MELIHAT suatu keganjilan di depan mata memang akan dan selalu menarik perhatian. Yang mana, jika sudah menjadi topik trend ataupun baru-baru saja ke luar dari oven. Mereka akan suka berbagi dari mulut ke mulut untuk mencari tahu kebenarannya. Tak ayal kadang terlalu kentara sekali dan dibiarkan saja sehingga menjadi suatu kegiatan yang lumrah di lakukan di masyarakat. Manik mata fokus mencuri-curi pandang sementara telinga di pasang setajam mungkinㅡmungkin lebih tajam daripada kelinci. Tak usah memperpanjang pembukaan, mari kita sebut saja tokoh utamanya Rosa dan Lion. Ketua padus dan anggota basket yang digadang-gadang akan menjadi kapten basket selanjutnya, charming pula. Paket komplit. Dugaan-dugaan di kepala mulai banyak terukir jelas di gurat wajah mereka yang penasaran, mereka berdua ada hubungan apa? Rosa risih jujur saja, tapi ia tidak peduli. Gadis chipmunk tersebut menarik lengan Lion untuk duduk kemudian bertanya. “Kamu mau makan apa? Biar Kakak pesenin,” ujar Rosa seray
ARZAN menyodorkan cone es krim kepada Rosa yang sudah duduk meluruskan kaki. Setelah es krim stroberi tersebut berpindah tangan si pemuda langsung mengambil tempat di sebelah Rosa. Seusai sekolah rampung tepat pada pukul tiga sore dan tak ada tambahan. Arzan mengajak Rosa menuju taman kota saja. Tidak bisa jauh-jauh jika ingin pulang tepat waktu, terutama Arzan yang harus istirahat cukup setelah begadang beberapa hari. Sore hari ini cukup tenang bagi keduanya. Tak ada yang terlalu mengusik kecuali tugas sekolah, kewajiban sebagai manusia dan dengungan suara mereka yang bersatu bersama udara. Langit yang mulai berubah jingga pun rasanya membuat sisa hari ini terasa lebih baik pun tentram. “Zan?” Arzan menoleh, “Apa?” “Lo pas OS mau ikut nyumbang acara nggak?” tanya Rosa. Pemuda tersebut berdeham panjang, mata tajamnya menerawang ke atas kemudian menggeleng. “Nggak tau. Kenapa emang?” “Nyanyi aja, gimana?” Arzan langsung menggeleng heboh. “Ogah, ah! Nggak bisa nyanyi.” Rosa b
MASIH mengenakan seragam basketnya Lion memasuki rumah dengan perasaan membuncah dalam dada. Senyumnya tak kunjung luntur saat mendengar berita yang rasanya masih hangat di telinga, meski sudah berjam-jam lewat. Agaknya berita menyenangkan memang tinggal lebih lama untuk beberapa kali. Di ruang tamu cowok tinggi tersebut menemukan Marie yang mengenakan celemek, ingin memasak makan malam rupanya. Melempar bola basket sembarangan kemudian Lion berlari menghampiri Marie dan memeluk tubuh ibunya erat-erat. Sementara wanita dua anak tersebut terhuyung-huyung mundur ke belakang karena diterjang begitu saja. Untung saja tidak terjatuh karena masih bisa menahan bobot tubuh. Marie memekik pelan tatkala Lion mengangkat tubuhnya sedangkan si bungsu Evendi tersebut memberikan cengiran lebar. Detik berikutnya barulah Marie bisa bernapas lega ketika sudah kembali menapaki lantai. Sang ibu berkacak pinggang menatap sang anak yang sibuk cengengesan. “Kamu kenapa, sih, Yon?” tanya Marie, matanya se
HARI ini pun Rosa masih sibuk dengan segala bentuk persiapan untuk open stage. Acara yang awalnya hanya untuk unjuk bakat kini sudah menjadi acara wajib yang formal dan harus diikuti seluruh murid Bina Bangsa. Diadakan sekali setahun dan selalu menyita waktu para muridnya. Namun tak ayal juga menjadi hiburan sendiri karena banyak jam kosong di beberapa kelas. Jika gurunya rajin, maka tugas diberikan atau sebaliknya. Di ruang padus Bu Bella menilai dengan seksama penampilan tim 1, 2 dan 3. Dikarenakan anggota klub padus tahun ini banyak, mereka di bagi menjadi 3 tim. Tahun dulu hanya 2 tim. Bu Bella selaku guru seni di bidang tarik suara fokus dengan buku penilaian, sesekali melirik murid-muridnya yang bernyanyi di hadapan. Tangan Bu Bella terangkat sebagai tanda mereka sudah cukup untuk bernyanyi. Wanita tersebut menghela napas pendek, “Ibu harap kalian perhatikan di bagian pernapasan. Kalau mau nyuri-nyri oksigen boleh, tapi jangan sampai keliatan. Kalian memang masih SMA tapi kita
