“Sah!”
Suara para pria yang menjadi saksi pernikahan Sakti dan Elena, bergemuruh di rungan tamu kediaman Sualsmi. Senyuman wanita itu merekah, saat menyaksikan putra semata wayangnya yang kini bersanding dengan wanita pilihannya. Tanpa menceraikan Nawa terlebih dahulu, dengan alasan tak tahu wanita itu kini berada di mana, Sakti nekat menikahi Elena. Yang lebih lucunya lagi, Elena bersedia menjadi istri kedua dari Sakti. “Ibu senang sekali, akhirnya kalian menikah juga” Sulasmi memeluk erat menantu barunya. Ia menaruh harapan besar, kalau Elena bisa memberikan cucu untuknya. “Tadi tetangga-tetangga banyak yang memuji Istri kamu loh, Sakti. Katanya, Elena cantik, cocok jadi Istri kamu” “Ah, Ibu bisa aja” Elena tersenyum malu-malu. Bangga, atas segala pujian yang dilontarkan oleh Ibu mertuanya. “Abis ini, langsung ke kamar aja ya. Biar cepat jadinya” Sulasmi menyenggol bahu putranya. Ia sangat yakin, Elena bisa memberikan cucu untuknya. Yang pasti, ia kini akan dipui-puji oleh para tetangga. Karena memiliki menantu yang sangat cantik, dan memiliki pekerjaan yang bagus. *** “Mas, ini kayaknya kamar kita agak kusam ya, warna dindingnya. Bisa nggak sih, di cat ulang aja?” Elena yang baru saja memasuki kamar, mengamati sekeliling. Sepertinya, ia wanita yang perfeksionis, yang menginginkan segala sesuatu harus sesuai dengan keinginannya. “Emang sih, udah lama nggak dicat ulang. Nanti aku usahain deh” Sakti mulai merasa, Elena berbeda dengan Nawa. Jika Nawa adalah wanita yang sangat penurut dan jarang menuntut sesuatu, sepertinya, Elena malah sebaliknya. Wanita yang masih memakai pakaian akad nikah itu, melangkah pelan menuju ke meja rias yang terdapat di kamar itu. Ia menatap remeh, barang-barang peninggalan Nawa yang masih tersisa di atas meja. “Mas, ini punya Nawa semua? masih ada ya, zaman sekarang, cewek yang pake bedak tabur kayak gini? Emangnya bayi?” Elena mengangkat benda tersebut dengan sebelah tangannya. Seolah ia merasa jijik untuk menyentuhnya. “Aku buang aja ya, semuanya. Aku nggak suka aja ada sisa-sisa peninggalan wanita itu” Sakti menghela napasnya, lalu memeluk sang istri dari belakang. Bibir hangatnya, mulai menjelajahi ceruk leher sang istri. “Terserah kamu aja. Kamar ini milik kamu sekarang..” Elena mulai terbuai akan sentuhan hangat laki-laki itu. Sakti cukup romantis menurutnya. Ditambah lagi, wajahnya yang tampan, membuat Elena sangat tergoda ingin menikmati malam panjang ini bersamanya. Selayaknya pengantin baru, pasangan itu mulai saling meluapkan hasrat masing-masing. Setelahnya, hanya desahan napas dan erangan kenikmatan, yang terdengar di dalam kamar itu. *** “Hei, Wa, belum tidur kamu?” Nawa membukakan pintu untuk Airin yang baru saja pulang dari bekerja. Ia mendapatkan shift malam, dan tiba di kamar kos sekitar pukul 12 malam. “Aku udah nyiapin teh jahe buat kamu, Rin. Diminum ya, biar badannya seger” Ucap Nawa, sembari menunjuk ke arah meja. Airin langsung tersenyum akan perhatiannya. “Makasih ya Wa. Kamu emang baik banget.Semenjak kamu ada di sini, kamar kos ini