PADA lorong panjang lantai pertama bangunan kelas sebelas nan mana terhubung langsung menuju area kantin sekolah, Jessica dan Jenna berjalan beriringan. Gadis berponi tersebut seperti biasa, berjalan dengan angkuh dan senantiasa memperlihatkan bagaiman mata bulatnya yang serupa boneka itu memandang tajam pada siapa saja yang berpapasan dengan mereka; bawaan naluri sejak lahir jadi agak sulit untuk di hilangkan. Sementara itu sang gadis kucing, Jenna, sibuk sendiri mengepang rambut panjangnya lalu mengikat ujung rambut dengan pita ikat rambut berpita berwarna hitam. Usai memastikan kepangan rambutnya telah rapi, Jenna lantas mengetuk bahu Jessica seraya menunjukkan hasil kepangan rambutnya, tak lupa juga dengan senyuman manisnya. “Gimana?”Jessica menatap sejenak kemudian mengangguk. “Cantik, Na. Temen gue nggak ada yang burik, ya.”Jenna tersenyum puas mendengar pujian sang sahabat dan membiarkan gadis yang jauh lebih tinggi darinya itu merangkul pundaknya. Kebanyakan dari orang-orang
MALAM minggu.Malam di mana Rosa akan menghadiri acara makan malam bersama keluarganya. Senyuman si gadis tak kunjung luntur seharian ini, masih terus mengembang. Tidak peduli meskipun otot-otot wajahnya mulai pegal, Rosa tetap menarik lebar kedua sudut bibirnya. Si gadis sudah siap dengan gaun hitam panjang yang memiliki belahan kaki. Rambutnya digerai lurus melewati bahunya yang terekspos. Rosa juga mengenakan anting berbentuk kupu-kupu di telinganya.Malam ini Rosa tampil cantik dan elegan dalam satu waktu yang sama. Gadis chipmunk tersebut menatap pantulan dirinya di cermin full body. Senyumnya terbit lagi seraya menata rambut lurusnya.“Feel better?” ceteluk Jessica seraya bersandar pada daun pintu. “Or feel happy?”“Keduanyalah, Jessica!” seru Rosa antusias, dengan tubuh ditopang sepatu hak tinggi hitam pula, si gadis berjalan mendekat ke arah Jessica. “Gimana? Udah cukup atau gue harus pakai kalung?”Jessica memandang sahabatnya tersebut dari ujung kepala hingga kaki dengan telu
UDARA malam yang agaknya memang selalu menusuk kulit sudah mulai menyusup ke dalam pakaian. Menusuk-nusuk kulit sehingga menyebabkan getaran kecil dalam diri. Jalan raya semakin ramai dengan kendaraan, tentunya disebabkan hari ini adalah malam minggu. Waktu atau hari yang ditunggu-tunggu sebagian besar orang untuk memadu kasih. Namun keluarnya Arzan semalam ini bukan untuk merehatkan diri. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam lewat dan ia tiba-tiba mendapat telepon dari Rosa.Nona mawarnya kembali bersedih.Maka dari itu Arzan langsung menyambar jaket dan kunci mobil sang kakak lalu pergi tanpa izin. Arzan akan urus bagian itu nanti, sekarang Rosa dulu. Cowok tersebut takut jika Rosa melakukan hal-hal aneh jika dibiarkan lebih lama sendiri lagi. Arzan agaknya bingung, ada apalagi? Bukankah seharusnya Rosa sedang berbahagia dengan keluarganya?Dalam perjalanan menuju tempat sesuai GPS ponsel gadis itu, Arzan memasuki jalan yang cukup lengang. Benar-benar sepi sehingga Arzan pikir
