"KEMANA?"Rosa menarik lebar sudut bibirnya ke atas kemudian menyibak selimutnya cepat dan berniat turun. Menyadari hal tersebut pun membuat Arzan dengan sigap menggenggam lengan Rosa. Menuntun pelan-pelan si gadis turun dari ranjangnya. Setelah berhasil turun dengan selamatㅡmeski Rosa meringis tatkala memijakkan kaki, gadis tersebut menarik lengannya dari genggaman Arzan. Cowok tersebut baru saja ingin memprotes takut-takut Rosa limbung namun kendati mendengar sebuah protes, ia mendapati Rosa malah melingkarkan tangan pada lengannya. Arzan membeo menatap lengan Rosa yang sudah bertengger manis di sana sedangkan si gadis mendongak menatap wajahnya sebab perbedaan tinggi mereka. Raut wajah si gadis masih tenang dan lembut meskipun tergurat bingung di sana. Tak lama kemudian Rosa terkekeh. "Lo belum pernah digandeng cewek, ya?" tanyanya menggoda, alisnya naik-turun menatap Arzan. Pemuda berdimple tersebut merasakan jantungnya berdetak melewati batas normal. Mengalihkan pandangan dan
SEMILIR angin malam memang selalu sukses menghantarkan dingin yang menusuk kulit, agak beberapa orang terkadang sampai terserang flu bahkan demam bila sering terpapar udara malam. Malam ini pengecualian. Sesuai niat awal Arzan membawa Rosa yang masih menangis ke taman rumah sakit. Taman tersebut tentu saja sudah sepi sebab gelap sudah merundung tanah yang mereka pijaki. Tadi Arzan sempat berpikir untuk membawa Rosa kembali ke kamarnya namun gadis itu menolak. Sementara Aryan juga memberikan izin bagi mereka untuk jalan-jalan sejenak. Setelah beberapa menit terdiam dengan si gadis yang bergetar kecil sebab menangis, yang bisa Arzan lakukan hanyalah menyampirkan jaketnya di bahu Rosa. Agar perempuan chipmunk tersebut bisa merasa lebih hangat. Telapak tangan besar Arzan pun menepuk-nepuk bahu si gadis. Berharap Rosa bisa lebih tenang lagi. Tiba-tiba Rosa menoleh cepat, matanya memerah berserta hidung, sorot matanya menampakkan rasa bersalah. Gadis itu semerta-merta menatap lamat-lamat
HARI ini Rosa sudah diperbolehkan pulang sehinggaㅡentah kenapa, malah ketiga sahabatnya yang ribet minta ampun atas kepulangannya. Padahal hanya bayar administrasi yang mana tidak juga, karena, ya, begitulah. Kita sama-sama tahu. Barang bawaannya juga tidak banyak. Mungkin masalahnya pada pakaian mungkin, lebih tepatnya celana. Gadis chipmunk tersebut masih mengenakan seragam pasien. Pertengkaran ketiga sahabatnya di mulai saat Chelsie lebih menyarankan gaun panjang. Jenna dengan pilihan roknya. Sementara Jessica yang ngotot kalau Rosa harus memakai celana longgar saja agar nyaman. Baginya, yang mana saja boleh asalkan cepat pulang. Serius sumpek di sini. Pemandangannya itu-itu saja. Yeah, memang mustahil memindahkan disneyland ke depan jendela rawat inapnya. Namun melihat pohon-pohon serta gedung-gedung tinggi sepanjang mata memandang. Rosa tentunya bosan. Apalagi bau obat-obatan di sini jelas kentara sekali, terkadang Rosa sampai sulit bernapas. "Mending dia pake gaun aja, Jessic
SETELAH trio kepo tertangkap basah tengah menguping pembicaraan, Rosa pun akhirnya bisa pulang seusai menodong Arzan dengan kalimat :“Pilih rok, gaun atau kulot?” Tiga sahabatnya tersebut memberikan tatapan menuntut, tak mau kalah dan seakan-akan tidak menerima penolakan. Arzan tentunya bingung sekaligus ngeri-ngeri sedap sendiri. Rosa harus menengahi kalau masih ingin Arzan pulang dengan sehat sentosa. Pun berakhir Rosa mengenakan gaun, Arzan sempat bergumam kalau Rosa akan cantik dengan gaun bermotif bunga tersebut. Gumaman itu rupanya sampai ke telinga Chelsie dan si gadis langsung bersorak gembira akan kemenangannya. Sementara Jessica serta Jenna memberikan tatapan permusuhan kepada ketua OSIS Bina Bangsa itu. Arzan meringis. Sementara Chelsie berkata kelewat polos entah memang ingin menggoda. “Asa! Gue restuin kalian. HAHAHA!”Gadis chipmunk tersebut menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Chelsie ini benar-benar ingin mengudarakan peperangan padanya. Sesampainya di luar gedu