jadi terawat. Nggak berantakan kayak biasanya. Nawa senang mendengar perkataan sang sahabat. Setelah seminggu ia tinggal di tempat ini, tak ada lagi yang bisa ia lakukan, selain bersih-bersih, dan membantu Airin memasak. “Wa, Minggu depan, Café yang baru itu udah mau dibuka, loh. Aku udah kasih surat lamaran kerja kamu, ke bos aku. Katanya, besok kamu bisa datang ke Café, buat interview..” “Beneran?” Nawa tampak sangat bersemangat. Kedua matanya membola saat ini. “Beneran doong, kamu ikut aku besok ya. Tapi sebelumnya, aku mau make over kamu dulu, boleh nggak?” “Maksudnya gimana?” Tanya Nawa, polos. Airin tersenyum, lalu merapikan rambut sang sahabat. “Jadi gini Wa, kamu jangan tersinggung tapi ya" Nawa mengangguk singkat. Karena tak mungkin ia akan berkecil hati, apapun yang akan dikatakan oleh Airin nantinya. “Kalo kerja di Café tuh, kita kan bakalan ketemu banyak orang. Jadi setidaknya, penampilan harus dijaga. Aku nggak bilang kamu jelek, sih.Kamu cantik kok. Cantik banget malahan. Tapi, harus dipoles dikit lagi aja, supaya jadi makin cantik” “Caranya?” Airin sempat memperhatikan Nawa sebentar, sebelum ia memikirkan sesuatu. “Rambut kamu dipotong dikit, boleh nggak? kasih poni juga, biar tambah imut. Abis itu, aku bakal dandanin kamu pake make up punya aku. Gimana?mau?” Nawa lagi-lagi menganggukkan kepalanya. Apapun itu, pasti Airin hendak melakukan yang terbaik untuknya. “Oke.. besok sebelum berangkat, aku bakalan dandanin kamu. Sekarang tidur ya.Doain, supaya interviewnya lancar” “Aaamiinn..” Nawa tentunya sangat berharap, ia bisa mendapatkan pekerjaan ini.Wanita itu lalu beranjak menuju ke tempat tidur, sebelum merasakan sesuatu yang aneh di perutnya. “Wa, kamu kenapa?” Nawa menggelengkan kepala, sambil menutupi mulutnya dengan sebelah tangan. Tiba-tiba saja, ia merasa mual saat ini. Hoeekk.. Nawa mengeluarkan isi perutnya di dalam kamar mandi. Airin sempat terdiam sejenak, sebelum menyusul sang sahabat ke kamar mandi. *** Tidididit… tididididit.. Bunyi alarm terdengar bersahut-sahutan. Namun pasangan itu belum juga terjaga dari tidurnya. Sulasmi menggedor-gedor kamar Putranya. Wanita itu teringat, Sakti mengatakan, kalau dia harus mengikuti meeting pagi ini. Tapi mengapa, Sakti belum ke luar dari kamar? “Saktii.. Elenaa..apa kalian sudah bangun?” Seru Sulasmi dari balik pintu. Tapi tak terdengar sahutan apa-apa. “El, sudah jam berapa ini?” Sakti tiba-tiba tersentak, setelah suara ketukan di pintu terdengar semakin kencang. Ia langsung panik, saat melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. “Ya ampun El, kamu kenapa nggak bangunin aku sih, aku harus rapat pagi ini!” Sakti bergegas menuruni ranjang. Elena pun perlahan membuka kedua matanya. “Loh, kita kan barusan menikah kemarin, Mas. Kenapa kamu udah masuk kerja sih? aku aja ngambil cuti” “Aku nggak bsia cuti, El. Kerjaan di kantor banyak banget sekarang..” Sakti memasuki kamar mandi dengan cepat. Selang lima menit kemudian, ia pun ke luar dengan memakai selembar handuk di tubuhnya. “Pakaian kerja aku mana, El?” Sakti