Share

Bab 03 Pagi Yang Tidak Biasa

“Nawa?”

Tak tahu lagi hendak ke mana, Nawa memutuskan untuk mendatangi tempat kos Airin, sahabat karibnya saat SMA dulu.

Gadis itu tentunya terkejut melihat Nawa yang basah kuyup malam ini, dan kedua mata sang sahabat membengkak, akibat terlalu banyak menangis.

“Rin, aku boleh numpang di sini dulu nggak, untuk sementara?”

“Loh, kenapa? kamu lagi ada masalah dengan Sakti?”

Tentunya, Airin sangat mengenal Sakti, laki-laki yang dulu satu SMA dengannya dan juga Nawa. Ia yang paling tahu bagaiamana perjalanan cinta Sakti dan Nawa, hingga keduanya bisa menikah, walaupun tanpa restu kedua orang tua Nawa.

Melihat Nawa yang sepertinya enggan untuk menceritakan persoalan pribadinya, maka Airin pun tak ingin memaksa.

“Masuk aja dulu, yuk. Kamu udah basah banget. Mandi ya, kamar mandinya ada di sebelah sana”

Airin menunjukkan kamar mandi yang tak terlalu lebar ukurannya, terdapat di sudut kamar. Nawa pun melangkah masuk, lalu meletakkan koper miliknya, di samping ranjang.

Cukup lama ia berada di kamar mandi, hingga akhirnya, Nawa ke luar dengan penampilan yang lebih segar dibandingkan sebelumnya.

“Wa, aku cuma punya roti dan teh manis anget aja. Kamu minum dulu ya.Biar enakan”

“Makasih ya Rin”

Nawa menyeduh teh hangat tersebut, dengan tangan yang bergetar. Airin sangat yakin, jika sang sahabat memiliki persoalan pelik di dalam rumah tangganya.

“Rin, maaf, kalau aku merepotkan kamu. Tapi aku benar-benar tidak punya tempat tinggal lagi sekarang.Aku dan Sakti..”

Nawa tak sanggup melanjutkan perkataannya. Airin langsung membelai lembut kepala sang sahabat, yang membuat Nawa kembali meneteskan air matanya.

“Wa, kamu boleh tinggal di sini, selama yang kamu mau. Tapi yaa.. keadaannya seperti ini. Kamar aku sempit. Tempat tidurnya juga kecil. Kalau kamu bersedia sih, aku nggak masalah”

“Aku bersedia tidur di manapun Rin. Nggak ada masalah sama sekali. Karena aku bingung, sekarang harus ke mana” Jawab Nawa, memelas.

Airin mengangguk tanda mengerti. Walaupun ia belum menikah, tapi ia paham, jika dalam sebuah rumah tangga, pasti banyak problematika yang harus dihadapi.

“Rin, kamu masih bekerja di Café yang kamu ceritakan tempo hari nggak?”

Nawa tiba-tiba saja teringat akan hal itu. Airin mengangguk, membenarkan perkataannya. “Masih, aku lumayan betah kerja di situ, walaupun gajinya pas-pasan sih” Jawabnya.

“Apa masih ada lowongan, Rin?”

Airin menatap lekat wanita tersebut. Sepertinya, Nawa berniat hendak mencari pekerjaan.

“Aku nggak tahu pasti sih Wa, tapi denger-denger, si pemilik Café mau buka cabang baru. Nah, kayaknya di situ tuh bakalan ada penerimaan karyawan besar-besaran”

“Aku boleh ngelamar nggak, Rin?”

Nawa menatap penuh harap. Tentunya, Airin merasa iba, melihat Nawa yang seperti ini. Padahal, ia terlahir dari keluarga yang terpandang. Kedua orang tua Nawa, mapan dari segi financial. Nawa dulunya juga seorang gadis cantik dan juga pintar, yang sempat menjadi idola di Sekolahnya.

Tetapi setelah berpacaran dengan Sakti, dan memutuskan untuk menikah muda, Nawa sudah mulai berubah. Bahkan kini, penampilannya sangat lusuh, tidak secantik yang dulu lagi.

“Boleh sih, Wa. Tapi apa suami kamu akan mengizinkan kamu bekerja?”

Nawa tersenyum miris. Tentunya, Sakti tidak akan melarangnya melakukan apa pun saat ini, karena laki-laki itu sudah mencampakkannya.

“Hubungan pernikahan aku dan Sakti, sepertinya udah nggak bisa diselamatkan lagi, Rin, Makanya, aku ingin hidup mandiri. Aku berharap, kamu bisa membantu. Karena hanya kamu harapan aku satu-satunya, Rin”

Tentu saja, Airin sudah menduga hal ini yang terjadi. Karena tidak mungkin Nawa meninggalkan rumah, kalau hubungannya dengan Sakti masih baik-baik saja.