SEUMUR-UMUR mengenal Arzan dan selalu memusuhi laki-laki berlesung pipi tersebut untuk waktu yang lama. Rosa belum pernah sekalipun menginjakkan kakinya di rumah Arzan. Jelas saja. Mana pernah terpikirkan oleh Rosa kalau mereka akan sedekat ini, mengingat ia membenci cowok itu bukan main sebelum insiden di rumah sakit. Apalagi memikirkan akan singgah di kediaman Arzan. Tidak pernah sekalipun ia berpikir demikian.Saat mobil Arzan berhenti di depan sebuah rumah, jantung Rosa berdegup kencang. Walaupun Rosa terkadang sering kabur ke rumah ketiga sahabatnya dengan jam singgah sesuka hati, alias boleh tengah malam pun. Rosa tetap saja masih memiliki sopan santun untuk bertamu ke rumah orang. Apalagi sekarang pukul sebelas kurang sedikit. Tentunya bukan waktu yang tepat bagi tuan rumah untuk menerima tamu. Memang Arzan sendiri yang mengajaknya namun nanti apa kata orang tua Arzan, jika anaknya membawa pulang seorang gadis yang penampilannya kacau begini? Untung saja Rosa tidak menggunakan m
ROSA menuruni anak tangga dengan gerakan lambat, manik matanya menerawang ke seisi rumah. Rumah Arzan di dominasi oleh warna putih dan memiliki lampu gantung berukuran besar di ruang tamu. Di dinding-dinding putih tulang mereka pun dihiasi bingkai-bingkau foto keluarga. Bahkan di atas meja di sisi dinding pun terdapat foto-foto juga. Potret Arzan dan Krystal saat masih kanak-kanak. Arzan berfoto dengan sepedanya, berenang bersama David bahkan foto dengan kacamata hitam bersama sang kakak.Diam-diam si gadis tersenyum getir, Rosa belum pernah foto keluarga. Kenyataannya, di rumahnya hanya ada foto Lion dan orang tua mereka. Setiap foto keluarga Rosa tidak pernah di ajak, pun ia tak pernah meminta. Percuma juga rasanya. Ia juga tak repot-repot berkecil hati tatkala pigura foto keluarga di pampang di ruang tamu tanpa hadirnya Rosa di sana.Sekali lagi, Rosa tak perlu berkecil hati. Karena keesokannya Jessica mengajak mereka foto bersama di studi. Yang hasil fotonya di cetak lebih besar da
SEJAUH yang Rosa ingat dengan tindakannya di meja makan, gadis tersebut akhirnya melepaskan pelukan dengan cepat, berdiri sembari menutupi wajah dan beranjak pergi seraya menggumamkan permintaan maaf berkali-kali. Rosa sudah tersadar jika sikapnya melewati batas karena perasaan emosional menguasi diri. Hanya sesaat. Namun jujur ia merasa lega meski masih dirongrong rasa sesak di dada. Itu sudah lebih dari cukup untuk ia terima dari Susan.Rosa tidak ingin membuat kegaduhan di rumah Arzan, terlebih-lebih melibatkan orang yang seharusnya tidak terlibat. Si gadis amat menyadari bahwa ia sudah banyak menyulitkan orang lain. Dan Rosa ingin berhenti menjadi benalu bagi orang lain. Gadis tersebut sudah pernah berkata pada diri sendiri serta mengusahakan hati, agar berhenti bersikap seperti wanita-wanita dengan kantong kesabaran berlebih di televisi. Tetapi ternyata lebih sulit dipraktikkan dengan banyak alasan tak tentu.“Jadi egois itu susah banget kalau dasarnya orang udah baik.”Rosa mendo
SEUMUR hidupmu, percobaan gila apa yang pernah kau lakukan untuk mengurangi rasa sakit?. Jika dalam konteks positif seperti mendengarkan lagu, menonton film atau drama, berjalan-jalan, berolahraga, memakan makanan manis ataupun menenggak alkohol sampai kembung. Opsi-opsi yang disebutkan tak pernah ampuh bagi Rosa.Si gadis lebih menyukai rasa dingin yang menjalar ke setiap inci tubuh, menusuk-nusuk kulit dengan entitas yang mengelilingi tubuh. Memejamkan mata guna merasakan seluruh engsel tubuhnya membeku dengan tubuh kebas. Dada mulai sesak karena temperatur suhu terus menurun, oksigen menipis dengan detakan jantung yang berdenteng bagai menabuh genderang perang. Bunyinya nyaring sekali dan memekakkan telinga.Kendati demikian pun rasa panas yang menjalar di tangan terus merongrong agar eksistensinya di sadari. Cairan pekat berwarna merah, berbau besi dan amis terus menetes, menyatu dengan genangan air yang membawa tubuhnya masuk lebih dalam. Mungkin Rosa terlalu menikmati kegiatannya
