"ARE YOU STILL MAD WITH ME?" Pertanyaan tersebut Arzan lontarkan begitu Rosa ke luar dari toilet. Si gadis agaknya terkejut sehingga melebarkan matanya, namun ekspresi wajah Rosa cepat berubah. Rosa menggeleng dengan seulas senyum. "No! I'm not." Arzan menghela napas berat, si pemuda menggigit bibir bagian dalamnya singkat. "Gue minta maaf, Sa." "For what?" "Ngebentak lo kemarin dan secara nggak langsung nyudutin lo juga," papar Arzan, ia menghembuskan napas berat. "Gue nggak maksud gitu." Alih-alih memberikan jawaban yang akan membuat Arzan setidaknya lega atau tahu perasaan si gadis. Rosa malah melemparkan seulas senyumㅡmanis sekali omong-omong, dan menggeret Arzan menjauhi toilet perempuan. Karena tidak enak juga dengan pengguna lainnya, tidak etis juga berbicara di depan toilet. Arzan tak protes dan manut saja ditarik Rosa menujuㅡentah ke mana. Pemuda berlesung pipi tersebut fokus melihat punggung sempit Rosa, kemudian figur wajahnya dari samping dan meneliti bentuk wajah Ro
PERPADUAN kacamata bulat, ekspresi serius dan cahaya matahari merupakan salah satu momentum di mana Arzan tidak lagi memiliki kuasa atas kendali tubuhnya. Dia mematung, praktis terpaku bagaikan kayu kala terpesona akan seberapa cantik dan menawannya sang Nona Mawar sekarang. Iris indah itu menatap lurus pada layar laptop dengan kepala sedikit tertunduk. Manis sekali, batinnya bermonolog gemas. Rosa benar-benar merealisasikan ucapannya dalam membantu Arzan dengan segudang laporan ini dan itu. Ia jelas tertolong, tentu saja. Rambut panjang gadis tupai itu yang semulas terurai kini beralih terikat asal, namun Arzan berani bertaruh demi apa pun bahwa cepol asal tersebut tidak sedikit pun mengurangi kecantikan seorang Rosa. Justru yang ada semakin bertambah. Pemuda berlesung pipi tersebut tersenyum kecil sebelum kembali fokus dengan laptop dan tugasnya. Sementara sang gadis tupai nan telah menemukan satu kenyamanan dengan tubuh berbalut almamater Arzan, ia lantas menyilangkan kaki di atas
BARANGKALI ada begitu banyak kejutan pada saat yang tidak di sangka-sangka. Datang tanpa pernah di harapkan sekali pun jelas-jelas akan mendatangkan kebahagiaan absolut nan luar biasa membuat lengkungan di wajah melebar manis nan juga secerah mentari. Mungkin-mungkin saja Lion salah dengar tatkala sang ibu, Marie, mendadak meneleponnya saat berada di sekolah dan menyapa dengan suara gembira bukan kepalang. Laki-laki jangkung tersebut bahkan sempat berpikr bahwasanya Marie memenangkan undian tas mahal yang mana selalu di jadikan objek ketika arisan bersama para ibu-ibu sosialita berlangsung. Namun tidak, yang terjadi justru berbanding terbalik akan apa yang Lion pikirkan, ia justru mendengar kabar yang jauh-jauh lebih baik lagi daripada kemenangan semu nan tidak penting demikian. Dengan nada suara riang, Marie langsung memekik senang di seberang telepon tatkala berujar, “Papa ngundang Rosaline ke makam malam nanti akhir pekan, Lion.” Satu kalimat yang bahkan tidak panjang. Terdengar