bingung, mengapa Elena malah menyalakan Televisi, bukannya menyiapkan keperluannya. “Loh, mana aku tahu, biasanya di mana?” Sakti menghela napas dalam-dalam. Ia lalu membuka lemari, dan meraih stelan kerjanya. Elena memang sangat cantik dan memiliki segala yang diinginkan oleh Pria. Tapi tampaknya, ia tak mahir dalam mengurusi Suami seperti Nawa. “Mas, Ibu kamu udah masak belum sih, aku laper deh” Elena menegakkan tubuhnya,lalu merapikan rambut panjangnya. Tak ada keinginan di dalam hatinya untuk membantu Sakti, yang kini kerepotan memasang dasi di lehernya. “Kalau kamu laper, bantuin Ibu sana. Kasihan Ibu kerja sendirian di dapur” Elena menunjukkan tampang keberatan, Karena memang, ia jarang melakukan pekerjaan rumah berjenis apapun. “Kenapa nggak pake pembantu aja sih? biar nggak repot. Akunya juga kerja. Jadi mana bisa bantuin ibu ngerjain kerjaan rumah. Ibu kamu juga pernah bilang kan, kalau aku nggak usah ngerjaian apa-apa di rumah ini? bukannya kata ibu, posisi kamu udah jadi Supervisor sekarang? gajinya lebih gede dong ya. Pasti cukuplah buat bayar pembantu” Elena menguap, lalu kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Sakti masih berpikiran positif, mungkin Elena kelelahan, akibat ‘pertempuran’ tadi Malam. Tapi sulit rasanya untuk tidak membandingkan Elena dengan Nawa. Karena ternyata, sikap keduanya memang sangat jauh berbeda.“Agak aneh nggak sih, Rin?” Nawa mematut dirinya di depan cermin. Airin baru saja menggunting rambutnya, membuatnya merasa asing dengan penampilannya sendiri. Apalagi, dengan Riasan make up yang menempel di wajahnya. Membuat Nawa seperti tak mengenali dirinya lagi. Airin menatap takjub ke arah sang sahabat.Ia juga tak menyangka, hasil riasannya akan sesempurna ini. “Rin, kenapa? kamu pasti juga ngerasa aku aneh kan?” Selidik Nawa. “Wa, kamu tuh cantik bangeeet” Airin mengatakan hal itu sambil melompat kegirangan. Membuat Nawa bingung melihat tingkah gadis ini. “Kamu tuh nyaris sempurna, Nawa. Model ternama sekalipun, lewat deh. Andaikan aja, si Sakti ngelihat kamu kaya gini, pasti dia udah bersujud minta balikan!” Airin kesal saat mengatakan hal itu. Ia sudah mendengar dari Nawa, apa yang menyebabkan sang sahabat meninggalkan kediaman mertuanya. Mendengar nama Sakti disebut, Nawa sontak terdiam. Statusnya masih istri dari Sakti sekarang. Ia tak tahu bagaimana caranya
Entah dorongan dari mana, Sakti berlarian ke luar, hendak mengejar wanita tersebut. Tetapi sayangnya, wanita yang ia yakini adalah Nawa, tak lagi terlihat di sekitaran halaman Café.Sakti meraih ponsel dari saku celana, hendak menghubungi nomor sang istri. Tapi ternyata, ponsel Nawa sedang tidak aktif. Atau mungkin saja. ia sengaja mengganti nomonya, agar Sakti tak bisa menghubunginya lagi. Karena memang, sejak Nawa meninggalkannya, Sakti tak pernah berusaha untuk mencari tahu kabarnya, hingga hari ini mereka dipertemukan secara tidak sengaja.Berbagai pemikiran buruk melintas di benaknya. Apa mungkin, Nawa kini menemukan pria lain pengganti dirinya, hingga wanita yang masih berstatus istrinya itu merubah penampilannya? entah mengapa, Sakti merasa cukup terganggu dengan pemikirannya sendiri.Sakti tersentak dari lamunan panjang, saat mendengar suara panggilan masuk dari nomor Elena, istri keduanya. Ia pun langsung menjawab panggilan tersebut.“Hallo”“Hallo, Mas, kamu lagi ada di mana
