Mata Anjani membelalak, dia ketakutan melihat kedatangan orang itu. "Dika, bukannya kamu sudah ditangkap polisi? Kenapa kamu masih berkeliaran di sini?" tanya Anjani kaget. "Tentu saja aku bisa bebas karena ada yang menjaminku Anjani. Jadi aku bisa terus mengejarmu," ujar Dika menyeringai. Tiba tiba dia dipanggil untuk masuk ke ruangan. Anjani bergegas meninggalkan sendirian di ruang tunggu. Setelah selesai memeriksakan kandungan, dia bergegas pulang. "Semoga Dika nggak ngikutin aku lagi,"gumamnya. Dia diantar oleh sopir utusan Revan. Di perjalanan, dia mengabari Revan kalau Dika sudah bebas. [Mas, tadi aku ketemu Dika waktu periksa. Katanya ada yang menjamin kebebasannya. Aku takut Mas!] [Kamu tenang saja Dek, biar aku yang mengurusnya. Kamu jangan banyak pikiran ya, miss you!] *** Sementara jauh di sana, Revan mengepalkan tangannya setelah tahu Dika bebas. "Kurang ajar, siapa yang berani membebaskan bajingan itu? Aku harus memperketat penjagaan di rumah Anjani." Dia bergeg
Anjani terkekeh mendengar tuduhan Dika. Dia sangat ingin mengikat mulut lemes Dika dengan karet jika dia bisa."Kau itu dari dulu tidak pernah berubah ya Dika, pandai sekali mengarang cerita. Kalau aku memang hanya menginginkan harta, pasti sudah dari dulu aku menjeratmu. Sayangnya aku bukan wanita picik yang gila harta semata." Dika kalah telak mendengar jawaban Anjani. Dia bungkam karena nyatanya Anjani memang wanita baik baik."Dan karena itulah aku menyesal pernah menduakanmu, jika anak dalam perutmu itu yang menjadi penghalangnya bersatunya kita maka aku akan melenyapkan anakmu itu. Tunggu saja waktunya tiba!" ancam Dika menyeringai."Jangan macam macam dengan anakku, Dika. Walau dia hadir karena sebuah tragedi yang tidak kami kehendaki, tapi aku menyayangi darah dagingku. Lebih baik kau pergi dari sini sekarang. Pak, usir dia menjauh dari sini!" Anjani lalu bergegas masuk ke dalam rumah.***Sedangkan Revan hari ini mengunju
Hari itu Linda sengaja ingin mengunjungi rumah Anjani mumpung Revan nggak ada di rumah. Linda mengomel ketika Anjani tidak segera membukakan pintu."Maaf Ma, tadi aku di dapur bikin makanan dan nggak bisa jalan cepat," tukas Anjani."Alah kamu tuh alasan aja bisanya. Bilang aja sebenarnya kamu nggak mau bukain pintu," ucap Linda sambil nyelonong masuk tanpa dipersilahkan yang punya rumah. Dia nggak datang sendiri melainkan mengajak Vina.Dia langsung duduk menyilangkan kakinya bagai nyonya di rumah. "Mama haus, tolomg buatin Mama minum," perintahnya."Iya Ma sebentar ya," ujar Anjani berlalu.Vina yang melihat sikap mamanya mencoba menegurnya. "Ma, jangan gitu dong sama Anjani. Ini tuh rumah dia Ma, Anjani juga lagi hamil besar dia pasti kesulitan beraktivitas. Mama jangan nyalahin Anjani terus dong, kasihan!" tegur Vina."Udah kamu meningan diam aja kalau nggak tahu apa apa, perempuan kayak Anjani tuh nggak boleh terlalu dimanja takutnya nanti nglunjak!" bantah Vina."Terserah Mama a