MEMANG pada hakikatnya manusia itu di lahirkan dengan perasaan penasaran mutlak yang rasa keingintahuannya harus di jawab sesegera mungkin. Entah dengan apa terjawab. Entah lewat cara apa. Entah jawaban berupa apa. Entah sesuai kenyataan atau dugaan yang di buat-buat, akan tetapi yang terpenting rasa keingintahuaan mereka harus segera terpenuhi. Seperti sekarang contohnya. Melihat suatu keganjilan di depan mata akan selalu kapabel menarik perhatian ratusan pasang mata. Yang mana apabila sudah menjadi topik hangat nan seolah-olah baru saja keluar dari alat pemanggang. Maka tanpa menunggu waktu lama lagi mereka akan secara sistematis berbagi cerita dari mulut ke mulut untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tak ayal kadang terlalu terlihat kentara sekali dan di biarkan saja ujung-ujungnya sebab tak ingin buang-buang waktu berharga demi hal tidak penting, sehingga menjadi suatu kegiatan lumrah nan di lakukan di masyarakat. Manik mata fokus dalam mencuri-curi pandang sementara teli
SEBAGAI penebusan rasa bersalahnya Arzan ingin sekali membuat gadis mawarnya bersenang-senang hari ini. Setidaknya hanya sesederhana ini cara yang dapat Arzan lakukan agar rasa bersalahnya sekaligus perasaan Rosa lekas membaik. Pemuda berlesung pipi tersebut menyodorkan cone es krim kepada Rosa nan kini sedang tersenyum padanya; sarat berterima kasih. Kemudian sang lelaki lantas mengambil tempat di sebelah gadis mawarnya tersebut. Seusai jams sekolah rampung tepat pada pukul tiga sore dan masing-masing dari mereka tidak mempunyai jadwal tambahan. Arzan pun mengajak Rosa menuju taman kota. Iya, hanya sebatas taman kota saja sebab tidak bisa bepergian jauh-jauh jika masih ingin pulang tepat waktu. Terlebih-lebih lagi Arzan yang harus mendapat istirahat cukup setelah bergadang beberapa hari belakangan ini. Sore hari ini cukup berjalan tenang bagi kedua anak manusia itu. Tidak ada yang terlalu mengusik jiwa kecuali kumpulan tugas sekolah, kewajiban sebagai 'pejabat sekolah' dan dengungan
MASIH mengenakan seragam basketnya Lion memasuki rumah dengan perasaan membuncah dalam dada. Senyumnya tak kunjung luntur saat mendengar berita yang rasanya masih hangat di telinga, meski sudah berjam-jam lewat. Agaknya berita menyenangkan memang tinggal lebih lama untuk beberapa kali. Di ruang tamu cowok tinggi tersebut menemukan Marie yang mengenakan celemek, ingin memasak makan malam rupanya. Melempar bola basket sembarangan kemudian Lion berlari menghampiri Marie dan memeluk tubuh ibunya erat-erat. Sementara wanita dua anak tersebut terhuyung-huyung mundur ke belakang karena diterjang begitu saja. Untung saja tidak terjatuh karena masih bisa menahan bobot tubuh. Marie memekik pelan tatkala Lion mengangkat tubuhnya sedangkan si bungsu Evendi tersebut memberikan cengiran lebar. Detik berikutnya barulah Marie bisa bernapas lega ketika sudah kembali menapaki lantai. Sang ibu berkacak pinggang menatap sang anak yang sibuk cengengesan. “Kamu kenapa, sih, Yon?” tanya Marie, matanya
HARI ini pun Rosa masih sibuk dengan segala bentuk persiapan untuk open stage. Acara yang awalnya hanya untuk unjuk bakat kini sudah menjadi acara wajib yang formal dan harus diikuti seluruh murid Bina Bangsa. Diadakan sekali setahun dan selalu menyita waktu para muridnya. Namun tak ayal juga menjadi hiburan sendiri karena banyak jam kosong di beberapa kelas. Jika gurunya rajin, maka tugas diberikan atau sebaliknya.Di ruang padus Bu Bella menilai dengan seksama penampilan tim 1, 2 dan 3. Dikarenakan anggota klub padus tahun ini banyak, mereka di bagi menjadi 3 tim. Tahun dulu hanya 2 tim. Bu Bella selaku guru seni di bidang tarik suara fokus dengan buku penilaian, sesekali melirik murid-muridnya yang bernyanyi di hadapan.Tangan Bu Bella terangkat sebagai tanda mereka sudah cukup untuk bernyanyi. Wanita tersebut menghela napas pendek, “Ibu harap kalian perhatikan di bagian pernapasan. Kalau mau nyuri-nyri oksigen boleh, tapi jangan sampai keliatan. Kalian memang masih SMA tapi kita te