Seperti pagi sebelumnya, Sakti kembali bangun terlambat. Jam sudah menunjukkan pukul 07.15. Itu artinya, ia hanya memiliki waktu lima belas menit saja, untuk bersiap-siap berangkat ke kantor.Ia menatap ke arah Elena, yang kini masih tertidur lelap. Sepertinya, sang istri memang tak berniat untuk mengurusi segala keperluannya,seperti yang biasa dilakukan oleh Nawa.“Sakti.. Elena, nggak pada berangkat ke kantor?”Suara seruan Sulasmi, terdengar di depan pintu. Elena membuka matanya, dan ia langsung terkejut saat melihat jam di dinding.“Mas, kamu kenapa nggak bangunin aku, sih? kan aku harus ngantor pagi ini!”Elena bangkit dari tempat tidurnya, lalu bergegas menuju ke kamar mandi. Dan Sakti terdiam, mendengar perkataan sang istri.“Bukannya harusnya kamu, yang bangunin aku?”Perkataan Sakti memang tak mendapatkan tanggapan apapun.Karena Elena kini sudah memasuki kamar mandi.Sakti meraih handuk, lalu beranjak menuju ke kamar mandi yang terletak paling belakang, di dekat dapur. Tentu
“Berarti, kamu jadi pindah dari kosan aku,Wa?”Airin menanyakan hal itu kepada sang sahabat, melalui panggilan suara. Nawa memang sengaja mencari tempat tinggal untuknya, agar tidak menjadi beban dalam hidup Airin.“Iya Rin, ini aku lagi ada di Gang Jambu, deket banget dari Slay Café. Lagi survey kamar kos-kosan yang disewakan di sini” “Padahal kamu nggak usah buang-buang duit,Wa. Tinggal bareng aku aja, kenapa sih?” Airin tulus mengatakan hal itu.Karena ia memang merasa nyaman tinggal bersama Nawa.“Nggak apa-apa, Rin. Kita kan masih bisa ketemuan di Cafe, atau kamu main ke sini. Yang pasti, kita akan selalu menjadi sahabat, walaupun udah nggak tinggal bareng lagi”Nawa bersama sang pemilik kos, kini sedang berada di salah satu kamar yang tak terlalu luas. Tapi tampaknya cukup nyaman, karena dilengkapi dengan kamar mandi di dalam, juga kompor untuk memasak.“Rin, udahan dulu, ya.Nanti aku hubungi kamu lagi”Nawa mengakhiri panggilan suara, agar bisa menanyakan lebih banyak tentang
Mau tak mau, suka ataupun tak suka, Airin harus merelakan Nawa pergi bersama Sakti malam ini. Ia memalingkan wajah, ketika Nawa berpamitan. Ingin menunjukkan sikap keberatannya.Airin sama sekali tak percaya, jika Sakti tak akan menyakiti Nawa lagi. Karena dengan ia menikahi wanita lain saja, sudah cukup menghancurkan perasaan sang sahabat.“Wa, kita udah sampai di kosan kamu”Sakti berkata lembut di Telinga istrinya, ketika tiba di halaman kos yang akan ditempati oleh Nawa. Nawa yang sempat tertidur di mobil, langsung membuka matanya. Ia tak sadar, sudah terlelap sepanjang perjalanan.Pria itu membawakan tas yang berisi pakaian milik istrinya. Ia lalu menunutun Nawa untuk masuk ke kamar kos yang telah ia sewakan untuk sang istri.“Wa, aku pulang dulu ke rumah ibu, ya. Besok,aku balik lagi ke sini.Tapi kalo kamu butuh apa-apa, tengah malam pun, hubungi saja aku”Nawa diam tak menjawab.Tak ada satupun kata-kata dari mulut Sakti yang ia percayai sejak tadi, karena ia trauma disakiti ole
