TANGANNYA terulur menarik kasar sejumput rambut perempuan di depan mata hingga wajahnya mendongak ke arahnya. Jessica menyeringai ke arah Wira, gadis itu banjir air mata, tubuh bergetar serta wajah penuh luka sedangkan temannya yang satu lagi, Rara sudah pingsan. Entah karena syok atau memang daya tubuhnya yang lemah. Jessica tidak peduli. Wira menatap Jessica takut, tubuhnya tremor parah serta iris yang bergetar bersitatap dengan perempuan sinting di depan mata. Jessica menarik lebih kuat rambut milik Wira hingga si empunya mengaduh. “Gimana? Menyenangkan, 'kan?”“Am-ampun, Jes,” lirih Wira, ia mengatupkan tangan dan menggosok-gosok kedua telapak tangannya memohon. Jessica menekuk wajahnya sok sedih. “Hei! Masa gitu, sih, gue belum puas main, lho, Wira,” ujarnya, ia melirik Rara yang terkapar di atas lantai penuh debu, penampilannya sama acak-acakan dengan Wira. “Temen lo udah bobo duluan, jadi nggak seru. Ayo main lagi!”Wira menggeleng heboh, matanya membulat sempurna, takut. Ia
MENAIKKAN satu alis, agaknya Rosa dibuat bingung dengan eksistensi Mika di depan kelasnya. Tampaknya tak hanya Rosa yang penasaran maksud dan tujuan Mika mendatangi kelasnya yang tengah jam kosong. Seluruh penghuni 11 IPA 3 juga bertanya-tanya, siapa gerangan pemuda tampan itu?. Seminggu lalu heboh bersama Arzan. Ditambah Lion yang notebenenya cowok populer, makin memanas. Kemudian Mika yang dengan wajah asing nan rupawan serta memiliki senyum memikat mendatangi Rosa. Mereka agaknya langsung berpikir. Hidup Rosa dikelilingi para pria tampan nan rupawan, baik hati serta mudah tersenyum. Berbeda dengan si gadis yang cenderung jutek dan mengintimidasi. Yeah, mereka hanya tidak tahu saja kehidupan Rosa selama 17 tahun menapaki bumi. Sudah seperti neraka versi dunia. Mika nyengir. Rosa memasang wajah senggol bacok. Apa-apaan laki-laki itu? Datang hanya untuk nyengir saja padanya?. “Jadi?” Rosa membuka suara, bersedekap tangan dengan sorot mata menuntut. Mika melirik pada banyaknya pres
ARZAN pundung. Rosa yakin, seratus pangkat seratus persen. Buktinya? Lihat saja wajah pemuda berlesung pipi tersebut. Ditekuk, masam, mengerut, terus-menerus mendengus. Setiap Rosa melangkah mengikuti arah manik mata Arzan memandang, pemuda tinggi terus-terusan menghindar; membuang muka. Penyebabnya jelas karena Mika. Saat Rosa dan Mika ingin bertukar nomor ponsel laki-laki tersebut tiba-tiba datang, entah datang darimana. Bagai jelangkung saja. Bahkan Arzan juga menatap Mika dengan tatapan menusuk sampai anak itu cepat-cepat pamit undur diri. Rosa yakin Mika berpikir yang tidak-tidak menjurus aneh, seperti :“Apa muka gue terlalu ganteng jadi dia merasa tersaingi?”Rosa menghela napas, setengah geli setengah kesal dengan sikap Arzan sekarang. Semenjak peninggalan Mika yang kabur menuju ke kelasnyaㅡmungkin, Arzan mogok bicara padanya. Tidak sepenuhnya, sih, hanya saja Arzan tidak mengacuhkannya. Sementara Rosa yakin bahwa mulutnya sudah penuh busa karena bergerak sejak tadi. Mungkin
BARANGKALI kondisi bumi memang tak sesehat zaman dahulu kala, yang semuanya serba manual namun menyehatkan raga serta batinㅡmungkin, sejauh yang Krystal tahu begitu. Cuaca akhir-akhir ini cepat sekali berubah, kadang panas lalu lima menit kemudian sudah mendung kemudian hujan lebat. Persis sama seperti suasana hati adiknya akhir-akhir ini, Arzan. Terkadang pulang dengan wajah ceria sampai lesung pipi di wajah timbul, terkadang dengan wajah kusut. Krystal menimbang-nimbang, sebenarnya apa agaknya penyebab dari perubahan mood Arzan?. Ia benar-benar penasaran setengah mati tapi sang kakak ragu-ragu untuk bertanya. Hari inipun terjadi lagi. Tahu-tahu Arzan pulang sekolah dengan raut wajah ditekuk, masam, bahkan membanting sepatunya ke rak sepatu. Krystal sampai terkaget-kaget di depan laptopnya dengan mata membulat. Gadis tersebut terus-menerus menatap Arzan yang berjalan menuju dapur, lalu minum macam orang dehidrasi setahun. Gelasnya pun ikut menjadi sasaran kekesalannya, dibanting k
