"Nanti malam, malam Jumat Kliwon kan?" Suara Martin terdengar nyaring setelah cukup lama saling diam.Aldous tidak langsung menjawab. Ia menatap sejenak wajah temannya yang masih menatap ke arahnya sambil berjalan membawa buku iqra di tangan masing-masing. "Hm." Bocah itu hanya menggumam pelan menjawab pertanyaan yang telah diajukan oleh temannya itu. "Memangnya kenapa?" tanya Aldous yang mulai terlihat penasaran. "Aku dengar, Mbak Kadita akan membuat ritual di pohon beringin itu," sahut Martin dengan antusias. "Ya, memangnya kenapa?" Aldous mengulang sekali lagi pertanyaan yang sebelumnya ia ajukan. "Memangnya kamu tidak tahu?" Martin menghentikan langkahnya. Ia menatap wajah Aldous dengan serius. Sementara bocah itu hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah. "Apa?" tanyanya dengan heran. "Tujuan diadakan ritual itu adalah untuk makhluk itu supaya tidak mengganggu warga desa kita lagi," sahut Martin mencoba menjelaskan pada Aldous yang raut wajahnya tampak gelisah. Bocah it
Pak Clint mengerutkan kedua alisnya. Tatapan matanya tajam, menatap raut wajah Aldous yang masih memancarkan kekhawatiran. "Tapi kenapa?" tanyanya dengan penasaran. "Semalam, saat acara kenduri di rumah Martin, saya.... saya melihat makhluk itu, pak. Dia ada di belakang rumah Bu Florin. Dia sepertinya memperhatikan saya," ucap Aldous mencoba menjelaskan pada Pak Clint yang bungkam selama beberapa saat lamanya. "Kamu jangan khawatir ya? Dia tidak akan bisa mengganggu kamu," ucap Pak Clint mencoba menenangkan hati dan pikiran bocah itu. Kali ini, Aldous yang bungkam. Ia seperti tidak bisa percaya dengan kata-kata manis Pak Clint padanya. Pikirannya melayang, memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa lepas dari incaran makhluk itu. ***"Aldous? Kamu nggak pergi mengaji?" Ibu membuka pintu kamar yang terbuat dari kayu. Ia bisa melihat putra tunggalnya itu sedang berbaring sambil bermain game. "Aku mau di rumah saja, Bu," sahut Aldous yang kedua matanya tidak beralih sama sekali dari
"Mama, kenapa kamu meninggalkan aku sendirian di sini?" Seorang bocah dengan tubuh yang penuh dengan bulu berwarna hitam legam, dengan kedua mata yang merah menyala, dan gigi taring yang panjang, berjalan perlahan mendekat ke arah wanita berambut panjang dan sedikit ikal itu. "Kamu siapa?" tanya Esmeralda gugup. Tubuhnya gemetar karena takut melihat bocah itu."Mama, aku adalah anakmu, anak yang telah kamu lahirkan ke dunia ini, kenapa kamu jahat padaku, ma? Kenapa kamu meninggalkan aku sendirian di sini? Kenapa kamu membiarkan orang-orang menyakitiku? Kenapa, ma? Kenapa kamu tidak kembali untuk mencariku? Apakah kamu membenciku?" Langkahnya terhenti tepat di hadapan wanita itu. Ia menjulurkan tangannya, mendekat ke arah kedua bola mata Esmeralda yang menatapnya dengan terbelalak. Ujung kuku bocah yang runcing itu terus mendekat hingga menusuk kedua bola mata Esmeralda yang spontan berteriak dengan keras. Crats! Darah segar muncrat membasahi lantai. Esmeralda histeris. Suara teria