SELESAI membasuh wajah seadanya di kamar mandi Rosa lantas keluar, si gadis tidak bisa mandi sebab tak membawa baju ganti. Pun tak enak bila meminjam baju Krystal apalagi sampai mengganggu kakak perempuan Arzan. Saat Rosa keluar ia tidak menemukan Arzan di posisinya dengan raut wajah keruh, pigura foto Arzan dan Lily pun sudah lenyap dari pandangan. Tidak berada di tempat di mana Rosa meletakkannya tadi.Rosa menghela napas gusar dan menyelipkan anak rambut ke belakang daun telinga. Seketika perasaan bersalah tercetak jelas di wajah Rosa. Ia menggigit bibirnya sekilas tatkala mengingat ekspresi pemuda berlesung pipi tersebut. Apa ia terlalu menodong Arzan tadi? Rosa juga tak mengerti mengapa ia bersikap demikian. Hanya saja si gadis melakukannya spontan dan, hanya ingin Arzan memperjelas semua sikapnya.Jika masih menganggap Rosa adalah Lily hanya karena mereka mirip, entah wajah ataupun karakternya, Rosa memilih untuk mundur.Rosa mengeratkan ikatan rambutnya dan keluar dari kamar unt
BEBERAPA hal terkadang berlalu begitu cepat tanpa di sangka-sangka. Seperti, misalnya kau tengah menonton sebuah film tetapi ternyata eksekusi adegannya tidak membuatmu tertarik dan lekas mendatangkan bosan, namun karena masih penasaran dengan ujung cerita pada akhirnya kau akan memilih mempercepat laju jalannya film tersebut tanpa pikir panjang. Iya, seperti itu. Inti adegan dan juga sekelumit kisah yang coba sutradara sampaikan dapat sekilas di pahami dan di ingat. Begitu juga akan kehidupan. Memang saat menjalaninya terasa berat, ingin menyerah dan membuatmu terasa ingin meninggalkan dunia dengan sesegera mungkin. Sebab kewarasan tengah berada di ujung tanduk. Akal sehat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kondisi hati juga hancur lebur di obrak-abrik takdir. Pada akhirnya, hanya kata menyerah dan putus asa yang keluar dari belah bibir. Kehidupan dan takdir memang begitu. Benang merahnya sangat rumit untuk di uraikan dengan rangkaian kata belaka. Namun percayalah. Ketika semua
“ROSA! Lo tau nggakㅡ”“ENGGAK! NGGAK TAU! NGGAK TAU! GUE IKAN SOALNYA!”Sementara Arzan mengulum senyum geli, gadis chipmunk tersebut mati-matian menahan gondok. Bukan karena apa, setelah kejadian di mana ia juga mati-matian menggombali Arzan dan ketahuan oleh pemuda itu bahwa Rosa tengah mengerjainya sebagai ajang balas dendam. Arzan marah seharian, mogon bicara dan tahu-tahu besoknya malah menggantikan Rosa dalam hal gombal menggombali.Jantung Rosa tidak kuat. Memang ya, balas dendam itu tidak baik. Rosa malah nyaris spot jantung setiap saat karena Arzan membalasnya dua kali lebih parah daripada apa yang dia lakukan. Bahkan tak ragu-ragu untuk mengejarnya sepanjang sekolah demi berkata :“MAKMUMKU! KAMU MAU KEMANA? KOK CALON IMAMMU INI DITINGGAL?!”Rosa malu. Rosa nyaris sinting. Nyaris mati karena detakan jantungnya tak keruan. Sial. Lihat saja senyum manis Arzan yang masih betah bertengger. Rosa ingin sekali mencakar wajah tampan itu tetapi sayang kalau memiliki goresan. Rosa hany
