“Agak aneh nggak sih, Rin?”
Nawa mematut dirinya di depan cermin. Airin baru saja menggunting rambutnya, membuatnya merasa asing dengan penampilannya sendiri. Apalagi, dengan Riasan make up yang menempel di wajahnya. Membuat Nawa seperti tak mengenali dirinya lagi. Airin menatap takjub ke arah sang sahabat.Ia juga tak menyangka, hasil riasannya akan sesempurna ini. “Rin, kenapa? kamu pasti juga ngerasa aku aneh kan?” Selidik Nawa. “Wa, kamu tuh cantik bangeeet” Airin mengatakan hal itu sambil melompat kegirangan. Membuat Nawa bingung melihat tingkah gadis ini. “Kamu tuh nyaris sempurna, Nawa. Model ternama sekalipun, lewat deh. Andaikan aja, si Sakti ngelihat kamu kaya gini, pasti dia udah bersujud minta balikan!” Airin kesal saat mengatakan hal itu. Ia sudah mendengar dari Nawa, apa yang menyebabkan sang sahabat meninggalkan kediaman mertuanya. Mendengar nama Sakti disebut, Nawa sontak terdiam. Statusnya masih istri dari Sakti sekarang. Ia tak tahu bagaimana caranya mengurus perceraian, karena Nawa tak memiliki sanak saudara yang bisa membantunya. “Udah,kamu jangan pikirkan laki-laki itu lagi, ya. Aku yakin, Sakti pasti udah menikah dengan Perempuan pilihan ibunya. Sekarang fokus aja menata hidup kamu. Dengan dandanan secantik ini,aku yakin,kamu pasti bakalan diterima bekerja” *** Dengan menumpangi Bus Kota, Airin bersama Nawa kini menuju ke Slay Café,tempat sang sahabat bekerja. Nawa merasa sedikit risih, saat baru saja tiba di tempat itu, ia tiba-tiba saja menjadi pusat perhatian. Banyak pengunjung café terutama para Pria,menatap takjub ke arahnya. Membuat Nawa merasa tidak nyaman. “Wa, bener kan yang aku bilang, kamu itu cantik tahu? lihat aja, cowok-cowok di sini, pada ngeliatain kamu semua” “Tapi aku risih, Rin. Tatapan mereka tuh aneh” Airin tersenyum, lalu merapikan bagian poni sang sahabat. “Itu perasaan kamu aja. Mereka itu kagum lihat kamu. Makanya memperhatikan kamu sampe segitunya. Yuk ah, aku kenalin sama bos” Airin menggandeng lengan sang sahabat, menuju ke ruangan pemilik Café. Terdengar suara berat dari dalam, yang mempersilahkannya untuk masuk, setelah Airin mengetuk pintu. “Permisi Pak, ini saya bawa Nawa, temen saya, yang kemarin saya ceritain ke Bapak” Pria yang sedang mengetikan sesuatu di layar gadgetnya, langsung mengangkat kepalanya. Ia tampak sedikit terkejut melihat wajah Nawa. Tapi setelahnya, ia kembali berekspresi datar saja. “Silahkan duduk..” Pria itu mempersilahkan Nawa untuk duduk. Airin ke luar dari ruangan, untuk melanjutkan pekerjaannya. *** “Jadi kamu sudah pernah menikah ya?” “Sudah Pak..” Nawa menjawab jujur pertanyaan Laki-laki bernama Felix, yang sudah memiliki Istri dan dua orang anak. Felix sering disapa Mr. Kul, singkatan dari Kulkas, karena sikapnya yang sangat dingin, terutama kepada para wanita. Istrinya seorang Dokter. Selain mengelola Café, Felix juga berprofesi sebagai seorang pengacara. “Sudah punya anak?” Tanya Pria itu lagi, sebelum Nawa menggeleng kuat. Anak adalah kelemahannya. Karena tak kunjung memiliki keturunan, hubungan pernikahannya dengan Sakti menjadi berantakan. “Mungkin kamu sudah mendengar dari Airin, kalau saya sebenarnya membutuhkan Karyawan yang masih single” Nawa langsung tertunduk lesu. Karena sejujurnya, Airin tak pernah mengatakan itu kepadanya. “Maaf Pak, hubungan saya dengan Suami, sudah tidak harmonis lagi. Kami sudah berpisah, walaupun belum resmi secara hukum negara” “Oohh..” Felix mengangguk-anggukkan kepalanya. Bisa dikatakan, status Nawa single saat ini. Jadi sepertinya, tak ada masalah jika ia menerima wanita ini bekerja di Café miliknya. “Kalau begitu, bisa saya