"Ada apa, Es?" tanya Rafaela dengan wajah yang bingung saat melihat Esmeralda yang tiba-tiba terdiam saat melihat ponselnya. "Nggak apa-apa." Wanita itu tersenyum kecil sambil meletakkan kembali ponselnya di atas meja. Ia sedikit salah tingkah di hadapan temannya itu. Rafaela yang terlanjur penasaran, tidak percaya dengan jawaban Esmeralda yang mengatakan tidak terjadi apa-apa. Ia melirik ponsel milik temannya itu yang masih menyala. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal, muncul di jendela notifikasi. [08123456xxx] Kamu di mana?"Itu siapa, Es?" Rafaela yang semakin terlihat penasaran, tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya pada temannya itu. "Aku juga nggak tahu siapa? Kan nomornya tidak ada di daftar kontakku," jawab Esmeralda sekenanya saja. Ia berpura-pura kembali mengerjakan pekerjaannya yang belum diselesaikan olehnya. "Kamu sibuk nggak?" tanya Esmeralda secara tiba-tiba pada Rafaela yang segera perhatiannya kembali tertuju pada wajah wanita itu. "Nggak, tuh. Meman
[08123456xxx] Dek, mas minta maaf atas kesalahan mas yang dulu. Maafin mas ya, dek? Karena telah menuding kamu selingkuh di belakang mas.Tring! Sebuah pesan kembali masuk. Esmeralda gegas membuka chat dari mantan suaminya itu yang sepertinya belum selesai dengan pembicaraannya. [08123456xxx] Mas sekarang sudah tahu kebenarannya dek. Mas sudah mendengar sendiri bahwa kehamilan kamu, bukanlah kehamilan biasa. Karena anak yang kamu kandung itu adalah anak Genderuwo.Kedua mata Esmeralda membelalak dengan lebar. Ia menutup mulutnya yang menganga dengan kedua telapak tangannya, sehingga ponsel yang sejak tadi ia pegang, terjatuh ke lantai. Saat Esmeralda tersadar, ia buru-buru mengambil ponsel yang telah terjatuh itu. Ia menjadi panik saat ia tahu bahwa ponsel itu mati. Ia gegas menyalakan tombol daya. Tapi sepertinya sia-sia saja. Ponsel itu tidak mau hidup. Tubuh Esmeralda gemetar. Ia menggigit ujung kukunya sambil mencoba untuk berpikir dengan jernih. Wanita itu melirik ke arah ja
Kemarin ada sedikit kesalahan ya. Niat hati mau save, malah ke publish. Jadi sebelum baca part ini, coba baca ulang part sebelumnya ya, sudah nyambung dengan ceritanya belum. Soalnya beberapa hari belum lulus tinjau, dan baru hari Senin sudah lulus tinjau. Karena itu saya baru up bab lagi. ***Esmeralda datang ke kantornya dengan raut wajah yang lesu. Hal itu segera disadari oleh Rafaela yang gegas menghampiri wanita itu di meja kerjanya. "Kamu kenapa?" tanyanya dengan penasaran. Ia menatap wajah Esmeralda yang tampak kusut. Wanita itu mengusap poni sampingnya ke belakang dengan menggunakan kedua tangannya. Ia menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Handphone aku rusak, Raf." Suara Esmeralda terdengar sedikit serak menyahuti wanita kecil itu yang tampak mengerutkan kedua alisnya. "Rusak? Kok Bisa?" Esmeralda mengangguk pelan. Ia memusatkan pandangannya pada Rafaela yang balas menatapnya. "Iya, jatuh di lantai," jawabnya dengan nada yang terdengar putus asa. "Kalau begitu, servic
"Jadi, apa yang mas mau sampaikan padaku? Apa maksud mas mengirimkan pesan seperti itu?" tanya Esmeralda tanpa berbasa-basi lagi. Ia menatap wajah lelaki yang duduk di hadapannya dengan serius. Franky tidak langsung menjawab. Ia mengaduk es teh manis yang berada di atas meja sambil sesekali menyedotnya. Perasaan dingin yang masuk ke tenggorokannya membuat ia merasa sedikit lebih sejuk. "Mas sudah mendengar semua pembicaraan ibu dan bapakku, dek," ucap Franky yang mulai berani membuka suaranya. Esmeralda masih diam menatap wajah lelaki itu. Dia masih menunggu lelaki itu untuk berbicara, melanjutkan ucapannya. "Ibuku bilang, semua ini adalah rencananya untuk memisahkan kita berdua, dek," lanjut Franky dengan lirih, yang membuat kedua alis Esmeralda tampak mengerut. "Apa maksudnya, mas?" "Ibu bekerjasama dengan Mbah Sartoni, dia mengawinkan kamu dengan Genderuwo untuk menghasilkan anak jin," jawab Franky dengan pasti, yang membuat kedua mata Esmeralda tampak membelalak dengan lebar