Anjani tersenyum mendengar cercaan mertuanya. Dia amat tergelitik dengan sikap mertuanya yang selalu mencari pembelaan saat sudah terpojok. "Bagaimana mungkin aku tidak menjadi durhaka sama mertua kalau mertuaku saja mengajariku untuk menjadi menantu durhaka?" "Kukira kau akan mudah ditindas, ternyata aku salah besar!" desis Linda. "Lalu anda berharap saya bagaimana Ibu Mertua?" "Kau ternyata seperti bunglon ya, pura pura lemah saat ada Revan," ujar Linda."Saya tidak harus berpura pura lemah untuk mendapatkan perlindungan Ma.""Aahhh sudahlah, pokoknya jangan sampai kamu menghamburkan uang anakku!" "Rencananya kami malah ingin melaksanakan bulan madu keliling eropa setelah melahirkan nanti," ujar Anjani terus memantik api.Linda yang ingin nyerocos kembali ditahan oleh Vina. "Ma sudahlah Ma, dari tadi Mama selalu saja berusaha menyudutkan Anjani. Mama jangan gitu dong, Mama boleh nggak suka sama Anjani tapi jangan gitu juga dong Ma!" tegur Vina kesal. Linda mendengus pasrah. Dia
Sore hari Anjani berencana ke supermarket terdekar untuk membeli perlengkapan mandi karena sudah hampir habis. Namun saat pulang dari dari supermarket, dia hampir diserempet pengendara motor."Astaghfirullah, untung nggak apa apa." Anjani sangat kaget, beruntung dia tidak sampai jatuh. Dia segera mengumpulkan kembali barang belanjaannya yang berceceran. "Ternyata begini akibat kalau mau ke luar nggak bilang suami," gumam Anjani. Dia segera pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, dia diberi kabar asistennya jika untuk sementara waktu akan digantikan dengan asisten rumah tangga yang lain. "Ya udahlah nggak apa apa, dari pada ngerjain pekerjaan rumah tangga sendirian nanti juga pasti juga kesulitan," gumamnya sendiri. Tak lupa dia juga membicarakannya pada Revan dan Revan menyetujuinya.***Pagi harinya, asisten pengganti sudah datang untuk mulai bekerja beberap hari ke depan. Dia bekerja dengan sewajarnya. Namun ketika Anjani sedang di kamarnya, Ina sang asisten baru itu bergegas menuan
Setelah hendra menanda tangani surat persetujuan, Anjani segera dibawa ke ruang operasi. Dokter akan segera melakukan tindakan pada Anjani hari ini. Hendra mondar mandir di depan ruang operasi."Semoga saja cucu dan menantuku selamat," gumamnya berdoa.Tak berselang suster ke luar ruangan dengan terburu buru. Hendra langsung mencegat suster itu."Sus bagaimana operasinya?""Maaf Tuan, pasien kehabisan banyak darah dan membutuhkan transfusi darah secepatnya. Maaf saya harus segera pergi karena keadaan pasien saat ini mengkhawatirkan." Suster itu segera berlalu. Hendra terduduk lemas di lantai. Dia takut terjadi apa apa dengan menantu dan cucunya.***Sementara Mayra yang sedang bersantai di rumah bibinya mendapat kabar dari Ina kalau dia sudah berhasil membuat Anjani celaka.[Halo Nona, saya sudah berhasil menjalankan tugas. Nyonya Anjani mengalami pendarahan hebat karena tergelincir di lantai yang sudah bubuhi minyak goren