“Kamu mau ke mana?”Nawa terkejut, ketika baru saja selesai berpakaian pagi ini. Sepertinya, ia lupa mengunci pintu kamar, hingga sang Suami bisa dengan bebas masuk ke kamar yang ia tempati saat ini.“Aku.. mau kerja”Sebelum Subuh, Nawa kembali menerima chat dari Felix,yang memintanya untuk menggantikan salah seorang karyawan yang tidak bisa hadir di shift pagi.Padahal seharusnya, Nawa hari ini mendapatkan shift malam.Ia melirik ke arah sang Suami, yang kini membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Sakti terlihat sangat lelah, dan ia yakin, tadi malam laki-laki itu telah melalui malam yang cukup panjang bersama Istri barunya. Ia juga merasa heran, mengapa Sakti tidak langsug ke kantor, tetapi malah menyambangi kamar kosnya sepagi ini.Nawa mendadak merasa jijik, saat melihat noda keunguan di leher sang Suami. Seolah ingin menunjukkan kepadanya, kalau tadi malam, laki-laki itu telah melewati malam yang ‘panas’ bersama madunya.Ya, walaupun Sakti tadi malam sempat bersikap dingin terha
“Nawa, apa kamu nggak keberatan, kalau kerja dua shift hari ini?”Felix sengaja memanggil Nawa ke ruangannya, untuk menanyakan hal itu. Nawa tentunya hanya menurut saja, karena tak mungkin menolak keinginan sang atasan untuk bekerja sampai malam.“Bisa, Pak”Jawaban singkat itu terucap dari bibirnya. Pria tersebut datang mendekat, lalu dudukdi atas meja, persis di hadapan Nawa. Posisi keduanya sangat dekat, membuat Nawa merasa sedikit risih.“Kalau kamu capek, kasih tahu aja, ya. Saya tak akan memaksa. Tapi kalau kamu sanggup kerja lembur sampai malam, saya akan berikan bonus untuk kamu”Nawa hanya menundukkan kepala saja. Tak berani, menatap wajah pria ini. Ia merasa, Felix sedang memandanginya, membuat Nawa mendadak gugup.Ia pernah mendengar cerita dari Airin, jika pria ini dijuluki Mr. Kul, karena bersikap dingin kepada wanita-wanita lain, selain istrinya sendiri. Tapi melihat sikap Felix kepadanya yang cukup ‘ramah’, sama sekali tak menunjukkan kesan dingin itu.“Apa saya sudah b
“Wa.. kamu kenapa, hei?”Airin terkejut, melihat Nawa yang menangis di pojokan Dapur sambil berjongkok. Ia tentunya penasaran, apa yang telah menyebabkan sang sahabat menangis seperti ini.“Kamu sakit, Wa? Kalo iya, aku anter ke kosan kamu, sekarang. Istirahat aja, ya”“Nggak Rin, aku mau tetap kerja. Hiks..hikss..”Nawa menangis terisak, membuat Airin iba melihatnya. “Ada apa, Wa? Cerita aja. Siapa tahu, aku bisa membantu kamu?”Lagi-lagi, Nawa menggelengkan kepalanya. Membuat sang sahabat bingung harus berbuat apa.“Heh, kalian berdua ngapain sih, nongkrong di situ? ini masih jam kerja loh,ayo, bubar!”Suara seruan itu terdengar dari mulut wanita bernama Fira, selaku SPV di Café itu. Selama ini, Fira berlaku cukup baik, kepada semua pelayan Café. Tapi entah mengapa,hari ini, ia bersikap sangat tegas.“Kamu kenapa Nawa? Ngak usah ada drama di jam kerja ya, pake acara nangis segala. Kamu pikir, ini acara pemakaman?”Entah mengapa, Fira tiba-tiba bersikap ketus begini. Apa mungkin, kar