pertimbangkan, Nawa. Tapi kamu pasti sudah tahu kan, kalau sistem kerja di Café saya shift-shift an. Seandainya kamu mendapatkan shift malam, kamu akan pulang pukul 12 malam, atau pukul satu dini hari. Apa kamu sanggup?” “Sanggup Pak” Jawab Nawa dengan cepat. Berhubung sangat butuh pekerjaan, maka ia bersedia menerima persyaratan apapun. “Ya sudah, kalau begitu, mulai besok, kamu akan training di sini. Nanti, sebulan kemudian, kamu akan saya pindahkan ke Café yang baru” “Terima kasih pak” Nawa tak sanggup lagi menahan rasa haru. Senang, laki-laki ini memberikan kesempatan baginya untuk bekerja. “Tapi ingat, selama masa training, jangan melakukan kesalahan apa pun ya, Nawa. Karena saya bisa saja langsung memecat kamu” “Baik Pak”Jawab Nawa, tegas. Tentunya, ia akan lebih berhati-hati lagi dalam bekerja, agar tidak kehilangan kesempatan ini. Nawa lalu menyalami Pria itu, sebelum ke luar dari ruangan. “Sekali lagi, terima kasih ya Pak, saya permisi dulu” Saat hendak melangkah ke luar, Nawa sempat berpapasan dengan seorang wanita cantik yang baru memasuki ruangan. Sepertinya, wanita ini adalah Istri dari Felix. Nawa tersenyum dengan sopan, walaupun senyumannya tak berbalas sama sekali. “Siapa dia?” Selidik wanita bernama Raya itu, kepada Felix, Suaminya.Ia tampak tidak nyaman, setelah bertemu dengan Nawa. “Calon karyawan baru. Namanya Nawa, dia Temennya Airin”Jawab sang Suami. “Hmm.. “ Gumam wanita itu. “Hmm kenapa?” Selidik Felix, tetapi tak kunjung mendapatkan jawaban. Raya melangkah menuju ke jendela, demi menyembunyikan keresahan hatinya. Wajah Nawa mengingatkannya kepada seseorang di masa lalu. Mendadak, wanita itu memiliki firasat yang tidak baik, kalau kehadiran Nawa, bisa mengganggu ketentramannya nanti. *** “Selamat, Wa…” Airin melompat kegirangan, setelah mendengar sang sahabat diterima di Café tersebut. Nawa tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih, Karena Airin sudah sangat banyak membantunya. “Tapi Rin, aku masih belum punya uang untuk menyewa kamar kos-kosan. Apa aku masih boleh numpang di tempat kamu?” Tatapan mata Nawa penuh harap. Airin langsung menepuk pelan bahu sang sahabat. “Wa, kamu kayak sama siapa aja, sih. Aku justru senang, kamu tinggal bareng aku. Aku jadi punya teman,dan kamar kos aku juga jadi lebih rapi “ Nawa tersenyum, sebelum memeluk sang sahabat. “Makasih ya Rin, kamu emang sahabat terbaik aku” “Udah deh ya, sekarang jangan sedih-sedih lagi. Mulai hidup yang baru sebagai wanita yang tangguh. Kamu pasti bisa!” Airin memberikan semangat kepada sang sahabat. Membuat kepercayaan diri Nawa semakin meningkat. Tapi kembali, rasa mual menyiksanya. Nawa berusaha menyembunyikan kondisinya dari sang sahabat. “Aku balik ke kosan lagi ya Rin, Sampe ketemu ntar Sore.Kamu pulang sore kan, hari ini?” “Iya, hati-hati ya, Wa. Kamu nggak biasa naik Bus kan? kalo bingung, hubungi aja aku” Nawa mengangguk, sebelum beranjak dari hadapan sang sahabat. Persis di saat rombongan Pria yang sepertinya berasal dari sebuah perusahaan, memasuki Café tersebut. Akibat merasa pusing, tanpa sengaja, Nawa menjatuhkan ponselnya ke lantai. Seorang pria dengan sigap membantunya, meraih ponsel tersebut untuknya. “Makasih ya Mas..” Nawa berkata tulus, sebelum ia terbelalak melihat laki-laki itu. Tak menyangka, ia kembali bertemu dengan laki-laki yang sudah menghancurkan hidupnya. ‘Mas Sakti?’ Ucap Nawa di dalam hati, sebelum ia berlarian meninggalkan tempat itu. Sakti sempat terdiam cukup lama. Nawa kini sudah jauh berbeda, bahkan ia hampir tak lagi mengenali wanita itu. “Pak Sakti, kenapa diam?” Seru salah seorang rekan kerja yang berdiri di sampingnya. “Cewek tadi siapa Pak? cantik banget. Boleh lah kenalin ke saya” ‘Cantik banget?’ tidak salah apa yang ia dengar. Nawa memang sangat cantik berdandan seperti itu. Sakti tentunya sedikit shock bertemu dengannya lagi. Tiba-tiba saja, ia merasakan sesuatu yang menyesakkan dada, ketika mendengar pria lain memuji-muji kecantikan Nawa.Entah dorongan dari mana, Sakti berlarian ke luar, hendak mengejar wanita tersebut. Tetapi sayangnya, wanita yang ia yakini adalah Nawa, tak lagi terlihat di sekitaran halaman Café.Sakti meraih ponsel dari saku celana, hendak menghubungi nomor sang istri. Tapi ternyata, ponsel Nawa sedang tidak aktif. Atau mungkin saja. ia sengaja mengganti nomonya, agar Sakti tak bisa menghubunginya lagi. Karena memang, sejak Nawa meninggalkannya, Sakti tak pernah berusaha untuk mencari tahu kabarnya, hingga hari ini mereka dipertemukan secara tidak sengaja.Berbagai pemikiran buruk melintas di benaknya. Apa mungkin, Nawa kini menemukan pria lain pengganti dirinya, hingga wanita yang masih berstatus istrinya itu merubah penampilannya? entah mengapa, Sakti merasa cukup terganggu dengan pemikirannya sendiri.Sakti tersentak dari lamunan panjang, saat mendengar suara panggilan masuk dari nomor Elena, istri keduanya. Ia pun langsung menjawab panggilan tersebut.“Hallo”“Hallo, Mas, kamu lagi ada di mana
Seperti pagi sebelumnya, Sakti kembali bangun terlambat. Jam sudah menunjukkan pukul 07.15. Itu artinya, ia hanya memiliki waktu lima belas menit saja, untuk bersiap-siap berangkat ke kantor.Ia menatap ke arah Elena, yang kini masih tertidur lelap. Sepertinya, sang istri memang tak berniat untuk mengurusi segala keperluannya,seperti yang biasa dilakukan oleh Nawa.“Sakti.. Elena, nggak pada berangkat ke kantor?”Suara seruan Sulasmi, terdengar di depan pintu. Elena membuka matanya, dan ia langsung terkejut saat melihat jam di dinding.“Mas, kamu kenapa nggak bangunin aku, sih? kan aku harus ngantor pagi ini!”Elena bangkit dari tempat tidurnya, lalu bergegas menuju ke kamar mandi. Dan Sakti terdiam, mendengar perkataan sang istri.“Bukannya harusnya kamu, yang bangunin aku?”Perkataan Sakti memang tak mendapatkan tanggapan apapun.Karena Elena kini sudah memasuki kamar mandi.Sakti meraih handuk, lalu beranjak menuju ke kamar mandi yang terletak paling belakang, di dekat dapur. Tentu
“Berarti, kamu jadi pindah dari kosan aku,Wa?”Airin menanyakan hal itu kepada sang sahabat, melalui panggilan suara. Nawa memang sengaja mencari tempat tinggal untuknya, agar tidak menjadi beban dalam hidup Airin.“Iya Rin, ini aku lagi ada di Gang Jambu, deket banget dari Slay Café. Lagi survey kamar kos-kosan yang disewakan di sini” “Padahal kamu nggak usah buang-buang duit,Wa. Tinggal bareng aku aja, kenapa sih?” Airin tulus mengatakan hal itu.Karena ia memang merasa nyaman tinggal bersama Nawa.“Nggak apa-apa, Rin. Kita kan masih bisa ketemuan di Cafe, atau kamu main ke sini. Yang pasti, kita akan selalu menjadi sahabat, walaupun udah nggak tinggal bareng lagi”Nawa bersama sang pemilik kos, kini sedang berada di salah satu kamar yang tak terlalu luas. Tapi tampaknya cukup nyaman, karena dilengkapi dengan kamar mandi di dalam, juga kompor untuk memasak.“Rin, udahan dulu, ya.Nanti aku hubungi kamu lagi”Nawa mengakhiri panggilan suara, agar bisa menanyakan lebih banyak tentang