"Kita doakan saja semoga Bu Anjani segera melewati masa kritisnya.""Tolong selamatkan menantu saya Dok, saya mohon!" ucap Hendra mengiba."Kami akan mengusahakan yang terbaik Tuan, tapi kembali lagi kita ini hanya manusia yang hanya bisa mengusahakannya."Setelahnya Hendra pamit ke luar. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Revan jika tahu anaknya tidak bisa diselamatkan. Dia lalu melirik arlojinya ternyata sudah sore. Dia belum mengabari siapapun kalau Anjani terkena musibah."Sebaiknya aku kabari Vina saja," gumamnya. Hendra segera menghubungi Vina.[Vin, Papa cuma mau ngabarin kalau Anjani sudah melahirkan.][Oh yang benar Pa? Kok cepat sekali?][Dia terpeleset dan bayinya meninggal!][Innalillahi wa innailahi rojiun. Pa aku akan segera ke sana sekarang!][Iya. Ya sudah ya Papa mau mengurus pemakaman keponakanmu dulu.]Hendra mematikan sambungan teleponnya dan segera mengurus pe
Hendra menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Revan. "Kamu harus kuat menghadapi kenyataan ini Revan."Alis Revan bertaut, perasaannya tidak enak sejak di pesawat. "Ada apa sebenarnya Pa? Apa yang terjadi pada Anjani?""Anak kalian ... ""Kenapa dengan anakku Pa? Jangan membuatku penasaran!" sahut Revan cepat."Anak kalian tidak bisa diselamatkan," ucap Hendra lirih. Revan limbung tidak bisa menopang tubuhnya. Matanya mulai mengembun."Andai saja aku tidak meninggalkan Anjani seorang diri," ujarnya dalam sesal."Maafkan Papa, ini semua salah Papa Van. Andai Papa tidak menyuruhmu ke luar negeri pasti Anjani dan bayinya akan baik baik saja."Revan memejamkan matanya berusaha menguatkan hati. Dia berusaha legowo menerima takdirnya walau sakit. "Jangan menyalahkan diri Papa sendiri, Papa nggak bersalah. Mungkin memang Tuhan lebih sayang dengan anak kami dan tidak ingin anak kami menderita!" ujar Revan menenangkan
"Makanya buruan nikah Val, biar Mama punya banyak cucu," celetuk Nurma. "Ahh bentar lah Ma, masih pengen sendiri dulu. Biar bebas nggak ada yang melarang," jawab Valdi santai. "Padahal nikah itu enak lho Val, keperluan apapun sudah ada yang menyiapkan, mau makan tinggal minta di masakin. Malamnya juga dapat servis, rugi lho kalau nunda-nunda," ujar Revan memprovokasi. "Gampanglah ntar kalau udah ada calonnya pasti nikah kok. Secara iparmu yang ganteng kan juga jadi incaran para Mama mertua, jadi tinggal pilih aja kalau udah kepingin menikah" ucap Valdi percaya diri. "Huu dasar kepedean!" sahut Anjani dan Arya. "Eh bentar, ini anak kalian mau dinamai siapa?" tanya Mila tiba-tiba. Semua yang ada di ruangan itu menepuk keningnya karena lupa jika bayinya belum di beri nama. "Emm, sesuai kesepakatan kami berdua, anak yang kami yang cowok kami namai Kalandra Adi Purnomo dan yang cewek namanya Alindra Putri Purnomo," jawab Revan. *** Setelah beberapa waktu mereka semua pamit undur di
Revan memacu kendaraannya dengan kecepatan di atas rata-rata. Dia ingin segera sampai di rumah sakit secepatnya."Ayolah kenapa mereka lemot sekali? Nggak tahu orang lagi darurat apa?" gerutunya sambil berusaha menyalip kendaraan di depannya.Sesampainya di rumah sakit, dia bergegas menuju ruang operasi. Dia meminta izin pada dokter agar diperbolehkan menemani istrinya yang sedang berjuang."Boleh Tuan, tapi harap jangan mengganggu jalannya operasi ya, Tuan!" kata dokter."Baik, Dok."Revan segera memakai baju steril yang sudah disediakan dan segera masuk ke ruang operasi."Mas Revan," sapa Anjani dengan lirih dan lemah.Revan segera mendekat dan menciumi Anjani yang sedang berbaring di meja operasi."Sayang, kamu harus kuat demi aku dan kedua anak kita," ucap Revan menguatkan Anjani.Revan tidak beranjak dari sisi Anjani selama operasi. Saat bayi pertama berhasil di keluarkan, Revan sempat mematung mendengar suara tangis bayinya."Anakku," ucapnya lirih.Disusul ke luarnya bayi kedua