“Ya udah, besok aku tanyain ke bos ya. Sekarang mendingan kamunya istirahat dulu. Jangan mikir yang macem-macem lagi, okey?”

Nawa mengangguk singkat. Ia kembali menyeruput teh hangat yang berada di genggamannya. Hatinya mulai merasa tenang. Setidaknya, ada setitik jalan, untuknya bisa mempertahankan hidup.

***

Pagi hari setelah kepergian Nawa, Sulasmi merasa sedikit kerepotan mengurus rumah sendirian. Biasanya, Nawa yang ia andalkan dalam mengerjakan pekerjaaan rumah, dan ia hanya berleha-leha saja di rumah peninggalan almarhum Suaminya itu.

“Bu, kemeja kerja aku mana ya? kok belum Ibu siapin? Aku udah terlambat ini..”

Sakti menghampiri ibunya yang kini sedang memasak di Dapur.Ia hanya memakai selembar handuk saja di tubuhnya, karena pakaiannya belum tersedia di atas tempat tidur.

Biasanya, Nawa yan menyiapkan semua itu. Sakti tak pernah merasakan kesulitan apapun, karena sang Istri selalu menyediakan semua yang ia butuhkan.

“Sebentar dulu, Sakti. Ibu lagi repot nih, bikin sarapan. Coba lihat di lemari aja deh. Barangkali si Nawa udah nyiapin di situ. Biasanya kan dia setrikain baju kamu, terus simpen di lemari”

“Aaah.. kenapa nggak Ibu siapin sih? Letakkin di atas Kasur dong, Bu. Biasanya kan Nawa begitu!”

Sakti berdecak kesal.Ia lalu membuka lemari cukup kasar, demi meraih kemeja miliknya. Namun ia sempat terpaku, ketika melihat sesuatu di dalam lemari.

Sebuah kue tart yang sudah basi dan sekotak hadiah ulang tahun pernikahan, yang pastinya disiapkan oleh Nawa untuknya. Sakti sempat merasakan Sesuatu yang menganggu pikirannya. Tapi rasa ego, melenyapkan semua akal sehatnya.

Ia sama sekali tak menyentuh dua benda itu. Sakti memakai stelan kerjanya, lalu merapikan rambutnya, agar bisa segera berangkat ke kantor.

“Sakti, makanya, kamu buru-buru nikahi Elena, ya. Supaya kamu ada yang ngurusin. Nggak usah ditunda-tunda lagi. Ceraikan saja Nawa, lalu segera nikahi Elena. Supaya kamu bisa cepat memiliki keturunan!”

Sakti tak menjawab apa-apa. Ia lalu meraih sebuah gelas, dan meneguk air mineral dengan cepat.

“Saya berangkat dulu, Bu..”

“Eh, kamu kan belum sarapan..”

Sakti tak mempedulikan seruan sang Ibu. Ia lalu melangkah menuju ke garasi, menyalakan mesin mobinya dengan cepat.

“Sakti.. sarapan dulu. Nanti kamu sakit perut!” Seru sang ibu, yang mengikuti langkah putranya hingga ke garasi.

“Udah telat Bu, mana saya ada meeting pagi ini dengan bos besar”

Sakti memundurkan mobilnya, ke luar dari garasi.

“Saktii!”

Suara Sulasmi terdengar menggelegar. Membuat para tetangga, langsung merasa penasaran apa yang sebenarnya telah terjadi.

Sakti melajukan kendaraannya dengan kecepatan yang cukup tinnggi. Namun di tengah perjalanan, ia langsung menghentikan Mobilnya, saat menyadari, jika ia belum mengenakan sepatu.

“Ah, sial banget sih pagi ini!”

Sakti tak henti-hentinya mengumpat. Memang biasanya, Nawa yang menyiapkan segala sesuatu untuknya, termasuk memasangkan sepatu suaminya setiap pagi.Tapi wanita itu sudah pergi meninggalkannya. Sakti terpaksa harus kembali lagi ke rumah, karena tak mungkin berangkat ke kantor tanpa memakai alas kaki.

Tetapi ia masih gengsi mengakui, kalau ia membutuhkan Nawa. Karena bayangan Elena yang sangat cantik dan seksi, cukup mengganggu pikiran liarnya. Ia ingin segera menikahi wanita itu, dan memberikan keturunan seperti yang diinginkan oleh ibunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status