Ayahanda Nawa, tak bisa membendung emosinya, saat melihat pria yang kini berdiri di hadapannya.“Kamu..? kamu menikah lagi dengan Wanita lain, dan mencampakkan putri saya begitu saja?” tudingnya.Pria itu langsung menarik kemeja yang Sakti kenakan saat ini, lalu mendorong tubuhnya ke dinding Rumah Sakit. Wajah Sakti tampak pucat, seperti tak berdarah. Orang yang paling ia takuti di dunia ini, kini sudah berada di hadapannya.Teringat olehnya, kejadian lima tahun yang lalu, saat dr. Richard menghajarnya habis-habisan, karena ia membawa lari Nawa. Itulah sebabnya, dengan sangat terpaksa, pria ini mengizinkan Sakti menikahi putrinya. Tapi yang terjadi kini, sungguh sangat menyakiti perasaannya. Sakti ternyata menikahi wanita lain, dan ia mencampakkan Nawa begitu saja.Jika bukan sedang berada di Rumah Sakit, mungkin kejadian lima tahun yang lalu akan Kembali terulang. Untung saja para perawat laki-laki di Rumah Sakit itu segera datang melerai, mencegah dr. Richard, menyakiti pemuda itu.
“Aku tahu aku salah, Mas, dan aku meminta maaf untuk itu”Sebelum Sakti mengucapkan sesuatu yang mungkin saja bisa membuatnya semakin terpojok, Elena berinisiatif untuk meminta maaf terlebih dahulu. Ia yakin, sang suami nantinya akan luluh, pada kata-kata maaf yang ia ucapkan.Tapi Sakti masih memasang wajah datar saja, walaupun sang istri kini sudah meneneteskan air mata.“El, aku tahu, kalau pernikahan kita ini baru seumur Jagung. Tapi aku rasa..”“Cukup Mas, jangan diteruskan lagi. Aku tahu aku salah. Tolong, maafkan semua kesalahan aku, dan aku janji akan berubah”Sakti menggelengkan kepalanya. Karena ia tak terlalu yakin, kalau Elena bisa berubah secepat ini.“El, Ibu itu adalah satu-satunya orang tua yang aku punya saat ini! apapun akan aku lakukan, demi membuat Ibu bahagia. Termasuk menikahi kamu!”Dari kata-katanya, jelas terlihat, jika Sakti hanya terpaksa menikah dengannya. Dan Elena merasa sedikit tersinggung atas ucapannya.Tapi ia tak menunjukkan apa yang tersimpan di hat
“Mami…?”Nawa tak menyangka akan bertemu lagi dengan sang Ibu, setelah selama lima tahun belakangan ini, tak pernah mendengar kabar tentang Ibunya.Pernah ia mencoba mengunjungi wanita ini, tetapi selalu saja mendapatkan penolakan, dan tidak diperbolehkan untuk memasuki rumah.Nawa mengalihkan pandangan ke arah seorang pria, yang berdiri persis di samping Ibunya.Pria itu adalah Ayahnya, yang langsung mengalihkan pandangan, seolah tak melihat keberadaan Nawa di tempat itu.“Ayo Mi, kita pulang, kamu sudah selesai kan belanjanya..” Pria itu berkata kepada istrinya, dengan nada datar.“Pi, ini kan Nawa, anak kita, kenapa nggak kamu sapa?” bisik sang istri kepada suaminya. Tetapi Pria yang berprofesi sebagai seorang Dokter itu, sama sekali tak menggubris perkatannya.Ia sudah telanjur kecewa pada keputusan Nawa, yang tetap menikah dengan Sakti, walaupun mereka sudah melarangnya. Karena Ayahanda Nawa sangat yakin, Sakti bukanlah Pria yang baik untuk putrinya.Sejak Nawa menikah dengan Sak