“ZAN, tau nggakㅡ”“Udah dong, Saaa!”Arzan tidak sanggup. Arzan tidak kuat lagi. Arzan sudah tidak bisa menanggungnya lagi. Arzan bisa-bisa stres plus diabetes jika diberi gula terus-menerus. Bukannya apa-apa, hanya saja memang Arzan menyukai perubahan sifat Rosa. Sangat malahan. Manisnya tak tanggung-tanggung membuat Arzan terkadang malu sendiri. Arzan malah seperti anak gadis sementara Rosa seperti cowok yang hobi menggombalinya seperti sekarang.Tingkah manis Rosa terkadang datang begitu saja tanpa permisi, langsung menyerang danㅡtok! Pas sekali mengenai hatinya. Arzan lama-lama bisa jantungan kalau begini caranya.Rosa nyengir, tidak merasa bersalah sama sekali. “Gue 'kan belum selesai ngomong, sayangku. Aduh! Gemoy sekali Anda!” Rosa terbahak.Arzan tersenyum tabah. Sabar sekali menghadapi Rosa.“Zan, lo tau nggakㅡ”“Kalau gue mirip calon imam lo?” sambar Arzan jengah, kalimat ini sering sekali dilontarkan Rosa padanya. Bahkan tak malu mengungkapkannya di depan umum sekalipun. Ben
HARI ini adalah hari pertama Rosa memasuki sekolah setelah libur nyaris satu bulan lamanya. Tak banyak yang berubah. Di pagi hari Rosa sudah bangun lebih dulu untuk memasak sarapan. Membangunkan Jessica agar mau berangkat sekolah tepat waktu namun gadis itulah yang paling susah untuk di atur. Sementara Lion bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik. Iya, memang Jessica memilih tinggal bersama mereka meski kadang pulang juga. Rosa tak keberatan justru senang-senang saja.Rosa dan Lion tinggal di apartemen Jessicaㅡgadis itu yang memaksa. Rosa dan Lion tidak memiliki sanak saudara sehingga Demian menawarkan diri menjadi wali legal mereka. Setidaknya sampai Rosa lulus kuliah dan bekerja. Awalnya si gadis ragu namun setelah diyakinkan oleh ketiga sahabatnya, Rosa setuju. Hanya sampai ia mendapatkan pekerjaan tetap.Rosa berdecak sebal, masih mengenakan celemek bekas memasak dan saat kembali ke kamar Jessica masih dalam posisi sama persis saat ia tinggalkan tadi. “Jessica! Ih! Buruan mandi!
ROSA kembali berduka. Di hari kepulangannya dari rumah sakit dan di hari yang sama pula Rosa melihat Julian terbaring lemah di atas ranjang. Penuh luka dan tak berdaya. Rosa tak merasakan apapun saat menatap Julian yang jangankan untuk kembali menyakitinya, bergerak saja sulit. Seorang polisi pun mendatanginya dengan sebuah kabar bernuansa gagak hitam. Bahkan Rosa belum betul-betul keluar dari rumah sakit tetapi hal-hal buruk sudah menunggu. Marie bunuh diri di rumah mereka dengan cara gantung diri di ruang tamu. Kematian sang ibu rupanya sudah berjalan selama empat hari dan baru terendus warga kemarin karena bau busuk yang menyengat. Lagi-lagi Rosa tidak bisa merasakan apapun. Gadis tersebut hanya diam, membiarkan polisi membawanya untuk mengidentifikasi mayat. Kemudian Marie dibawa pulang untuk dikebumikan dan Lion menangis di sisinya sepanjang hari pemakaman. Rosa tak menangis. Ia hanya menatap kosong pada tubuh Marie yang ditimbun tanah dengan raut datar. Banyak orang yang
DI karenakan luka jahitan di perut maupun di kepala Rosa sudah mengering. Gadis tersebut diizinkan berjalan-jalan keluar kamar asal tetap pada pengawasan dan larangan yang seharusnya. Gadis chipmunk tersebut tentu senang akhirnya bisa keluar dari kamar super sumpek karena Jessica dengan kurang ajar membawa semua makanan yang di pantangkan untuknya. Rosa berdecih, mengumpat, melempar Jessica dengan vas bunga. Tetapi Jessica tetaplah Jessica. Kelakuannya tetap diulangi lagi ke esokannya. Hari inipun sama. Jessica dengan segenap hati dan baik sekali membawa pasta udang ke dalam kamarnya. Rosa mengumpat, berteriak histeris dan Jessica ngakak di tempat. Sahabat tidak ada akhlak. Rosa meremat kuat lengan Arzan sehingga pemuda tersebut meringis. “Kalau gue bisa, gue sleding kepalanya, Zan! Ih! Nyebelin banget, asli. Kuyang geblek, gue doain poninya hilang! Mampus!” gerutu Rosa, kesal pangkat seratus. “Cuih! Najis! Ishhh! Zaaaaan, mau pasta juga,” rengeknya. Arzan menghela napas berat,