DI lorong lantai pertama yang lurus menuju kantin sekolah, Jessica dan Jenna berjalan beriringan. Gadis berponi tersebut seperti biasa berjalan angkuh dengan mata menatap tajam siapa saja yang lewat; bawaan naluri sejak lahir, sulit dihilangkan. Sementara itu Jenna sibuk mengepang rambut panjangnya sendiri lalu mengikatnya dengan ikat rambut berpita berwarna hitam. Diketuknya pelan bahu Jessica seraya menunjukkan kepangan rambutnya. “Gimana?” Jessica menatap sejenak kemudian mengangguk, “Cantik, Na. Temen gue nggak ada yang burik, ya.” Jenna terkekeh mendengarnya, pun membiarkan Jessica merangkul pundaknya. Kebanyakan dari orang-orang yang berpapasan dengan mereka lebih memilih menepi terlebih dahulu daripada bersinggungan dengan sangat betina macam Jessica. Well, Jenna mengerti. Kegilaan Jessica memang sudah santer diperbincangkan. “Btw Esie kemana?” tanya Jessica seraya mengeluarkan tangkai permen dari mulutnya dan membuangnya ke tong sampah. Buanglah sampah pada tempatnya, te
MALAM minggu. Malam di mana Rosa akan menghadiri acara makan malam bersama keluarganya. Senyuman si gadis tak kunjung luntur seharian ini, masih terus mengembang. Tidak peduli meskipun otot-otot wajahnya mulai pegal, Rosa tetap menarik lebar kedua sudut bibirnya. Si gadis sudah siap dengan gaun hitam panjang yang memiliki belahan kaki. Rambutnya digerai lurus melewati bahunya yang terekspos. Rosa juga mengenakan anting berbentuk kupu-kupu di telinganya. Malam ini Rosa tampil cantik dan elegan dalam satu waktu yang sama. Gadis chipmunk tersebut menatap pantulan dirinya di cermin full body. Senyumnya terbit lagi seraya menata rambut lurusnya. “Feel better?” ceteluk Jessica seraya bersandar pada daun pintu. “Or feel happy?” “Keduanyalah, Jessica!” seru Rosa antusias, dengan tubuh ditopang sepatu hak tinggi hitam pula, si gadis berjalan mendekat ke arah Jessica. “Gimana? Udah cukup atau gue harus pakai kalung?” Jessica memandang sahabatnya tersebut dari ujung kepala hingga kaki de
UDARA malam yang agaknya memang selalu menusuk kulit sudah mulai menyusup ke dalam pakaian. Menusuk-nusuk kulit sehingga menyebabkan getaran kecil dalam diri. Jalan raya semakin ramai dengan kendaraan, tentunya disebabkan hari ini adalah malam minggu. Waktu atau hari yang ditunggu-tunggu sebagian besar orang untuk memadu kasih. Namun keluarnya Arzan semalam ini bukan untuk merehatkan diri. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam lewat dan ia tiba-tiba mendapat telepon dari Rosa. Nona mawarnya kembali bersedih. Maka dari itu Arzan langsung menyambar jaket dan kunci mobil sang kakak lalu pergi tanpa izin. Arzan akan urus bagian itu nanti, sekarang Rosa dulu. Cowok tersebut takut jika Rosa melakukan hal-hal aneh jika dibiarkan lebih lama sendiri lagi. Arzan agaknya bingung, ada apalagi? Bukankah seharusnya Rosa sedang berbahagia dengan keluarganya? Dalam perjalanan menuju tempat sesuai GPS ponsel gadis itu, Arzan memasuki jalan yang cukup lengang. Benar-benar sepi sehingga Arz
SEUMUR-UMUR mengenal Arzan dan selalu memusuhi laki-laki berlesung pipi tersebut untuk waktu yang lama. Rosa belum pernah sekalipun menginjakkan kakinya di rumah Arzan. Jelas saja. Mana pernah terpikirkan oleh Rosa kalau mereka akan sedekat ini, mengingat ia membenci cowok itu bukan main sebelum insiden di rumah sakit. Apalagi memikirkan akan singgah di kediaman Arzan. Tidak pernah sekalipun ia berpikir demikian. Saat mobil Arzan berhenti di depan sebuah rumah, jantung Rosa berdegup kencang. Walaupun Rosa terkadang sering kabur ke rumah ketiga sahabatnya dengan jam singgah sesuka hati, alias boleh tengah malam pun. Rosa tetap saja masih memiliki sopan santun untuk bertamu ke rumah orang. Apalagi sekarang pukul sebelas kurang sedikit. Tentunya bukan waktu yang tepat bagi tuan rumah untuk menerima tamu. Memang Arzan sendiri yang mengajaknya namun nanti apa kata orang tua Arzan, jika anaknya membawa pulang seorang gadis yang penampilannya kacau begini? Untung saja Rosa tidak menggunaka