Alex akhirnya ditangkap oleh anak buah mertuanya sendiri dan sekarang sedang diberi pelajaran oleh Pranoto. Pranoto benar-benar merampas semua aset milik Alex hingga Alex jatuh miskin. Tidak hanya itu dia juga terjerat dengan pasal berlapis. Dia tidak bisa berkutik lagi karena semua hartanya habis tak bersisa.Suami Vina berinisiatif mengajak Vina menjenguk Alex ke lapas. Bagaimana pun juga, Alex merupakan ayah kandung Vina. Alex sangat terkejut dengan kedatangan Vina dan suaminya."Nak, kamu datang menjenguk Ayah, Nak?" tanya Alex berkaca. Kini dia sadar jika keluarga lebih berarti dari segalanya."Aku datang atas permintaan suamiku. Ini aku bawakan makanan untukmu, perbaikilah dirimu dan bertobatlah. Walau bagaimana pun kau tetap ayah kandungku, meskipun kehadiranku mungkin tidak kau harapkan!" ucap Vina tanpa menoleh ke arah Alex sedikit pun. "Maafkan Ayah, Vina. Ayah sudah menoreh luka terlalu dalam di hidupmu, aku tidak pantas disebut ayah," ucap Alex tergugu. "Setidaknya aku
Revan menghentikan gerakannya sejenak dan menatap Anjani dengan lekat."Ada angin apa tiba-tiba kamu ingin mengajak Mayra bertemu, hm?" tanya Revan lembut."Aku ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mayra, Mas. Rasanya aku masih punya beban karena bahagia di atas derita orang lain," jawab Anjani.Revan hanya menanggapi ocehan Anjani dengan senyuman. Dalam hatinya sangat bangga dengan sifat istrinya yang masih memedulikan orang lain walau sudah menyakitinya secara fisik dan mental."Kamu yakin? Tapi kan dia yang sudah membunuh anak pertama kita, Sayang. Apa kamu nggak takut dia akan kembali melakukannya?" tanya Revan hati-hati."Kan ada kamu, Mas. Aku yakin kamu nggak akan membiarkanku dan anak-anak kita dalam bahaya," jawab Anjani dengan mantap."Terima kasih sudah percaya padaku Sayang. Tapi kamu harus tahu kalau Mayra sekarang berada di rumah sakit jiwa. Dan aku tidak mau mengambil risiko kalau kamu tetap ngotot ingin menemuinya.
DeggggPengakuan Gibran membuat Linda menjadi terkejut. Dia sama sekali tidak mengira jika Gibran akan menaruh hati pada Mayra."Kalau kau memang mencintai Mayra, kenapa kau mau menuruti perintahku untuk menghancurkan hidupnya dan menjauhinya?" tanya Linda nanar."Apa Tante sudah melupakan sesuatu?" tanya Gibran balik.Flashback On"Tante, apa tidak sebaiknya aku menikahi Mayra saja? Aku rasa sepertinya aku sudah terlanjur mencintainya. Aku berjanji tidak akan pernah membiarkannya kembali mengejar Revan, Tante!" ujar Gibran meminta pertimbangan."Tidak, kau tidak boleh menikahinya. Mayra harus menderita karena sudah berani menentangku dan terus berhubungan dengan Revan. Awas saja kalau sampai kau berani menikahi Mayra, Gibran. Di sini, akulah yang berhak memutuskan segalanya. Dan kamu hanya harus tunduk di bawah perintahku!" Flashback off"Dengan pongahnya kau memintaku meninggalkan Mayra di saat aku sudah mulai mencintainya. Apa kau pikir itu tidak menyakitkan bagiku, Tante Linda?"