PADA lorong panjang lantai pertama bangunan kelas sebelas nan mana terhubung langsung menuju area kantin sekolah, Jessica dan Jenna berjalan beriringan. Gadis berponi tersebut seperti biasa, berjalan dengan angkuh dan senantiasa memperlihatkan bagaiman mata bulatnya yang serupa boneka itu memandang tajam pada siapa saja yang berpapasan dengan mereka; bawaan naluri sejak lahir jadi agak sulit untuk di hilangkan. Sementara itu sang gadis kucing, Jenna, sibuk sendiri mengepang rambut panjangnya lalu mengikat ujung rambut dengan pita ikat rambut berpita berwarna hitam. Usai memastikan kepangan rambutnya telah rapi, Jenna lantas mengetuk bahu Jessica seraya menunjukkan hasil kepangan rambutnya, tak lupa juga dengan senyuman manisnya. “Gimana?”Jessica menatap sejenak kemudian mengangguk. “Cantik, Na. Temen gue nggak ada yang burik, ya.”Jenna tersenyum puas mendengar pujian sang sahabat dan membiarkan gadis yang jauh lebih tinggi darinya itu merangkul pundaknya. Kebanyakan dari orang-orang
BEBERAPA hal terkadang berlalu begitu cepat tanpa di sangka-sangka. Seperti, misalnya kau tengah menonton sebuah film tetapi ternyata eksekusi adegannya tidak membuatmu tertarik dan lekas mendatangkan bosan, namun karena masih penasaran dengan ujung cerita pada akhirnya kau akan memilih mempercepat laju jalannya film tersebut tanpa pikir panjang. Iya, seperti itu. Inti adegan dan juga sekelumit kisah yang coba sutradara sampaikan dapat sekilas di pahami dan di ingat. Begitu juga akan kehidupan. Memang saat menjalaninya terasa berat, ingin menyerah dan membuatmu terasa ingin meninggalkan dunia dengan sesegera mungkin. Sebab kewarasan tengah berada di ujung tanduk. Akal sehat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kondisi hati juga hancur lebur di obrak-abrik takdir. Pada akhirnya, hanya kata menyerah dan putus asa yang keluar dari belah bibir. Kehidupan dan takdir memang begitu. Benang merahnya sangat rumit untuk di uraikan dengan rangkaian kata belaka. Namun percayalah. Ketika semua
“ROSA! Lo tau nggakㅡ”“ENGGAK! NGGAK TAU! NGGAK TAU! GUE IKAN SOALNYA!”Sementara Arzan mengulum senyum geli, gadis chipmunk tersebut mati-matian menahan gondok. Bukan karena apa, setelah kejadian di mana ia juga mati-matian menggombali Arzan dan ketahuan oleh pemuda itu bahwa Rosa tengah mengerjainya sebagai ajang balas dendam. Arzan marah seharian, mogon bicara dan tahu-tahu besoknya malah menggantikan Rosa dalam hal gombal menggombali.Jantung Rosa tidak kuat. Memang ya, balas dendam itu tidak baik. Rosa malah nyaris spot jantung setiap saat karena Arzan membalasnya dua kali lebih parah daripada apa yang dia lakukan. Bahkan tak ragu-ragu untuk mengejarnya sepanjang sekolah demi berkata :“MAKMUMKU! KAMU MAU KEMANA? KOK CALON IMAMMU INI DITINGGAL?!”Rosa malu. Rosa nyaris sinting. Nyaris mati karena detakan jantungnya tak keruan. Sial. Lihat saja senyum manis Arzan yang masih betah bertengger. Rosa ingin sekali mencakar wajah tampan itu tetapi sayang kalau memiliki goresan. Rosa hany