“Udah nikah lima tahun, tapi masih belum bisa kasih anak. Ibu rasa sudah cukup, Sakti! lebih baik kalian bercerai saja!” Nawa baru saja akan menyambut kepulangan suaminya, Sakti, karena hari ini adalah hari jadi kelima pernikahan mereka. Wanita itu sudah menyiapkan Kue tart juga kado spesial untuk sang suami. Namun, mendengar suara Sulasmi, Ibu mertuanya, membuat Nawa diam terpaku. Ia urung melangkah menuju ke teras rumah. “Tadi Ibu baru saja ketemu Bu Intan dan Bu Atik di warung. Mereka menghina Ibu, karena punya menantu mandul! Ibu malu, Sakti” Nawa mengepalkan jemarinya, mencoba menahan kesedihan karena disebut mandul oleh Ibu mertuanya sendiri. “Udahlah, Sakti. Ceraikan saja istri kamu itu. Biar Ibu kenalkan dengan wanita lain yang bisa kamu nikahi, dan tentunya bisa memberikan keturunan untuk kamu” Apa?! Ibu mertuanya, menyuruh sang suami untuk menikah lagi?! ‘Nggak, Mas Sakti nggak mungkin memenuhi permintan ibunya…’ batin Nawa, berusaha menghibur dirinya sendiri
Nawa meninggalkan ruangan tamu, ketika sang Ibu mertua bersama Elena dan juga Sakti, masih berbincang. Ia memasuki kamar, lalu menangis sejadi-jadinya. Hatinya semakin sakit, saat membuka lemari, lalu melihat kue tart dan juga kado ulang tahun pernikahan yang sengaja ia simpan di situ, untuk diberikan kepada suaminya. Tangisan Nawa pun semakin pilu. Sayup terdengar olehnya, suara perbincangan akrab dari arah ruangan tamu. Sakti gampang sekali dekat dengan wanita itu, bahkan mereka kini tertawa bersama. Nawa tak habis pikir, mengapa Ibu mertuanya dan juga sang Suami tega melakukan hal ini kepadanya.Padahal Nawa selalu berusaha untuk menjadi istri yang terbaik untuk Sakti. ‘Aku nggak boleh cengeng. Aku nggak boleh lemah’ kalimat itu ia ucapkan berulang-ulang di dalam hati. Tetapi semakin berusaha kuat, ia justru semakin merasa lemah. Wanita mana yang bisa menerima dengan lapang dada,jika dirinya dimadu? apapun alasannya, Nawa tidak rela jika diduakan. *** “Sakti, Elena ini
“Nawa?” Tak tahu lagi hendak ke mana, Nawa memutuskan untuk mendatangi tempat kos Airin, sahabat karibnya saat SMA dulu. Gadis itu tentunya terkejut melihat Nawa yang basah kuyup malam ini, dan kedua mata sang sahabat membengkak, akibat terlalu banyak menangis. “Rin, aku boleh numpang di sini dulu nggak, untuk sementara?” “Loh, kenapa? kamu lagi ada masalah dengan Sakti?” Tentunya, Airin sangat mengenal Sakti, laki-laki yang dulu satu SMA dengannya dan juga Nawa. Ia yang paling tahu bagaiamana perjalanan cinta Sakti dan Nawa, hingga keduanya bisa menikah, walaupun tanpa restu kedua orang tua Nawa. Melihat Nawa yang sepertinya enggan untuk menceritakan persoalan pribadinya, maka Airin pun tak ingin memaksa. “Masuk aja dulu, yuk. Kamu udah basah banget. Mandi ya, kamar mandinya ada di sebelah sana” Airin menunjukkan kamar mandi yang tak terlalu lebar ukurannya, terdapat di sudut kamar. Nawa pun melangkah masuk, lalu meletakkan koper miliknya, di samping ranjang. Cukup
“Sah!” Suara para pria yang menjadi saksi pernikahan Sakti dan Elena, bergemuruh di rungan tamu kediaman Sualsmi. Senyuman wanita itu merekah, saat menyaksikan putra semata wayangnya yang kini bersanding dengan wanita pilihannya. Tanpa menceraikan Nawa terlebih dahulu, dengan alasan tak tahu wanita itu kini berada di mana, Sakti nekat menikahi Elena. Yang lebih lucunya lagi, Elena bersedia menjadi istri kedua dari Sakti. “Ibu senang sekali, akhirnya kalian menikah juga” Sulasmi memeluk erat menantu barunya. Ia menaruh harapan besar, kalau Elena bisa memberikan cucu untuknya. “Tadi tetangga-tetangga banyak yang memuji Istri kamu loh, Sakti. Katanya, Elena cantik, cocok jadi Istri kamu” “Ah, Ibu bisa aja” Elena tersenyum malu-malu. Bangga, atas segala pujian yang dilontarkan oleh Ibu mertuanya. “Abis ini, langsung ke kamar aja ya. Biar cepat jadinya” Sulasmi menyenggol bahu putranya. Ia sangat yakin, Elena bisa memberikan cucu untuknya. Yang pasti, ia kini akan dipui-