Sementara di sisi lain, kondisi Mayra semakin mengenaskan setelah dia ke luar dari tempat penyiksaan. Anak buah Reno sengaja menyiksa mental Mayra hingga dia berubah menjadi tidak waras. Dia sering menangis dan tertawa dengan tiba-tiba."Revan, coba lihat anak kita cantik sekali ya seperti aku. Kamu nggak mau gendong dia Van? Coba deh Van lihat anak kita," ucap Mayra sambil menggendong boneka dan menyodorkannya pada penjaga. Kedua orang tua Mayra sengaja memperkerjakan penjaga untuk menjaga Mayra agar tidak kabur. "Pa, bagaimana ini Pa? Anak kita seperinya sudah gila, Pa? Segera lakukan sesuatu Pa, aku tidak bisa melihatnya seperti ini lebih lama," ucap Fatma sambil menangis."Tidak ada cara lain lagi Ma, kita harus membawa Mayra ke rumah sakit jiwa."Mau tidak mau akhirnya Fatma harus rela jika Mayra dibawa ke rumah sakit jiwa. Polisi juga tidak menangkap Mayra kembali dengan alasan Mayra sakit jiwa. Setiap hari Mayra selalu meracau dan menganggap setiap lelaki yang melintas di de
Ucapan wanita itu seketika menarik perhatian khalayak. Mereka segera mendekat untuk menyaksikan perseteruan yang terjadi."Anda ini siapa kok main menuduh istri saya? Apa tidak mali berteriak di muka umum?" tanya Revan."Asal kamu tahu, saya calon istri Dika. Kami akan menikah sebentar lagi atas perjodohan yang dilakukan oleh Kakek Pranoto. Tapi gara-gara kamu," ucapnya sambil menunjuk Anjani. "Pernikahan saya gagal!" teriaknya."Oh, bukannya kamu yang jadi selingkuhan Dika dulu ya?" tanya Anjani santai.Muka wanita itu makin memerah saat Anjani menyebutnya selingkuhan. "Heh jaga ucapanmu ya, jalang. Asal kamu tahu, jauh sebelum kalian menjalin hubungan, Kakekku dan Kakek Pranoto sudah sepakat untuk menjodohkan kami. Tapi gara-gara kehadiranmu, Dika lebih memilih kamu alih-alih menikah denganku." "Tapi kenyataannya di belakangku kalian juga tetap menjalin hubungan spesial bukan? Lalu di mana letak kesalahanku? Ingat ya, semenjak Dika memutuskan untuk menduakanku, di saat itu pula ak
Walau sedikit terkejut dengan kedatangan wanita itu, Nurma tetap bersikap tenang dan mempersilahkannya untuk duduk. "Maaf ada angin apa tiba-tiba Anda ke mari, Jeng Linda?" Linda menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Nurma. Dia sadar betul kalau Nurma sedikit kurang nyaman dengan kehadirannya ini."Begini Jeng, kehadiran saya ke sini karena saya ingin bertemu dengan Revan dan Anjani," jelas Linda."Maaf, ada perlu apa ya? Kalau kehadiran Anda hanya untuk menyakiti hati menjatuhkan mental putri saya, maaf saya tidak akan pernah membiarkan itu terjadi!" ucap Nurma menimpali."Oh tidak, Jeng Nurma tenang saja saya tidak akan menyakiti hati mereka. Justru kedatangan saya ke sini ingin meminta maaf," jawab Linda.Nurma melongo mendengar penuturan Linda."Apa aku tidak salah dengar?" tanya Nurma memastikan."Iya, kamu tidak salah dengar, Jeng. Kedatanganku ke sini karena aku ingin meminta maaf pada mereka berdua. Aku sudah menyadari semua kesalahanku pada mereka, terutama Anjani."
Mbok Sum segera mematikan kompor agar cabai yang digoreng Revan berhenti meletup.“Aduh, Tuan makanya kalau mau goreng cabai itu diiris dulu biar nggak jadi bom,” keluh mbok Nem. “Udah sini biar Mbok Nem aja yang masak Tuan!” ucap mbok Nem ingin membantu.Tapi Revan menolak, dia kekeh ingin memasak sendiri demi memenuhi permintaan Anjani. Dia melanjutkan acara memasaknya sambil melihat tutorial di yukyup. Dan setelah dua jam bertempur dan membuat dapur berantakan akhirnya Revan bisa menyelesaikan masakannya dan menyajikannya di meja makan.“Sayang, aku sudah selesai memasak sesuai pesananmu!” ucap Revan semringah.“Wah benarkah, Mas? Coba sini aku mau langsung mencicipinya,” ucap Anjani antusias.“Hmm penampilannya cukup menarik,” sambung Anjani lagi.“Ayo dong dicoba bagaimana rasanya?” pinta Revan.Anjani segera mengambil nasi dan menyendokkan lauknya ke piring. Dia mulai menyuapkan nasi dan lauk itu ke mulutnya. Namun gerakannya terhenti dan dia langsung menatap Revan lalu memberik