APARTEMENT sang sahabat sepi, hanya saja ada penghuninya. Rosa duduk di sofa dengan tatapan kosong, lurus ke layar TV yang menyala namun sukses diabaikan si empu. Barangkali isi otaknya sudah penuh, padat dan nyaris meledak jika terus bergolak panas di atas sana. Si gadis menghela napas berat, di pangkuannya ada semangkuk kecil choco crunch sebagai cemilan untuk menonton film. Yang terjadi malah Rosa yang tak fokus menonton dan sibuk berpikir. Rosa sudah tahu dan sadar bahwa persoalan hidup memanglah tak mudah. Sampai sekarang pun rasanya sulit dipercaya bahwa Rosa dikucilkan oleh keluarganya hanya karena ia anak perempuan. Entah di mana yang salah atau … mulai darimananya yang salah. Kendati sudah lelah memikirkan bagaimana caranya mengakhiri semua masalah hidup dengan cepatㅡtentunya selain mencari cara untuk membunuh diri sendiri, Rosa susah bosan. Si gadis memilih untuk menjalaninya, bagaikan air mengalir. Hidup, ya, hidup. Mati, ya, mati. Tinggal menunggu waktu kapan semua akan
"ARE YOU STILL MAD WITH ME?"Pertanyaan tersebut Arzan lontarkan begitu Rosa ke luar dari toilet. Si gadis agaknya terkejut sehingga melebarkan matanya, namun ekspresi wajah Rosa cepat berubah. Rosa menggeleng dengan seulas senyum. "No! I'm not."Arzan menghela napas berat, si pemuda menggigit bibir bagian dalamnya singkat. "Gue minta maaf, Sa.""For what?""Ngebentak lo kemarin dan secara nggak langsung nyudutin lo juga," papar Arzan, ia menghembuskan napas berat. "Gue nggak maksud gitu."Alih-alih memberikan jawaban yang akan membuat Arzan setidaknya lega atau tahu perasaan si gadis. Rosa malah melemparkan seulas senyumㅡmanis sekali omong-omong, dan menggeret Arzan menjauhi toilet perempuan. Karena tidak enak juga dengan pengguna lainnya, tidak etis juga berbicara di depan toilet. Arzan tak protes dan manut saja ditarik Rosa menujuㅡentah ke mana. Pemuda berlesung pipi tersebut fokus melihat punggung sempit Rosa, kemudian figur wajahnya dari samping dan meneliti bentuk wajah Rosa.
MENGENAKAN kacamata bulat sembari menatap lurus serta serius pada layar laptop dengan kepala sedikit menunduk. Arzan akui gadis chipmunk di sampingnya ini makin menawan dengan pantulan cahaya laptop. Rosa benar-benar niat dalam membantunya, rambut panjangnya yang terurai kini sudah diikat asal namun tak mengurangi sedikitpun kecantikannya; semakin bertambah malah. Arzan terkekeh dan kembali fokus pada laptop miliknya sendiri. Sementara Rosa yang sudah nyaman dibalut almamater Arzan dan menyilangkan kaki di sofa ruang OSIS dengan laptop di pangkuan. Gadis itu fokus sekali menyalin data-data murid Bina Bangsa yang melanggar aturan minggu ini. Jujur saja, Rosa tidak akan terlalu terkejut jika ia menemukan nama Jessica. Namunㅡastaga! Nama sahabatnya itu banyak sekali, berduet dengan Alvin malahan. Membolos, cabut dari mata pelajaran tertentu, ketahuan mencoret dinding sekolah. Memang pasangan Joker dan Harley Quinn versi dunia nyata. Kegilaan yang dibumbui keromantisan. Rosa merinding
BARANGKALI Lion salah dengar saat ibunya, Marie, meneleponnya dan menyapa dengan suara luar biasa gembira. Lion bahkan sempat berpikir bahwa Marie memenangkan undian tas mahal yang mana selalu dijadikan objek saat arisan; para ibu sosialita. Namun tidak, Lion malah mendengar hal yang lebih baik daripada kemenangan semu yang tak penting tersebut. “Papa ngundang Rosaline ke makam malam nanti akhir pekan, Lion.” Kira-kira begitulah ujar Marie padanya beberapa menit lalu yang mana langsung membuat Lion mengembangkan senyuman. Seluruh kemuramannya selama beberapa hari ini menghancurkan suasana hati didepak dalam sekali hembus. Seolah-olah Lion tidak pernah meninju pintu lokernya sampai penyok karena menahan emosi yang tengah meletup-letup. Cowok jangkung itu langsung saja menutup telepon, berlari ke luar kelas begitu saja saking senangnya dan mencari sang kakak kemana-mana. Iris tajamnya terus bergulir kian kemarin mencari sosok mungil Rosa di antara kerumunan orang-orang.Senyum si pem