“ZAN, tau nggakㅡ”“Udah dong, Saaa!”Arzan tidak sanggup. Arzan tidak kuat lagi. Arzan sudah tidak bisa menanggungnya lagi. Arzan bisa-bisa stres plus diabetes jika diberi gula terus-menerus. Bukannya apa-apa, hanya saja memang Arzan menyukai perubahan sifat Rosa. Sangat malahan. Manisnya tak tanggung-tanggung membuat Arzan terkadang malu sendiri. Arzan malah seperti anak gadis sementara Rosa seperti cowok yang hobi menggombalinya seperti sekarang.Tingkah manis Rosa terkadang datang begitu saja tanpa permisi, langsung menyerang danㅡtok! Pas sekali mengenai hatinya. Arzan lama-lama bisa jantungan kalau begini caranya.Rosa nyengir, tidak merasa bersalah sama sekali. “Gue 'kan belum selesai ngomong, sayangku. Aduh! Gemoy sekali Anda!” Rosa terbahak.Arzan tersenyum tabah. Sabar sekali menghadapi Rosa.“Zan, lo tau nggakㅡ”“Kalau gue mirip calon imam lo?” sambar Arzan jengah, kalimat ini sering sekali dilontarkan Rosa padanya. Bahkan tak malu mengungkapkannya di depan umum sekalipun. Ben
HARI ini adalah hari pertama Rosa memasuki sekolah setelah libur nyaris satu bulan lamanya. Tak banyak yang berubah. Di pagi hari Rosa sudah bangun lebih dulu untuk memasak sarapan. Membangunkan Jessica agar mau berangkat sekolah tepat waktu namun gadis itulah yang paling susah untuk di atur. Sementara Lion bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik. Iya, memang Jessica memilih tinggal bersama mereka meski kadang pulang juga. Rosa tak keberatan justru senang-senang saja.Rosa dan Lion tinggal di apartemen Jessicaㅡgadis itu yang memaksa. Rosa dan Lion tidak memiliki sanak saudara sehingga Demian menawarkan diri menjadi wali legal mereka. Setidaknya sampai Rosa lulus kuliah dan bekerja. Awalnya si gadis ragu namun setelah diyakinkan oleh ketiga sahabatnya, Rosa setuju. Hanya sampai ia mendapatkan pekerjaan tetap.Rosa berdecak sebal, masih mengenakan celemek bekas memasak dan saat kembali ke kamar Jessica masih dalam posisi sama persis saat ia tinggalkan tadi. “Jessica! Ih! Buruan mandi!
ROSA kembali berduka. Di hari kepulangannya dari rumah sakit dan di hari yang sama pula Rosa melihat Julian terbaring lemah di atas ranjang. Penuh luka dan tak berdaya. Rosa tak merasakan apapun saat menatap Julian yang jangankan untuk kembali menyakitinya, bergerak saja sulit. Seorang polisi pun mendatanginya dengan sebuah kabar bernuansa gagak hitam. Bahkan Rosa belum betul-betul keluar dari rumah sakit tetapi hal-hal buruk sudah menunggu. Marie bunuh diri di rumah mereka dengan cara gantung diri di ruang tamu. Kematian sang ibu rupanya sudah berjalan selama empat hari dan baru terendus warga kemarin karena bau busuk yang menyengat. Lagi-lagi Rosa tidak bisa merasakan apapun. Gadis tersebut hanya diam, membiarkan polisi membawanya untuk mengidentifikasi mayat. Kemudian Marie dibawa pulang untuk dikebumikan dan Lion menangis di sisinya sepanjang hari pemakaman. Rosa tak menangis. Ia hanya menatap kosong pada tubuh Marie yang ditimbun tanah dengan raut datar. Banyak orang yang
DI karenakan luka jahitan di perut maupun di kepala Rosa sudah mengering. Gadis tersebut diizinkan berjalan-jalan keluar kamar asal tetap pada pengawasan dan larangan yang seharusnya. Gadis chipmunk tersebut tentu senang akhirnya bisa keluar dari kamar super sumpek karena Jessica dengan kurang ajar membawa semua makanan yang di pantangkan untuknya. Rosa berdecih, mengumpat, melempar Jessica dengan vas bunga. Tetapi Jessica tetaplah Jessica. Kelakuannya tetap diulangi lagi ke esokannya. Hari inipun sama. Jessica dengan segenap hati dan baik sekali membawa pasta udang ke dalam kamarnya. Rosa mengumpat, berteriak histeris dan Jessica ngakak di tempat. Sahabat tidak ada akhlak. Rosa meremat kuat lengan Arzan sehingga pemuda tersebut meringis. “Kalau gue bisa, gue sleding kepalanya, Zan! Ih! Nyebelin banget, asli. Kuyang geblek, gue doain poninya hilang! Mampus!” gerutu Rosa, kesal pangkat seratus. “Cuih! Najis! Ishhh! Zaaaaan, mau pasta juga,” rengeknya. Arzan menghela napas berat,