“Boleh saya tahu, apa alasan kamu mengajukan pengunduran diri, Nawa?”Raya, istri dari Felix, menatap Nawa dalam-dalam, ketika wanita itu menemuinya di ruangan. Nawa baru saja mengatakan, kalau ia hendak mengundurkan diri dari Cafe tersebut.Tentunya Raya merasa heran, mengapa Nawa yang bahkan belum bekerja genap satu bulan di café tersebut, tiba-tiba berpikir untuk mengundurkan diri.“Saya, hanya ingin bersitirahat saja, Bu”Nawa sengaja menyembunyikan aib Felix, suami dari wanita itu, agar tak terjadi huru-hara. Ia juga heran,mengapa tak melihat keberadaan Felix di ruangan tersebut. Tapi tentunya ini lebih baik, agar Nawa bisa dengan cepat mengajukan pengunduran dirinya.“Nawa, jika ada masalah, katakan saja. Tentang apapun itu, tolong jangan sembunyikan dari saya”Raya mulai merasa curiga, jika semua ini berhubungan dengan Fekix, sang suami.Karena mereka sempat bertengkar hebat saat di Bali kemarin, yang mengakibatkan Felix langsung meninggalkannya, dan kedua anaknya begitu saja.R
“Pak.. dari mana Bapak tahu kalau saya tinggal di sini? bukannya bapak juga lagi ada di Bali?”Nawa tentunya tak menyangka, Felix bisa mendatangi kamar kos yang ia tempati. Apalagi, seingatnya, pria ini sedang berada di Bali bersama keluarganya. Apa mungkin, Felix tidak jadi berangkat?“Saya tahu tentang kamu semuanya, Wa.. semua..”Pria itu menampilkan seringaian di bibirnya. Nawa pun ngeri melihat hal itu. Apalagi, malam ini, ia memakai dress yang cukup seksi, yang mengekspos lekuk tubuhnya.Felix melangkah memasuki kamar. Tetapi Nawa memintanya untuk berhenti.“Tolong, saya tidak akan membiarkan Bapak memasuki kamar ini..”“Kenapa, Nawa? suami kamu udah nggak ada, kan? dia baru saja pergi. Mau mengunjungi istri keduanya pasti kan?Ternyata Felix benar, ia mengetahui semua tentang Nawa. Dan entah sejak kapan, pria ini mencari tahu semuanya.“Dari pada kamu malam ini sendirian, mendingan saya temenin, ya Wa..”Felix menutup pintu kamar kos itu. Dan Nawa tentunya terkejut melihat sika
Sakti kewalahan menghadapi kemarahan Elena siang ini. Wanita itu berteriak-teriak di lobi kantor, membuatnya merasa malu.Ia berkali-kali menuding Sakt telah berselingkuh. Dengan sekuat tenaga, Sakti mengangkat tubuh wanita itu, lalu membawanya menuju ke mobil.Tentu saja, teman-teman di kantornya merasa heran, siapa Elena sebenarnya. Karena Sakti memang tak memberitahukan tentang pernikahannya dengan wanita itu.“Apa itu istrinya Pak Sakti?”“Nggak tahu juga sih, sepertinya istrinya bukan yang itu deh”Banyak yang berpikiran yang bukan-bukan tentang Elena. Karena memang, Sakti termasuk tipe pria yang tertutup, dan jarang ada yang mengetahui tentang seluk beluk rumah tangganya.“Kamu udah bikin aku malu, El!” teriak Sakti, saat tiba di Mobil.“Kamu yang memuat aku begini, Mas! pernikahan kita masih seumur Jagung, tapi kamu sudah berani membohongi aku, dan tidur dengan perempuan lain!”“Jangan asal tuduh kamu!”Sakti langsung tersulut emosi. Rasanya ia sudah tak kuat lagi menghadapi k
