Share

Hadiah Madu Di Ulang Tahun Pernikahan
Hadiah Madu Di Ulang Tahun Pernikahan
Penulis: Author Mya

Bab 01 Wanita Yang Datang Bertamu

“Udah nikah lima tahun, tapi masih belum bisa kasih anak. Ibu rasa sudah cukup, Sakti! lebih baik kalian bercerai saja!”

Nawa baru saja akan menyambut kepulangan suaminya, Sakti, karena hari ini adalah hari jadi kelima pernikahan mereka. Wanita itu sudah menyiapkan Kue tart juga kado spesial untuk sang suami.

Namun, mendengar suara Sulasmi, Ibu mertuanya, membuat Nawa diam terpaku. Ia urung melangkah menuju ke teras rumah.

“Tadi Ibu baru saja ketemu Bu Intan dan Bu Atik di warung. Mereka menghina Ibu, karena punya menantu mandul! Ibu malu, Sakti”

Nawa mengepalkan jemarinya, mencoba menahan kesedihan karena disebut mandul oleh Ibu mertuanya sendiri.

“Udahlah, Sakti. Ceraikan saja istri kamu itu. Biar Ibu kenalkan dengan wanita lain yang bisa kamu nikahi, dan tentunya bisa memberikan keturunan untuk kamu”

Apa?! Ibu mertuanya, menyuruh sang suami untuk menikah lagi?!

‘Nggak, Mas Sakti nggak mungkin memenuhi permintan ibunya…’ batin Nawa, berusaha menghibur dirinya sendiri. Mengingat mereka menikah lima tahun yang lalu karena saling mencintai satu sama lain.

“Terserah Ibu saja. Kalau Ibu maunya begitu, ya sudah..”

DEG!

Nawa membelalak tak percaya, mendengar jawaban Suaminya. Bukannya menolak, namun sang suami justru berkata semua terserah Ibunya. Apakah itu artinya Sakti setuju untuk bercerai dengannya dan menikah lagi dengan wanita lain?

Mata Nawa memanas, menahan air mata yang sudah siap tertumpah. Namun ia berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri.

Tak lama, kembali terdengar suara Sakti, suaminya, “Hubunganku dengan Nawa juga sudah terasa hambar Bu. Dia tak lagi bisa menjaga penampilannya. Tidak seperti dulu, Nawa suka berdandan, dan selalu berusaha tampil cantik. Tapi sekarang.. “ Nadanya terdengar begitu merendahkan.

Sulasmi tertawa mengejek. Ia justru terlihat senang, mendengar Sakti berkata seperti itu. Artinya, jalannya akan semakin mulus untuk menikahkan Sakti dengan wanita pilihannya.

“Kamu benar Sakti. Nawa sudah tidak cocok lagi bersanding dengan kamu.Kamu semain hari, semakin terlihat gagah. Sementara Nawa, semakin lusuh saja”

Hati Nawa hancur berkeping-keping saat mendengar percakapan yang sangat merendahkan dari orang yang selama ini dianggapnya sebagai keluarga.

Padahal selama ini, ia selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk suami dan Ibu mertuanya. Nawa bahkan rela mengurus rumah dari pagi hingga malam, menyiapkan makanan, bahkan menghemat untuk tidak membeli pakaian ataupun perlengkapan make up, agar tidak memboroskan uang suaminya. Namun sebaliknya, semua yang ia lakukan sama sekali tidak dihargai.

“Na-Nawa? Sejak kapan kamu berdiri di situ?” Sakti terkejut ketika menyadari keberadaan Nawa di depan pintu. Dia tidak menyangka, sang istri telah mendengar semuanya. Namun, raut wajahnya tak nampak bersalah atas apa yang telah ia ucapkan tentang istrinya.

Sakti melangkah memasuki rumah, diikuti oleh sang ibu dari arah belakang. Sulasmi langsung menutup pintu, agar para tetangga tak mendengar kericuhan yang terjadi.

“Apa maksudnya semua ini, Mas?!” Nawa berucap dengan lemah. Matanya yang berkaca-kaca memancarkan kekecewaan. “Kamu mau bercerai denganku dan menikah lagi!?”

Mendengar pertanyaan itu, Sulasmi justru menatap angkuh Nawa, “Sakti akan menikah lagi sama perempuan yang lebih cantik dan pintar. Kenapa? Kalau kamu tidak setuju, ya sudah bercerai saja."

Nawa terperangah mendengar ucapan Sulasmi. Ia menatap nanar ke arah sang suami. Nada suaranya pun sedikit meninggi.

“Benar itu, Mas? tolong jawab pertanyaan aku!”