"Bu, sebaiknya ibu pulang saja, biar bapak yang jaga putri kita di sini," ucap Pak Belerick saat melihat istrinya yang sudah nampak sangat kelelahan. "Nggak usah, pak. Ibu masih mau di sini jaga putri kita," sahut wanita tua itu dengan kedua mata yang sudah terlihat sayu. Beberapa kali ia menguap karena beberapa hari ini ia bergadang, tidak bisa tidur di sofa. "Tapi wajah ibu sudah terlihat sangat capek. Nanti kalau ibu yang sakit bagaimana?" ucap Pak Belerick mengingatkan. "Tapi, pak...." Belum sempat istrinya itu membantah, lelaki tua itu telah lebih dulu memotongnya. "Ibu pulang saja dulu, istirahat. Nanti kalau ibu sudah merasa lebih baik, kita bergantian berjaga," ucapnya mengusulkan. Bu Melisa terdiam selama beberapa saat untuk berpikir. Setelah menimbang-nimbang, apa yang telah dikatakan oleh suaminya ada benarnya. Wanita itu pun mengangguk menyetujui usulan suaminya. Ia segera beranjak dari sisi tempat tidur putrinya yang masih belum sadarkan diri. "Nanti kalau ada apa-
Melihat pemandangan di depannya, membuat Bu Layla berteriak dengan histeris. Wanita itu merangkak untuk menghampiri tubuh suaminya yang terlihat tidak berdaya. Pak Khaled batuk berdarah, yang membuat Bu Layla semakin panik. "Bu, cepat bawa Xiena dan Xavier keluar dari rumah ini. Ajak juga putri kita, " ucapnya dengan suara yang lirih. Lelaki tua itu tampak sekarat. "Tapi kami harus ke mana Pak? " tanya Bu Layla dengan panik. Belum sempat Pak Khaled menjawab pertanyaan istrinya, ia yang melihat Esmeralda berjalan maju ke arahnya, berusaha sekuat tenaga untuk kembali bangkit, melindungi anak dan istrinya. "Cepatlah pergi, bu! " ucapnya yang segera berdiri di hadapan Esmeralda. Sementara Pak Khaled mengalihkan perhatian hantu wanita itu, Bu Layla dan Camelia pergi meninggalkan kamar sambil membawa serta Xiena dan Xavier. Mereka berhasil keluar dari rumah itu. Sedangkan Pak Khaled mendapatkan serangan bertubi-tubi yang membuat lelaki tua itu semakin tidak berdaya. Pak Khaled yan
"Bu, coba lihat siapa yang datang? " ucap Pak Khaled memberikan perintah. Bu Layla tidak menyahut. Ia segera beranjak dari tempat duduk nya menuju ke pintu depan. Saat ia membuka pintu dengan perlahan, ia membelalakkan kedua matanya karena terkejut. Ia hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang berdiri di depan pintu dengan wajah yang pucat itu, benar-benar Esmeralda. Dia sudah pulang setelah hampir satu bulan menghilang tanpa jejak, dan juga tiada kabar. Bu Layla melongo. "Ini beneran kamu Esmeralda? " tanyanya hendak memastikan. Wanita itu diam. Bibirnya mengatup rapat. Pandangannya kosong. Ia tidak menyahut pertanyaan yang telah diajukan oleh Bu Layla. Tatapan matanya terlihat kosong. Ia berjalan masuk ke dalam, melewati Bu Layla yang masih terbengong memandangi punggung Esmeralda yang semakin jauh dari hadapannya. wanita itu menuju ke kamar si kembar. Bu Layla yang tersadar dari lamunannya, bergegas masuk ke dalam rumah. Pak Khaled yang semula terlihat f
