di hadapannya dengan perasaan khawatir. Dokter itu kemudian menggendong bayi laki-laki itu. Dan benar, ia tidak merasakan nafas bayi itu. Dia memijat perlahan dada bayi itu, memberikan pertolongan. dia pikir, bayi itu tersedak air ketuban. Setelah beberapa menit ia berusaha, tapi hasilnya nihil. dokter mulai berputus asa. Dia menarik nafas panjang, dan menghelanya dengan kasar. D
Angin berembus dengan semilir. Pintu terbuka semakin lebar, yang membuat kedua mata Camelia dan Esmeralda terbelalak dengan lebar. Tak seorang pun yang berdiri di sana untuk membuka pintu. Padahal mereka sudah sangat yakin bahwa pintu kamar sudah ditutup dengan benar. Tidak mungkin terbuka oleh angin.Camelia dan Esmeralda saling menatap satu sama lain. Keduanya saling menelan ludah."Siapa yang membuka pintu itu? " Camelia menatap wajah Esmeralda dengan tatapan tajam.Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. "Mungkin tadi saat Pak Kyai Khaled keluar, dia tidak menutup pintu dengan rapat, jadi terbuka sedikit oleh angin, " Sahut Esmeralda berusaha menenangkan dirinya dan juga putri Pak Kyai yang hanya menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang baru saja dikatakan oleh wanita itu."Ya, masuk akal juga, " Ucapnya dengan intonasi yang datar. Ia tersenyum kaku, berusaha menyamarkan perasaan takut yang sedang menguasai dirinya.Esmeralda balas tersenyum. "Biar aku tutup pin
Mendengar teriakan Camelia, perhatian Pak Kyai Khaled dan Bu Layla, segera tersita. Keduanya saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, sebelum keduanya beranjak dari tempat mereka menuju ke dapur untuk melihat apa yang telah terjadi pada putri mereka.Keduanya tercengang saat melihat Camelia tergeletak di lantai dapur, dengan pecahan gelas yang sedikit basah.Mereka melangkah dengan hati- hati agar tidak terkena pecahan kaca, mendekati putri mereka yang tidak sadarkan diri."Nduk? " Pak kyai mengusap lembut wajah Camelia. Wanita itu sama sekali tidak merespon."Pak, kita bawa dia ke kamar saja, " Ucap Bu Layla dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran.Sementara Pak kyai Khaled membopong tubuh putrinya, membawanya ke kamar, Bu Layla membereskan pecahan gelas."Apa yang telah dilihat putri kita, pak? Sampai dia tidak sadarkan diri seperti itu, " Ucap Bu Layla menatap wajah Pak kyai, setelah wanita itu masuk ke dalam kamar putrinya, dan duduk di sebelah suaminya."Entahlah, Bu