KAMAR inap Rosa ramai meski di isi hening, memperhatikan setiap gerak-gerik dokter yang kembali mengecek kondisi tubuh si gadis. Setelah Rosa sadar, Jessica seperti orang kerasukan menelepon semua orang, memberitahukan kabar gembira ini. Chelsie dan Jenna datang dengan napas terengah-engah dan mata membulat sempurna. Di susul Raffa, Revin dan Alvin kemudian. Lion pun juga datang setelahnya dengan masih mengenakan seragam basket. Jelas sekali kabur dari sesi latihan. Dokter tersebut berbalik dan membuat mereka menahan napas sejenak. Dokter tersebut tersenyum, “Pasien hanya butuh istirahat total untuk pemulihan. Jadi saya harap,” dokter tersebut menggantungkan kalimat dan tersenyum kecil. “Kalian tidak boleh terlalu memaksakan sesuatu hal pada pasien. Kalau begitu saya permisi dulu.” Mereka serentak menghela napas lega. Tepat setelah pintu tertutup mereka semua langsung mengerubungi setiap sisi ranjang Rosa. Seolah mereka adalah lalat yang baru saja melihat kue lava yang lezat. Jessi
DUA minggu berlalu. Kondisi Rosa makin memburuk. Arzan tidak tahu harus bagaimana mendefinisikannya namun ia rasa setiap melangkah menuju kamar si gadis. Lututnya melemas melihat banyak alat penopang kehidupan yang terpasang di tubub Rosa. Arzan seharusnya bersyukur saat gadis itu masih bisa bertahan, tetapi ia malah berpikir jika Rosa ingin pergi. Napasnya memberat. Tepat seminggu Rosa masih berdiam diri di ranjangnya, Arzan sudah dibolehkan untuk pulang. Menjalani aktifitasnya seperti biasa, bahkan Arzan tidak merasakan apapun saat Pak Harry memujinya terus-terusan atas kinerja mereka pada OS. Setiap hari yang Arzan lakukan hanya pulang sekolah dengan cepat agar menghabiskan sisa hari di sisi ranjang Rosa. Tangannya terjulur untuk menyelipkan anak rambut Rosa ke belakang telinga si gadis. Agar wajahnya tidak tertutupi lagi selain dengan alat pernapasan. “Kayaknya di sana enak ya, Sa? Sampai lo nggak mau bangun gini,” ujar Arzan sendu. Diusapnya punggung tangan Rosa yang makin d
MUNGKIN mempertahankan kewarasan bagi seseorang seperti mempertahankan dirimu di medan perang. Sulit, mematikan, menyakitkan namun fisik dan mental dipaksa untuk terus bekerja secara spontan. Satu saja salah langkah, kamu bisa saja jatuh pada kubangan menyakitkan bernama depresiㅡgangguan mental lainnya atau bisa jadi lenyap dari muka bumiㅡmati. Barangkali opsi terakhir sering dipakai karena kebanyakan dari mereka memilih untuk tidak bertahan.Apa Rosa akan begitu?Arzan tidak tahu dan tidak ingin menebak-nebak juga. Ia tidak ingin mendapatkan jawaban yang diluar dugaan nantinyaㅡnanti yang entah kapan. Tepat pukul sepuluh malam saat Krystal sudah terlelap di ranjang tambahan bersama laptop yang menyala. Alvin pun sudah pulang bersama Jessicaㅡkatanya. Arzan meloncat turun pelan-pelan dari ranjangnya. Meski dihantam pening, si pemuda tak goyah.Menarik tiang infus dengan gerakan sepelan mungkin agar tidak membangunkan Krystal, begitu pula saat membuka pintu. Lorong rumah sakit sudah agak