Nana menggelengkan kepalanya pelan, melihat ujung keris itu semakin dekat dengan tubuhnya. Kemudian ia berteriak histeris. Teriakannya terdengar melengking panjang, sebelum darah muncrat membasahi seluruh wajah Kadita yang tampak tersenyum merasa puas. Sementara Bu Edith terlihat memejamkan kedua matanya karena tidak sanggup melihat pemandangan itu. Perlahan Kadita merobek dada Nana yang telah tewas dengan kedua matanya yang tampak melotot. Kemudian ia mengambil bagian organ tubuh wanita itu yang tampak lembek berwarna kecokelatan. Ya, itu adalah bagian hati Nana. Setelah berhasil mengeluarkan hati itu, Kadita tersenyum menyeringai. Senyumnya perlahan berubah menjadi tawa yang kian menggelegar.Kadita mendadak hening. Kedua matanya melotot, sebelum ia melahap dengan rakus hati yang telah ia dapatkan. Setelah habis, mulutnya terlihat penuh dengan darah. Kadita menjilat seluruh jarinya yang berlumuran darah. Sementara Bu Edith hanya menatapnya dengan jijik. Ia merasa mual, ingin mun
"Nanti malam, malam Jumat Kliwon kan?" Suara Martin terdengar nyaring setelah cukup lama saling diam.Aldous tidak langsung menjawab. Ia menatap sejenak wajah temannya yang masih menatap ke arahnya sambil berjalan membawa buku iqra di tangan masing-masing. "Hm." Bocah itu hanya menggumam pelan menjawab pertanyaan yang telah diajukan oleh temannya itu. "Memangnya kenapa?" tanya Aldous yang mulai terlihat penasaran. "Aku dengar, Mbak Kadita akan membuat ritual di pohon beringin itu," sahut Martin dengan antusias. "Ya, memangnya kenapa?" Aldous mengulang sekali lagi pertanyaan yang sebelumnya ia ajukan. "Memangnya kamu tidak tahu?" Martin menghentikan langkahnya. Ia menatap wajah Aldous dengan serius. Sementara bocah itu hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah. "Apa?" tanyanya dengan heran. "Tujuan diadakan ritual itu adalah untuk makhluk itu supaya tidak mengganggu warga desa kita lagi," sahut Martin mencoba menjelaskan pada Aldous yang raut wajahnya tampak gelisah. Bocah it
Pak Clint mengerutkan kedua alisnya. Tatapan matanya tajam, menatap raut wajah Aldous yang masih memancarkan kekhawatiran. "Tapi kenapa?" tanyanya dengan penasaran. "Semalam, saat acara kenduri di rumah Martin, saya.... saya melihat makhluk itu, pak. Dia ada di belakang rumah Bu Florin. Dia sepertinya memperhatikan saya," ucap Aldous mencoba menjelaskan pada Pak Clint yang bungkam selama beberapa saat lamanya. "Kamu jangan khawatir ya? Dia tidak akan bisa mengganggu kamu," ucap Pak Clint mencoba menenangkan hati dan pikiran bocah itu. Kali ini, Aldous yang bungkam. Ia seperti tidak bisa percaya dengan kata-kata manis Pak Clint padanya. Pikirannya melayang, memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa lepas dari incaran makhluk itu. ***"Aldous? Kamu nggak pergi mengaji?" Ibu membuka pintu kamar yang terbuat dari kayu. Ia bisa melihat putra tunggalnya itu sedang berbaring sambil bermain game. "Aku mau di rumah saja, Bu," sahut Aldous yang kedua matanya tidak beralih sama sekali dari
"Mama, kenapa kamu meninggalkan aku sendirian di sini?" Seorang bocah dengan tubuh yang penuh dengan bulu berwarna hitam legam, dengan kedua mata yang merah menyala, dan gigi taring yang panjang, berjalan perlahan mendekat ke arah wanita berambut panjang dan sedikit ikal itu. "Kamu siapa?" tanya Esmeralda gugup. Tubuhnya gemetar karena takut melihat bocah itu."Mama, aku adalah anakmu, anak yang telah kamu lahirkan ke dunia ini, kenapa kamu jahat padaku, ma? Kenapa kamu meninggalkan aku sendirian di sini? Kenapa kamu membiarkan orang-orang menyakitiku? Kenapa, ma? Kenapa kamu tidak kembali untuk mencariku? Apakah kamu membenciku?" Langkahnya terhenti tepat di hadapan wanita itu. Ia menjulurkan tangannya, mendekat ke arah kedua bola mata Esmeralda yang menatapnya dengan terbelalak. Ujung kuku bocah yang runcing itu terus mendekat hingga menusuk kedua bola mata Esmeralda yang spontan berteriak dengan keras. Crats! Darah segar muncrat membasahi lantai. Esmeralda histeris. Suara teria