“Kenapa kamu masih menanyakan hal itu lagi? kamu kan sudah mendengar semuanya Nawa!”

Sulasmi menyahuti pertanyaan sang menantu. Nawa mengisyaratkan, agar sang Ibu mertua tidak ikut campur urusan rumah tangganya.

“Saya hanya ingin mendengar semuanya dari mulut suami saya sendiri Bu. Tolong,Ibu jangan ikutan berbicara!”

“Eeeh.. lancang kamu ya, berbicara begitu kepada saya! kamu sadar kan Nawa, pernikahan kalian sudah lima tahun. Tetapi tidak ada tanda-tanda kamu akan memberikan saya cucu! Sakti itu anak saya satu-satunya. Kalau dia tidak memiliki keturunan, siapa yang akan meneruskan garis keturunan keluarga kami?”

Nawa melirik ke arah sang suami. Berharap, Sakti akan membelanya atau mengucapkan Sesuatu yang mungkin bisa menenangkan hatinya. Tapi nyatanya, sang suami hanya bungkam, seolah mendukung perkataan ibunya.

“Saya yang menanggung malu,Nawa! Saya yang menjadi bahan gunjingan tetangga, karena memiliki menantu yang mandul!”

Lagi-lagi, kata menyakitkan itu yang terdengar,membuat Nawa semakin merasa tertekan. Padahal mereka sama sekali belum pernah melakukan pemeriksaan ke Dokter. Jadi belum bisa dipastikan, apa yang menyebabkan Nawa tak kunjung mengandung hingga saat ini.

“Mas...”

Tanpa basa-basi,Nawa menarik lengan Suaminya, menjauh dari Ibu mertuanya. Ia masih merasa shock atas apa yang baru saja ia dengar.

“Jadi kamu mau menceraikan aku? kamu mau menceraikan aku, dan menikah dengan wanita lain? Benar begitu Mas?”

Sakti menatap angkuh sang istri. Karena memang, ia sudah tak lagi tertarik meneruskan pernikahan ini. Semakin hari, Nawa semakin terlihat lusuh di matanya. Berbeda dengan dirinya, yang sering mendapatkan pujian dari orang-orang di luaran sana, tentang ketampanannya.

“Semuanya terserah Ibu” Jawab Sakti, datar.

“Maksud kamu? yang menikah itu kita, Mas. Masa harus tergantung ibu kamu? kamu ingat kan, bagaimana pengorbanan aku dulu, agar bisa menjadi istri kamu? aku rela meninggalkan keluargaku! Tapi apa yang aku dapatkan sekarang? kamu malah membuang aku gitu aja, hanya demi memenuhi keinginan Ibu kamu!”

“Cukup Nawa! Jangan ungkit masa lalu lagi. Bukan hanya Ibu yang menginginkan cucu. Tapi aku juga ingin sekali memiliki keturunan!” Sergah Sang Suami.

“Jadi kamu ingin, kita bercerai saja?”

Sakti tak mnjawab apa-apa Tetapi Nawa menyimpulkan seperti itu.

Suara ketukan di pintu, menghentikan perdebatan yang terjadi. Sulasmi bergegas membukakan pintu, dan seorang wanita cantik berambut panjang dan berdandan cukup seksi, telah berdiri di depan pintu.

“Elena?”

“Tante Sulasmi..”

Wanita itu menyalami, lalu memeluk erat Sulasmi. Nawa mulai merasa curiga, siapa wanita ini sebenarnya.

“Ternyata kamu datangnya sekarang ya El, kenapa nggak bilang-bilang Tante dulu sih, biar Tante bisa masakin sesuatu untuk kamu”

‘Hah? Sulasmi ingin memasak untuk wanita itu?’

Nawa mencebikkan bibirnya. Karena selama ini, dirinyalah yang selalu menyiapkan masakan, ataupun membersihkan rumah itu. Sampai-sampai, ia sering dikira pembantu oleh orang-orang yang datang bertamu.

“Mari masuk El. Ngapain masih berdiri di depan pintu sih?”

Sulasmi menggandeng lengan Elena menuju ke ruangan tamu. Tempat di mana Sakti dan Nawa berada saat ini.

“Sakti, perkenalkan, ini Elena, anak teman Ibu. Dia ini.. calon istri kamu”

Nawa tersentak medengar perkataan ibu mertuanya. Bahkan Sualsmi tak lagi menganggapnya ada di tempat itu. Tega-teganya sang Ibu mertua memperkenalkan Elena sebagai calon istri suaminya, tepat di hari ulang tahun pernikahannya. Tentunya, ini bukanlah hadiah yang ia harapkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status