KAMAR inap Rosa ramai meski di isi hening, memperhatikan setiap gerak-gerik dokter yang kembali mengecek kondisi tubuh si gadis. Setelah Rosa sadar, Jessica seperti orang kerasukan menelepon semua orang, memberitahukan kabar gembira ini. Chelsie dan Jenna datang dengan napas terengah-engah dan mata membulat sempurna. Di susul Raffa, Revin dan Alvin kemudian. Lion pun juga datang setelahnya dengan masih mengenakan seragam basket. Jelas sekali kabur dari sesi latihan. Dokter tersebut berbalik dan membuat mereka menahan napas sejenak. Dokter tersebut tersenyum, “Pasien hanya butuh istirahat total untuk pemulihan. Jadi saya harap,” dokter tersebut menggantungkan kalimat dan tersenyum kecil. “Kalian tidak boleh terlalu memaksakan sesuatu hal pada pasien. Kalau begitu saya permisi dulu.” Mereka serentak menghela napas lega. Tepat setelah pintu tertutup mereka semua langsung mengerubungi setiap sisi ranjang Rosa. Seolah mereka adalah lalat yang baru saja melihat kue lava yang lezat. Jessi
DUA minggu berlalu. Kondisi Rosa makin memburuk. Arzan tidak tahu harus bagaimana mendefinisikannya namun ia rasa setiap melangkah menuju kamar si gadis. Lututnya melemas melihat banyak alat penopang kehidupan yang terpasang di tubub Rosa. Arzan seharusnya bersyukur saat gadis itu masih bisa bertahan, tetapi ia malah berpikir jika Rosa ingin pergi. Napasnya memberat. Tepat seminggu Rosa masih berdiam diri di ranjangnya, Arzan sudah dibolehkan untuk pulang. Menjalani aktifitasnya seperti biasa, bahkan Arzan tidak merasakan apapun saat Pak Harry memujinya terus-terusan atas kinerja mereka pada OS. Setiap hari yang Arzan lakukan hanya pulang sekolah dengan cepat agar menghabiskan sisa hari di sisi ranjang Rosa. Tangannya terjulur untuk menyelipkan anak rambut Rosa ke belakang telinga si gadis. Agar wajahnya tidak tertutupi lagi selain dengan alat pernapasan. “Kayaknya di sana enak ya, Sa? Sampai lo nggak mau bangun gini,” ujar Arzan sendu. Diusapnya punggung tangan Rosa yang makin d
MUNGKIN mempertahankan kewarasan bagi seseorang seperti mempertahankan dirimu di medan perang. Sulit, mematikan, menyakitkan namun fisik dan mental dipaksa untuk terus bekerja secara spontan. Satu saja salah langkah, kamu bisa saja jatuh pada kubangan menyakitkan bernama depresiㅡgangguan mental lainnya atau bisa jadi lenyap dari muka bumiㅡmati. Barangkali opsi terakhir sering dipakai karena kebanyakan dari mereka memilih untuk tidak bertahan.Apa Rosa akan begitu?Arzan tidak tahu dan tidak ingin menebak-nebak juga. Ia tidak ingin mendapatkan jawaban yang diluar dugaan nantinyaㅡnanti yang entah kapan. Tepat pukul sepuluh malam saat Krystal sudah terlelap di ranjang tambahan bersama laptop yang menyala. Alvin pun sudah pulang bersama Jessicaㅡkatanya. Arzan meloncat turun pelan-pelan dari ranjangnya. Meski dihantam pening, si pemuda tak goyah.Menarik tiang infus dengan gerakan sepelan mungkin agar tidak membangunkan Krystal, begitu pula saat membuka pintu. Lorong rumah sakit sudah agak