"Ada apa, Es?" tanya Rafaela dengan wajah yang bingung saat melihat Esmeralda yang tiba-tiba terdiam saat melihat ponselnya. "Nggak apa-apa." Wanita itu tersenyum kecil sambil meletakkan kembali ponselnya di atas meja. Ia sedikit salah tingkah di hadapan temannya itu. Rafaela yang terlanjur penasaran, tidak percaya dengan jawaban Esmeralda yang mengatakan tidak terjadi apa-apa. Ia melirik ponsel milik temannya itu yang masih menyala. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal, muncul di jendela notifikasi. [08123456xxx] Kamu di mana?"Itu siapa, Es?" Rafaela yang semakin terlihat penasaran, tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya pada temannya itu. "Aku juga nggak tahu siapa? Kan nomornya tidak ada di daftar kontakku," jawab Esmeralda sekenanya saja. Ia berpura-pura kembali mengerjakan pekerjaannya yang belum diselesaikan olehnya. "Kamu sibuk nggak?" tanya Esmeralda secara tiba-tiba pada Rafaela yang segera perhatiannya kembali tertuju pada wajah wanita itu. "Nggak, tuh. Meman
[08123456xxx] Dek, mas minta maaf atas kesalahan mas yang dulu. Maafin mas ya, dek? Karena telah menuding kamu selingkuh di belakang mas.Tring! Sebuah pesan kembali masuk. Esmeralda gegas membuka chat dari mantan suaminya itu yang sepertinya belum selesai dengan pembicaraannya. [08123456xxx] Mas sekarang sudah tahu kebenarannya dek. Mas sudah mendengar sendiri bahwa kehamilan kamu, bukanlah kehamilan biasa. Karena anak yang kamu kandung itu adalah anak Genderuwo.Kedua mata Esmeralda membelalak dengan lebar. Ia menutup mulutnya yang menganga dengan kedua telapak tangannya, sehingga ponsel yang sejak tadi ia pegang, terjatuh ke lantai. Saat Esmeralda tersadar, ia buru-buru mengambil ponsel yang telah terjatuh itu. Ia menjadi panik saat ia tahu bahwa ponsel itu mati. Ia gegas menyalakan tombol daya. Tapi sepertinya sia-sia saja. Ponsel itu tidak mau hidup. Tubuh Esmeralda gemetar. Ia menggigit ujung kukunya sambil mencoba untuk berpikir dengan jernih. Wanita itu melirik ke arah ja
Kemarin ada sedikit kesalahan ya. Niat hati mau save, malah ke publish. Jadi sebelum baca part ini, coba baca ulang part sebelumnya ya, sudah nyambung dengan ceritanya belum. Soalnya beberapa hari belum lulus tinjau, dan baru hari Senin sudah lulus tinjau. Karena itu saya baru up bab lagi. ***Esmeralda datang ke kantornya dengan raut wajah yang lesu. Hal itu segera disadari oleh Rafaela yang gegas menghampiri wanita itu di meja kerjanya. "Kamu kenapa?" tanyanya dengan penasaran. Ia menatap wajah Esmeralda yang tampak kusut. Wanita itu mengusap poni sampingnya ke belakang dengan menggunakan kedua tangannya. Ia menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Handphone aku rusak, Raf." Suara Esmeralda terdengar sedikit serak menyahuti wanita kecil itu yang tampak mengerutkan kedua alisnya. "Rusak? Kok Bisa?" Esmeralda mengangguk pelan. Ia memusatkan pandangannya pada Rafaela yang balas menatapnya. "Iya, jatuh di lantai," jawabnya dengan nada yang terdengar putus asa. "Kalau begitu, servic
"Jadi, apa yang mas mau sampaikan padaku? Apa maksud mas mengirimkan pesan seperti itu?" tanya Esmeralda tanpa berbasa-basi lagi. Ia menatap wajah lelaki yang duduk di hadapannya dengan serius. Franky tidak langsung menjawab. Ia mengaduk es teh manis yang berada di atas meja sambil sesekali menyedotnya. Perasaan dingin yang masuk ke tenggorokannya membuat ia merasa sedikit lebih sejuk. "Mas sudah mendengar semua pembicaraan ibu dan bapakku, dek," ucap Franky yang mulai berani membuka suaranya. Esmeralda masih diam menatap wajah lelaki itu. Dia masih menunggu lelaki itu untuk berbicara, melanjutkan ucapannya. "Ibuku bilang, semua ini adalah rencananya untuk memisahkan kita berdua, dek," lanjut Franky dengan lirih, yang membuat kedua alis Esmeralda tampak mengerut. "Apa maksudnya, mas?" "Ibu bekerjasama dengan Mbah Sartoni, dia mengawinkan kamu dengan Genderuwo untuk menghasilkan anak jin," jawab Franky dengan pasti, yang membuat kedua mata Esmeralda tampak membelalak dengan lebar