Tok tok tokSuara ketukan nyaring telah menyita perhatian Pak Khaled, Bu Layla dan Camelia yang sedang bermain dengan Xavier dan Xiena di ruang keluarga. Ketiganya saling menatap satu sama lain selama beberapa saat. "Siapa ya yang datang? " tanya Pak Khaled yang terlihat penasaran. Camelia hanya angkat bahu, lalu kembali mengalihkan pandangannya menatap wajah Xavier dan Xiena. Bu Layla yang menyadari bahwa dirinya yang harus membukakan pintu, segera beranjak dari tempat ia duduk. "Biar ibu saja yang buka, " ucapnya yang melenggang pergi menuju ke pintu depan. Raut wajah Bu Layla berubah saat ia melihat seseorang yang berada di balik pintu, yang telah mengetuk pintu rumahnya adalah Pak Clint. Sebuah senyuman tampak tercetak dengan jelas di bibirnya. "Pak Clint? Ada apa ya? Tumben sore-sore datang bertamu? " tanya Bu Layla hendak memastikan. Pak Clint terdiam selama beberapa saat. Wajahnya tampak memperlihatkan raut kebingungan dan gelisah, membuat Bu Layla menyadari bahwa ada
Seluruh bulu kuduk nya mendadak merinding. Esmeralda cepat-cepat masuk ke dalam mobilnya, dan kembali mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit yang sebelumnya telah di beritahukan oleh Bi Masha lewat pesan singkat di aplikasi hijau. Setibanya di rumah sakit, Esmeralda segera turun dari mobil. Ia keluar dari halaman parkir menuju ke lobby rumah sakit. Ia menemui resepsionis yang berjaga di sana. "Permisi, mbak. Saya mau menjenguk pasien atas nama Bu Aurora yang katanya sedang kritis, " ucap Esmeralda dengan raut wajahnya yang terlihat serius. "Oh, Bu Aurora ya? dia sudah dipindahkan ke rumah sakit umum Daerah yang ada di seberang sana, Bu! Keadaannya semakin parah. kedua matanya terus mengeluarkan darah. "Mendengar penjelasan dari petugas rumah sakit yang berjaga, membuat Esmeralda termangu selama beberapa saat lamanya. Lamunan Esmeralda terberai saat ia mendengar suara dering ponsel yang berbunyi keras dari dalam tasnya. "Baik, mbak. Terimakasih infony
Esmeralda melangkah dengan perasaan kecewa yang mendalam. Ia merasa patah hati setelah melakukan ritual sesajen itu, tapi tidak membuahkan hasil sama sekali. Tidak ada petunjuk atau tanda-tanda keberadaan bayi perempuannya. Bu Layla yang menyadari diamnya wanita itu, mengusap-usap dengan lembut bahunya seolah memberikan isyarat agar wanita itu tetap kuat dan bersabar. Kedatangan Mereka segera disambut oleh Camelia yang menghampiri mereka dengan raut wajah yang terlihat sangat antusias. "Bagaimana? Apakah Xiena sudah ditemukan? " tanyanya menyambar. Bu layla dan Pak Khaled saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, lalu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. Sementara Esmeralda hanya tertunduk dengan raut wajah yang murung. "Di mana Xavier, Mel? " tanya Bu Layla hendak memastikan. Ia merasa heran kenapa putrinya tidak bersama dengan bayi laki-laki itu. "Sehabis ku mandikan dan kuberi susu, dia tidur di kamar, " sahut Camelia menjelaskan. "Nduk, kamu kembali ke kamar s
Esmeralda tidak langsung menjawab. Ia terdiam selama beberapa saat lamanya. Wajahnya ia tundukkan dalam-dalam. Ia menarik nafas panjang, kemudian ia menghembuskan kembali secara perlahan. "Saya.... Dulunya menikah dengan orang sini, " ucap Esmeralda yang memulai ceritanya. Sementara Bu Layla dan Camelia tampak menyimak penuturan wanita itu. "Saya sempat tinggal di sini bersama dengan mantan suami saya. Ibu mertua saya kurang menyukai saya karena saya belum memiliki keturunan. Lalu saya tiba-tiba hamil. Tapi mantan suami saya malah menceraikan saya. Katanya dia mandul, bagaimana mungkin saya bisa hamil? Dia menuding saya selingkuh." Airmata kembali mengalir perlahan membasahi pipi Esmeralda. "Ya, saya merasakan ada yang aneh dengan kehamilan saya. Hanya beberapa bulan saja, tiba-tiba perut saya membesar, dan saya merasakan kontraksi yang hebat hingga saya tidak sadarkan diri. Saat saya terbangun, ibu mertua saya bilang bahwa bayi saya tidak selamat.""Lalu, apa yang terjadi? " tanya