“Mas, kamu ..ngapain?”Nawa yang bangun terlambat pagi ini, tiba-tiba mencium bau-bauan, yang berasal dari Dapur kecil di kamar kos yang ia tempati. Wanita itu lalu mencari tahu, siapa yang saat ini sedang memasak, dan menemukan Sakti berada di tempat itu.“Aku lagi nyiapin sarapan buat kita. Kamu kalo mau mandi, mandi duluan aja”Sudah lima tahun pernikahan mereka, baru kali ini Nawa melihat Sakti memasak di Dapur. Karena biasanya, selama ini, ia yang selalu menyiapkan segala sesuatunya untuk sang suami, bahkan untuk Sulasmi, Ibu mertuanya.“Emang, kamu bisa masak ya, Mas?”Sakti yang hanya memakai celana pendek dan tak memakai atasan apa-apa itu, menyunggingkan senyuman tipis di bibirnya. Tentu saja, ia bisa memasak, tetapi selama ini tak pernah menunjukkan kepada sang istri.“Aku mau masak nasi goreng, yang gampang-gampang aja. Tadi aku lihat, ada sisa nasi di dalam rice cooker”Nawa mendekati sang suami. Ia seolah tak mengenal Sakti lagi, karena sikapnya jauh berubah. Mengapa har
Tok.. tok..tok.. Suara ketukan di pintu, menyelamatkan Nawa dari niat jahat pria itu. Felix tampak kesal, karena ada yang mengganggu kebersamannnya dengan Nawa malam ini. “Masuk” ucap pria itu, seraya merapikan kemeja yang ia pakai. Spontan, Nawa berlarian menuju ke pintu ke luar, sebelum Felix memberikan peringatan tegas “Jangan pernah kamu menceritakan kepada siapapun tentang apa yang terjadi tadi, kalau kamu masih ingin bekerja di sini” Nawa tak menjawab apa-apa. Ia membuka pintu, dan berpapasan dengan Luki, salah seorang karyawan yang juga bekerja di Café itu. Pria tersebut bingung, melihat Nawa yang tampak ketakutan. Tapi ia menepis segala pikiran buruk yang ada di kepalanya. Nawa memasuki toilet, lalu menumpahkan air mata. Tak menyangka, Felix berniat untuk memperdayanya. Padahal, pria ini dikenal sangat dingin, dan setia kepada istrinya, Tapi sama sekali, Nawa tak melihat kesan itu di dalam dirinya. Nawa merapikan semua perlengkapannya, lalu meninggalkan Café tersebut
“Wa.. kamu kenapa, hei?”Airin terkejut, melihat Nawa yang menangis di pojokan Dapur sambil berjongkok. Ia tentunya penasaran, apa yang telah menyebabkan sang sahabat menangis seperti ini.“Kamu sakit, Wa? Kalo iya, aku anter ke kosan kamu, sekarang. Istirahat aja, ya”“Nggak Rin, aku mau tetap kerja. Hiks..hikss..”Nawa menangis terisak, membuat Airin iba melihatnya. “Ada apa, Wa? Cerita aja. Siapa tahu, aku bisa membantu kamu?”Lagi-lagi, Nawa menggelengkan kepalanya. Membuat sang sahabat bingung harus berbuat apa.“Heh, kalian berdua ngapain sih, nongkrong di situ? ini masih jam kerja loh,ayo, bubar!”Suara seruan itu terdengar dari mulut wanita bernama Fira, selaku SPV di Café itu. Selama ini, Fira berlaku cukup baik, kepada semua pelayan Café. Tapi entah mengapa,hari ini, ia bersikap sangat tegas.“Kamu kenapa Nawa? Ngak usah ada drama di jam kerja ya, pake acara nangis segala. Kamu pikir, ini acara pemakaman?”Entah mengapa, Fira tiba-tiba bersikap ketus begini. Apa mungkin, kar