ROSA menatap nanar rumah di depannya. Rumahnya. Rumah. Apa bisa Rosa sebut begitu sementara seisinya seakan menolak presensinya? Terlalu hambar untuk ia katakan demikian. Selalu ada satu gelenyar menyakitkan kala ia menatap rumah di depan mata, maupun dulu atau sekarang. Sama saja. Tidak ada perubahan berarti selain pertumbuhan tubuh dan perkembangan pikiran. Hanya saja membingungkan sekaligus membunuh kewarasannya dalam satu waktu. Ia diminta pergi namun kakinya terantai kuat. Lantas bagaimana ia pergi meski telah diusir tetapi kakinya diikat kuat oleh duri-duri menyakitkan? Si gadis tak pernah tahu jawabannya. Selama bertahun-tahun hidup dengan tenggorokan yang selalu tercekik, ia masih belum menemukan titik akhir. Gadis chipmunk tersebut menoleh ke arah sang adik saat puncak kepalanya dielus lembut. “Kak, tenang. Ada aku, aku udah janji bakalan jagain Kakak.” Lion menyentuh kedua pundak sang kakak dan menatap tepat ke dalam manik rapuh milik Rosa. Ia tersenyum agak pahit, sadar
MERANGKAK perlahan-lahan, sinar terang mulai membelai separuh dari isi bumi. Matahari memang belum sepenuhnya tegak di atas langit namun cahaya mampu membuat Rosa memicingkan mata. Gadis chipmunk tersebut menoleh ke arah jam dinding, pukul 06:45. Rosa mendesah pelan, rekor sekali ia bangun pukul segini. Mungkin karena semalaman ia menangis tanpa suara di balik selimut lalu terjatuh begitu saja ke dalam dunia mimpi, meski Lion sudah mengetuk pintu kamar beberapa kali untuk makan, Rosa masih betah untuk bungkam. Marie juga ikut membujuknya agar mau keluar atau setidaknya membuka pintu agar ia bisa makan. Tetapi tidak. Rosa enggan membuka pintu. Enggan menatap wajah Marie, enggan dengan semua eksistensi di rumah ini. Juga, ia tak berharap bahwa Julian akan mengetuk pintu kamarnya dan melakukan hal serupa. Mustahil sekali. Mungkin sang kepala keluarga malah menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Rosa pun turun dari tempat tidur dan menyibak tirai jendela dalam sekali hentak. Kemudian tan
“ROSA masuk sekolah, Zan.”Begitu Dhani mengutarakan kalimat pendek berisi empat kata tersebut. Arzan langsung melempar pensil ke meja dan berlari keluar dari ruang OSIS. Si pemuda berlesung pipit tersebut tidak tahu-menahu tentang Rosa yang datang sekolah hari ini. Bahkan Joan bilang bahwa Rosa menjadi perbincangan hangat di sekolah mereka. Apalagi kalau bukan mengenai foto yang tersebar luar seminggu lewat. Agaknya si pemeran utama baru menampakkan batang hidung mana mungkin tidak jadi buah bibir masyarakat Bina Bangsa. Arzan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Kurang lebih tidak peduli dengan tanggapan orang lain, toh, tidak penting juga untuk didengarkan. Yang menjadi pokok permasalahannya, kenapa ia tahu si gadis chipmunk tersebut masuk sekolah dari orang lain? Kenapa tidak dari si empunya saja? Ah! Arzan memperlambat langkahnya dengan tangan yang merogoh saku celana untuk mengeluarkan ponsel. Terkadang ditampar kenyataan lebih menyakitkan daripada ditampar oleh makhluk nyata.
“ROSALINE! MAKAN LO DIKIT AMAT, SIH, ANJIR! KESURUPAN LO?!” Terkadang terlintas di benak Rosa kalau ia ingin sekali menukar-tambah Jessica dengan makanan. Mungkin lebih bermanfaat baginya. Mulutnya itu, lho, ya ampun, semua toa dan speaker di sekolah ini bisa kalah saing. Memang, sih, tidak akan ada yang protes. Mana berani. Lebih baik tuli daripada dihajar sampai cacat oleh Jessica. Jiwa sosialisasi sahabatnya itu kadang memang nol besar. Rosa menatap jengah ke arah Jessica yang sudah macam orang kesetanan memenuhi isi piringnya dengan berbagai macam makanan. Bahkan memasukan empat dada ayam besar ke dalan piringnya. Memang sinting gadis berponi itu, tidak ada tandingannya lagi. “AYO MAKAㅡ”Rosa menjejal mulut Jessica dengan dada ayam goreng tersebut barulah si gadis diam dan mengerjap bingung ke arahnya. “Sekali lagi lo teriak. Sumpah, Jes. Gue bakar motor lo sekarang juga, eh, atau lo hari ini bawa mobil?” tutur Rosa sembari menukik tajam bibirnya ke atas. Jessica membuang aya