*Special Part*Dokter wanita itu tertegun selama beberapa saat. Dia melirik wajah Esmeralda yang balas menatapnya, sebelum pandangannya kembali beralih menatap wajah sang perawat. "Ada apa dengan bayi lelaki itu?" tanyanya hendak memastikan. Dokter wanita itu menyerahkan bayi perempuan yang sejak tadi berada di tangannya, pada sang ibu yang segera menampungnya. Dokter itu berjalan perlahan menghampiri sang perawat yang kembali menatap bayi lelaki yang tidak bergerak sama sekali. "Dia tidak menangis, dan juga tidak bergerak, dok. Apakah dia sudah meninggal?" Perawat itu menatap wajah dokter yang berdiri di hadapannya dengan perasaan khawatir. Dokter itu kemudian menggendong bayi laki-laki itu. Dan benar, ia tidak merasakan nafas bayi itu. Dia memijat perlahan dada bayi itu, memberikan pertolongan. dia pikir, bayi itu tersedak air ketuban. Setelah beberapa menit ia berusaha, tapi hasilnya nihil. dokter mulai berputus asa. Dia menarik nafas panjang, dan menghelanya dengan kasar. D
Angin berembus dengan semilir. Pintu terbuka semakin lebar, yang membuat kedua mata Camelia dan Esmeralda terbelalak dengan lebar. Tak seorang pun yang berdiri di sana untuk membuka pintu. Padahal mereka sudah sangat yakin bahwa pintu kamar sudah ditutup dengan benar. Tidak mungkin terbuka oleh angin.Camelia dan Esmeralda saling menatap satu sama lain. Keduanya saling menelan ludah."Siapa yang membuka pintu itu? " Camelia menatap wajah Esmeralda dengan tatapan tajam.Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. "Mungkin tadi saat Pak Kyai Khaled keluar, dia tidak menutup pintu dengan rapat, jadi terbuka sedikit oleh angin, " Sahut Esmeralda berusaha menenangkan dirinya dan juga putri Pak Kyai yang hanya menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang baru saja dikatakan oleh wanita itu."Ya, masuk akal juga, " Ucapnya dengan intonasi yang datar. Ia tersenyum kaku, berusaha menyamarkan perasaan takut yang sedang menguasai dirinya.Esmeralda balas tersenyum. "Biar aku tutup pin
Mendengar teriakan Camelia, perhatian Pak Kyai Khaled dan Bu Layla, segera tersita. Keduanya saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, sebelum keduanya beranjak dari tempat mereka menuju ke dapur untuk melihat apa yang telah terjadi pada putri mereka.Keduanya tercengang saat melihat Camelia tergeletak di lantai dapur, dengan pecahan gelas yang sedikit basah.Mereka melangkah dengan hati- hati agar tidak terkena pecahan kaca, mendekati putri mereka yang tidak sadarkan diri."Nduk? " Pak kyai mengusap lembut wajah Camelia. Wanita itu sama sekali tidak merespon."Pak, kita bawa dia ke kamar saja, " Ucap Bu Layla dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran.Sementara Pak kyai Khaled membopong tubuh putrinya, membawanya ke kamar, Bu Layla membereskan pecahan gelas."Apa yang telah dilihat putri kita, pak? Sampai dia tidak sadarkan diri seperti itu, " Ucap Bu Layla menatap wajah Pak kyai, setelah wanita itu masuk ke dalam kamar putrinya, dan duduk di sebelah suaminya."Entahlah, Bu